Pandangan Islam tentang Mahar

Pandangan Islam tentang Mahar

Foto Ilustrasi Mahar

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr wb Saya mau bertanya pandangan Islam tentang mahar. Jazakumullahu khair atas perhatiannya. Wassalamu ‘alaikum wr wb

Abu Alfatih

(disidangkan pada Jumat, 19 Zulhijah 1439 H / 31 Agustus 2018 M)

Jawaban:

Wa ‘alaikumussalam wr wb

Pertama-tama kami ucapkan terima kasih kepada saudara atas pertanyaan yang diajukan kepada kami. Semoga jawaban kami dapat memberikan pemahaman yang cukup kepada saudara mengenai mahar dalam pandangan Islam.

Secara bahasa, mahar adalah kata serapan dari bahasa arab. Menurut Ibnu Mandzur almahru adalah sinonim dari kata ashodaqu jamaknya adalah muhuruun (Lisan al-Arab, 5/184), yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai maskawin, yaitu pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad nikah (KBBI). Sedangkan secara istilah, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan bahwa mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam (Kompilasi Hukum Islam Buku I Hukum Perkawinan, BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 Butir d).

Pernikahan yang dilaksanakan oleh sepasang laki-laki dan perempuan mempunyai beberapa kewajiban yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah mahar. Para ulama mencapai kesepakatan bahwa hukum mahar adalah wajib karena banyaknya ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi saw yang mengisyaratkan hal tersebut. Beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi saw yang berkaitan dengan mahar antara lain,

a Qs An-Nisa’ [4] ayat 4, 24 dan 25.

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.

Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban.

Dan berilah maskawin mereka menurut yang patut.

 

b Hadits Nabi saw riwayat Al-Bukhari dari Sahl bin Sa’d (Sahih Al-Bukhari, 6/5029) ketika beliau menyuruh seorang sahabat menikahi seorang perempuan meski dengan sebuah cincin dari besi,

Dari Sahl bin Sa’d As-Sa‘idi (diriwayatkan) Rasulullah saw bersabda, … berikan kepadanya (mahar) walau hanya dengan sebuah cincin dari besi … [HR Al-Bukhari].

 

c Hadits Nabi saw riwayat Imam Ahmad mengenai seorang perempuan yang rela dinikahi dengan mahar sepasang sandal (Musnad Ahmad, 24/15676),

Dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah dari ayahnya (diriwayatkan) bahwa ada seorang laki-laki dari bani Fazarah menikahi seorang perempuan dengan (mahar) sepasang sandal kemudian Nabi saw mengizinkannya [HR. Ahmad].

Senada dengan ayat dan hadits di atas, Kompilasi Hukum Islam Bab V Pasal 30 menyatakan bahwa calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.

Berdasarkan Pasal 30 KHI di atas, diketahui pula bahwa tidak ada batas tertentu mengenai jumlah dan jenis mahar. Oleh sebab itu yang menjadi prinsip di sini adalah mahar merupakan hasil kesepakatan antara dua belah pihak (pihak mempelai pria dan pihak mempelai wanita), tidak bertentangan dengan syariat Islam dan tidak kalah penting dari itu mahar adalah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya oleh sang istri. Semakin besar manfaat yang dapat diambil maka akan semakin baik mahar tersebut. Hal ini tergambar secara jelas dari hadits Nabi saw berikut,

Dari Sahl bin Sa’d As-Sa’idi (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw didatangi seorang perempuan, kemudian ia berkata, wahai Rasulullah, aku menyerahkan diriku kepadamu. Lalu berdirilah wanita itu agak lama (menunggu respons Rasulullah saw), (setelah beberapa saat) berdirilah seorang laki-laki dan berkata, wahai Rasulullah nikahkan saja dia denganku sekiranya engkau kurang berkenan. Rasulullah saw bersabda, Apakah engkau mempunyai sesuatu, untuk diberikan kepadanya (sebagai mahar)? Laki-laki itu menjawab, saya tidak memiliki apa-apa selain sarungku ini. Rasulullah saw bersabda, kalau kamu berikan sarung itu kepadanya, tentu kamu duduk tanpa busana, karena itu carilah sesuatu. Laki-laki itu berkata, saya tidak mendapati sesuatu. Rasulullah saw bersabda lagi, carilah, walaupun sekedar cincin besi! Lalu laki-laki itu mencari, dan dia tetap tidak mendapati sesuatu pun. Lalu Rasulullah saw menanyakan lagi, apakah kamu mempunyai hafalan Al-Qur’an? Ia menjawab, ya, surat ini dan surat ini (ia menyebut beberapa surat). Kemudian Rasulullah saw bersabda, sungguh aku akan menikahkan kamu dengannya, dengan (mahar) apa yang kamu miliki dari Al-Qur’an [Sahih Al-Bukhari 6/5030; Sunan Abu Dawud 2/2113; Sunan An-Nasai 6/3200; Musnad Ahmad 37/22798].

Menurut kami, Nabi saw mengizinkan laki-laki tersebut memberikan mahar dengan beberapa ayat Al-Qur’an yang dia miliki adalah karena si perempuan kemungkinan belum menguasai ayat-ayat yang dimaksud sehingga mengajarkan ayat-ayat tersebut menjadi sangat bermanfaat baginya. Di sisi lain, laki-laki itu tidak memiliki apapun yang berharga selain hafalan Al-Qur’an. Sehingga Rasulullah saw tidak berkenan untuk memberatkannya. Hal ini sesuai dengan sabda beliau berikut ini,

Dari Uqbah bin ‘Amir (diriwayatkan) Rasulullah saw bersabda, sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah baginya (calon suami) [Sunan Abu Dawud 2117; Al-Mustadrak li Imam Al-Hakim 2/181-182; Sunan al-Kubra li Al-Baihaqi 7/14721].

Sejalan dengan hadits di atas, KHI Pasal 31 tentang ketentuan mahar menegaskan bahwa penentuan mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.

Oleh karena itu, penentuan mahar yang terlalu berat yang dilakukan oleh sementara orang pada saat ini tidaklah sejalan dengan spirit syariat Islam. Alangkah baiknya pihak mempelai wanita tidak memberatkan pihak mempelai pria dalam urusan mahar ini dan menyerahkan jumlah dan jenisnya kepada calon mempelai pria sesuai dengan kadar kemampuannya.

Namun demikian, seyogyanya mempelai pria juga tidak menyepelekan masalah mahar ini lalu menggunakan barang atau jasa yang tidak bermanfaat bagi calon mempelai wanita. Oleh karena mahar juga dapat dijadikan sebagai salah satu sarana untuk menimbulkan rasa cinta kasih istri kepada calon suaminya, maka sedapat mungkin calon mempelai pria memberikan mahar yang terbaik untuk calon istrinya.

Demikianlah beberapa hal yang terkait dengan mahar menurut syariat Islam berdasar kepada dalil-dalil yang ada baik ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi saw maupun hukum positif di Indonesia yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam. Semoga dapat memberikan manfaat dan pemahaman yang cukup.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 7 Tahun 2019

Exit mobile version