M Muchlas Abror
UMAT ISLAM di Indonesia, apalagi di dunia, belum bersatu. Bahkan di beberapa negara di dunia kondisi umat Islam memprihatinkan. Itu sebuah kenyataan. Umat Islam, terutama para pemimpinnya, harus introspeksi dan bangkit mengatasi persoalan. Karena itu, kita menyambut baik Risalah Yogyakarta hasil Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) di Yogyakarta, pada tanggal 9 – 11 Februari 2015.
Risalah Yogyakarta itu berisi tujuh butir. Dua di antaranya, pertama, “Menyeru umat Islam Indonesia bersatu dan bekerja sama untuk penguatan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang berkeadilan dan berperadaban”. Dan satunya lagi “Memprihatinkan kondisi umat Islam di beberapa negara di dunia, khususnya Asia yang mengalami perlakuan diskriminatif. KUII meminta negara-negara yang bersangkutan memberikan perlindungan”.
Ada beberapa sebab mengapa umat Islam Indonesia belum bersatu. Di antaranya karena berbeda aliran, paham, dan madzhab. Karena berlainan ormas dan parpol. Bisa pula karena ketidaksamaan pandangan, pendapat, dan kepentingan. Atau karena perbedaan posisi, kedudukan, dan jabatan masing-masing.
Perbedaan itu tidak disikapi dengan kelapangan dada, jiwa besar, saling memahami, menghormati, dan menghargai. Sehingga konflik pun terjadi. Padahal, kalau perbedaan itu disikapi dengan kedewasaan dan kearifan justru bermanfaat. Atau bila dihadapi secara positif malah memberi rahmat serta ada hikmah yang dapat dipetik. Sehingga yang semula saling menjauh kemudian saling merapat dan mendekat.
Ketika terjadi perbedaan paham, pandangan, dan pendapat. Sebenarnya masing-masing masih tetap melaksanakan pendiriannya yang diyakini benar. Maka tak usah memaksakan pendirian kepada orang dan pihak lain untuk mengikuti.
Bermusyawarah sajalah dengan saling memberi penjelasan secara baik-baik. Berdialoglah secara konstruktif. Antara satu dengan lainnya bertoleransi. Tentu bermaksud untuk mencari titik temu. Bukan untuk mengedepankan perbedaan. Tanpa saling memaksakan kehendak dan pendapat. Tidak saling merasa lebih dari yang lain. Apalagi merasa lebih dari Allah Rabbul ‘Alamin. Sedangkan Allah saja memberi kebebasan kepada setiap orang untuk memilih. Maka tak layak model main paksa.
Adanya berbagai perbedaan itu menunjukkan keragaman umat Islam. Keragaman itu harus dipahami dan diterima dengan kelapangan jiwa. Janganlah umat Islam menjadi bercerai-berai karena perbedaan. Bercerai-berai bukan sekadar tak elok. Tetapi juga berlawanan dengan ajaran Islam. Bahkan melemahkan kekuatan dan menurunkan kewibawaan umat Islam.
Karena itu, umat Islam atau kaum Muslimin harus tetap bersatu, meskipun dalam keragaman. Sebab, umat ini sama-sama telah mengucapkan dua kalimah syahadat. Telah menegaskan kesaksian diri bertuhankan kepada Allah yang Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya. Bernabi dan berrasul kepada Nabi Muhammad saw, sebagai nabi terakhir dan rasul penutup. Meyakini bahwa Al-Qur’an adalah wahyu dan Kitabullah yang terakhir, percaya kepada hari kiamat, kiblatnya pun satu, dan beberapa kesamaan lainnya.
Beberapa persamaan tersebut menjadi bukti bahwa sebenarnya umat Islam itu satu dan semestinya bersatu. Persamaan sangat dekat dan erat dengan persaudaraan atau ukhuwwah. Nah. umat Islam adalah umat yang memilih dan menyatakan diri beragama atau memeluk Islam. Dengan kalimat lain, umat Islam adalah umat yang diikat oleh kesamaan agama atau seagama, yakni Islam.
Karena itu, umat Islam dalam kehidupan harus mengamalkan ukhuwwah Islamiyah. Persaudaraan itu sering pula disebut persaudaraan orang-orang seiman (Qs Al-Hujurat [49] : 10). Dalam persaudaraan itu tentulah umat Islam akan hidup dalam kerukunan karena saling bertoleransi. Kalau kepada manusia umumnya, Islam menuntunkan kepada umatnya untuk bersikap toleran, apalagi kepada sesama Muslim.
Umat Islam bila bersatu meski dalam keragaman tentu dapat melakukan komunikasi dengan lancar. Selain itu, sama-sama giat bekerja dan dapat bekerjasama yang terus ditingkatkan. Antara satu sama lain saling menggembirakan, membantu, menolong, dan mendukung. Dengan semangat kebersamaan dapat melakukan aksi bersama secara terencana dan terprogram. Sehingga umat Islam dapat berbuat banyak yang bermanfaat. Semoga.
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 5 Tahun 2015