Satu Dasawarsa Muhammadiyah Jerman

PCIM Jerman

PCIM Jerman

Oleh: Ridho Al-Hamdi

Tepatnya 22 Januari 2017, Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Jerman Raya genap berusia sepuluh tahun. Satu dasawarsa usia Muhammadiyah Jerman bukanlah waktu yang singkat. Berbagai tantangan menjadi warna tersendiri bagi perkembangan dakwah Muhammadiyah di Jerman, utamanya dikaitkan dengan pasang surut dinamika Muslim dan kondisi keagamaan di Jerman.

Menurut data kantor imigrasi dan pengungsi Republik Jerman (lihat www.bamf.de), jumlah Muslim di Jerman pada 2015 mencapai 4,4 juta hingga 4,7 juta (5,4% – 5,7%) dari 82,2 juta total penduduk. Dari 4,7 juta Muslim tersebut, separuh lebih didominasi oleh Muslim asal Turki. Sisanya dari negara-negara Timur Tengah dan Kurdi serta sedikit dari Asia. Perkembangan positif pun dirasakan dengan terus bertambahnya jumlah muallaf dan masjid di berbagai kota.

Namun, seiring dengan kondisi menggembirakan tersebut, sebagian kelompok pribumi merasa terusik terhadap keberadaan Islam. Mereka pun membentuk berbagai gerakan anti-Islam, salah satunya yang dikenal dengan Patriotische Europäer gegen die Islamisierung des Abendlandes (PEGIDA) pada 2014 di Dresden, Jerman bagian Timur. Tidak dipungkiri, perkembangan gerakan anti-Islam tersebut secara global juga dipengaruhi oleh kenaikan tren Islamophobia di negara-negara dengan penduduk minoritas Muslim.

Perjalanan Muhammadiyah Jerman

Realitas di atas adalah tantangan Muhammadiyah di Jerman yang mencoba mensyiarkan Islam yang damai. Selama satu dasawarsa ini, gerakan Muhammadiyah di Jerman relatif masih terbatas. Di awal berdirinya, Muhammadiyah Jerman masih berpusat di Münster dengan jumlah pimpinan yang belum menyebar ke berbagai kota. Beberapa tahun kemudian terjadi kevakuman. Pada 2013, ketika sejumlah kader dan warga Muhammadiyah berdatangan ke berbagai kota di Jerman untuk tujuan studi, Muhammadiyah Jerman hidup lagi.

Dua tahun belakangan, Muhammadiyah Jerman meluaskan sayapnya dari “PCIM Jerman” menjadi “PCIM Jerman Raya”. Artinya, luas wilayah dakwahnya tidak hanya mencakup negara Jerman, tetapi negara-negara yang berbahasa Jerman, atau negara tetangga yang sebagian warganya menggunakan bahasa Jerman: seperti Austria, Belgia, Swiss, Luxemburg, Polandia, dan Liechtenstein. Ada dua alasan yang mendasari perubahan ini. Pertama, belum berdirinya PCIM di negara-negara tersebut. Kedua, merangkul kader dan warga Muhammadiyah di negara-negara tersebut untuk bergabung di PCIM. Harapannya, jika kondisi Muhammadiyah di negara-negara tersebut telah stabil, maka PCIM dapat dibentuk di kemudian hari.

Tapak Suci (Foto Dok SM)

Hingga saat ini, Muhammadiyah Jerman memiliki beberapa kegiatan unggulan, antara lain “Pengajian Online Uni-Eropa” (PENNA) bekerjasama dengan Radio PPIDunia dan Radio Muhammadiyah, kajian rutin bulanan bersama komunitas Muslim lainnya di Berlin, forum ukhuwah kebangsaan bersama berbagai elemen Muslim Indonesia di Jerman, pengajian yang dihadiri oleh tokoh-tokoh Indonesia serta Gerakan Infaq Satu Euro (GIRO, program penghimpunan dana sosial yang disalurkan untuk bantuan kemanusiaan yang dikelola LazisMu Jerman). Dengan adanya LazisMu Jerman, diharapkan jiwa kedermawanan warga Jerman dapat tersalurkan ke negara-negara yang terkena konflik atau bencana.

Sejumlah kerjasama eksternal pun telah dilakukan, di antaranya dengan KBRI dan KJRI di negaranegara yang menjadi cakupan PCIM Jerman Raya, serta dengan komunitas Muslim setempat dalam berbagai kegiatan seperti Forkom Jerman, IWKZ e.V., IGM e.V., Muslim Ruhr, PCINU Jerman, dan komunitas Muslim Eropa pada umumnya. Kegiatankegiatan tersebut disosialisasikan melalui website www.jerman-raya. muhammadiyah.or.id, channel youtube, fanpage facebook, akun twitter, dan akun instagram.

Bahkan, jauh sebelumnya, Tapak Suci Jerman di bawah binaan pendekar Joko Suseno telah eksis di Jerman. Sejak akhir 1990-an, Tapak Suci menjadi salah satu jalur masuknya dakwah Islam secara kultural di kalangan warga lokal Jerman. Saat ini, Tapak Suci Jerman berpusat di Bonn/Köln. Mayoritas anggotanya adalah warga lokal Jerman dari anak-anak hingga dewasa. Berbagai kegiatan berskala nasional dan internasional pun telah diikuti oleh Tapak Suci Jerman. Dengan Tapak Suci, budaya Indonesia pun dapat dikenali oleh warga setempat. Tak jarang, mereka tertarik mempelajari bahasa Indonesia.

Tantangan dan Agenda ke Depan

Setelah satu dasawarsa, selain memikirkan pentingnya kaderisasi, Muhammadiyah Jerman sudah saatnya turut berpartisipasi dalam meminimalisir terjadinya konflik a g a m a . Muhammadiyah , di mana pun berada, harus mampu menunjukkan bahwa Islam adalah agama damai dan penuh cinta. Ini penting untuk mengurangi menguatnya gerakan anti-Islam atau Islamophobia di Eropa.

Secara internal, Muhammadiyah akan melakukan penjaringan dan rekruitmen anggota, terutama dari kalangan mukimin (warga menetap) dan menjadikan Muhammadiyah Jerman sebagai Verein (organisasi resmi terdaftar di Jerman), sehingga dapat dengan mudah melakukan kegiatan-kegiatan eksternal. Sementara agenda eksternal yang bisa dilakukan ke depan adalah menggandeng berbagai institusi pemerintah Jerman dalam bentuk kerjasama, baik di ranah akademik atau bentuk lain yang mampu menjadikan Islam dan Indonesia sebagai mitra Pemerintah Jerman.

Akhirnya, Alles Gute zum ein Jahrzehnt Geburtstag für Muhammadiyah Deutschland, selamat milad satu dasawarsa Muhammadiyah Jerman!

Ridho Al-Hamdi, Ketua PCIM Jerman Raya, Doktor Ilmu Politik di Universitas TU Dortmund, Jerman

Artikel Ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 4 Tahun 2017

Exit mobile version