Merawat dan Mengembangkan Amal Usaha Muhammadiyah
Prof Dr H Haedar Nashir, MSi
Di antara kekuatan Muhammadiyah hingga bertahan satu abad lebih ialah karena memiliki amal usaha. Muhammadiyah lahir tidak jauh berbeda dengan Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Jamiatul Khair, dan organisasi kebangkitan nasional lainnya yang ketika awal menjadi kekuatan pergerakan bersamasama membangun kesadaran Indonesia merdeka. Namun kini semumlah gerakan kemasyarakatan itu tinggal kenangan, karena tak mampu bertahan menjawab tantangan zaman yang sangat dinamis. Sementara Muhammadiyah alhamdulillah makin lama kian berkembang. Hal itu antara lain karena topangan amal usahanya di bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, ekonomi, dan amal usaha lainnya.
Sungguh tidak dapat dibayangkan kalau Muhammadiyah tanpa amal usaha, boleh jadi sekadar organisasi wacana belaka. Tanpa bermaksud mengesampingkan aspek lain, kehadiran amal usaha Muhammadiyah memberikan kekuatan yang nyata dan strategis bagi gerakan Islam ini. Muhammadiyah menjadi membumi berkat amal usaha, yakni berpijak di atas realitas untuk memberi jawaban atas persoalanpersoalan kehidupan umat dan bangsa. Melalui amal usaha, Muhammadiyah menjadi kekuatan yang mandiri dan tidak tergantung kepada pihak lain, kecuali sebatas relasi dan kerjasama dalam posisi setara demi membangun kebaikan bersama. Pihak lain baik nasional maupun internasional mau menjalin kerjasama karena nama besar dan kepercayaan Muhammadiyah.
Bagi umat Islam Indonesia khususnya dan masyarakat pada umumnya kehadiran gerakan Islam yang mengusung amal usaha konkret sungguh diperlukan mengingat dalam banyak bidang kehidupan masih tertinggal. Dibutuhkan gerakan dakwah bil-hal memajukan kehidupan umat dan bangsa secara nyata, bukan hanya di atas kertas. Islam dan dakwah Islam tidak cukup hanya berhenti di teori dan lisan, tetapi harus mewujud dalam tindakan yang membumi. Apalah artinya menggebu-gebu penuh gelora bicara tentang Islam dan isu-isu besar nasional maupun global manakala tanpa kerja-kerja amaliah yang memberi kemanfaatan nyata bagi kemajuan umat, bangsa, dan kemanusiaan universal.
Kedudukan Amal Usaha Muhammadiyah
Amal usaha adalah wujud usaha Muhammadiyah yang terlembaga. Amal usaha mensenyawakan unsur “amal” dan “usaha”. Kata “amal” (al-’aml) mengandung makna perbuatan atau tindakan yang memiliki sifat dan orientasi pada kebaikan, yang dilakukan dengan ikhlas Lillahi Ta’ala. Dalam persepsi yang sama, amal sering disatukan atau disamakan dengan amal shalih, yakni amal yang jernih seperti mata air, yang mengandung serba kebaikan. Amal yang serba baik itu harus terus diusahakan secara sungguh-sungguh, sehingga menjadi suatu usaha yang tersistem atau melembaga dengan segala patokan dan kemestiannya. Dengan dua pengertian yang mendasar itulah maka lahirkan konsep amal usaha Muhammadiyah yang memiliki dua dimensi yang menyatu yaitu bersifat “duniawi dan ukhrawi”, “ujrah wal ajrah” (konpensasi dan pahala), “profit dan nirlaba”, serta “profesional dan ideologis”.
Orientasi pada amal dan usaha bagi Muhammadiyah merupakan bagian integral dari spirit dan kepribadian ge rakannya. Muhammadiyah di manapun hadir melahirkan amal usaha, yang memberi manfaat bagi kemajuan masyarakat. Jika terdapat anggapan bahwa Muhammadiyah menjadi rutin dan mandeg karena sibuk mengurus amal usaha, tentu pendapat tersebut cenderung bias. Kemandegan itu tidak linier karena satu sebab, seringkali karena banyak faktor. Amal usaha Muhammadiyah justru menjadi faktor dinamis bagi Muhammadiyah dalam memacu dirinya untuk maju dan memberikan kontribusi nyata bagi kepentingan masyarakat luas. Apalah artinya Muhammadiyah tanpa amal usaha, boleh jadi Muhammadiyah sekadar berada di menara gading dan menjadi organisasi pemikiran belaka.
Dalam perspektif ajaran, Islam menjadi nyata karena amaliah dan tidak ada bentuk aktualisasi lain dari Islam kecuali dalam amal. Trilogi Islam ialah iman, ilmu, dan amal. Islam sebagai ajaran sangat menjunjung tinggi amal (perbuat an) yang sering disandingkan dengan iman. Terdapat 360 kata tentang ”amal” dalam berbagai bentukan kata dalam Al-Qur’an, yang menggambarkan betapa Tuhan meletakkan konsep amal sedemikian penting. Nabi Muhammad bersama kaum muslimin dalam mengemban risalah Islam diwujudkan dalam membangun masyarakat di bidang akidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalah dunyawiyah sehingga selama 23 tahun lahirlah peradaban Islami yang dikenal Al-Madinah Al-Munawwarah, kota peradaban yang cerah dan mencerahkan.
Konsep amal dalam Islam berdimensi luas, baik yang bersifat material maupun spiritual, duniawi maupun ukhrawi. Amal terkait dengan fungsi ibadah dan kekhalifahan manusia di muka bumi. Amal terkait dengan perbuatan manusia, jika baik maka hasilnya baik, sebaliknya jika buruk akan menuai keburukannya. Amal terkait dengan kerja atau ikhtiar, selain do’a. Amal terkait dengan pahala, baik pahala di dunia (ujrah) maupun di akhirat (ajrah). Amal (amal shalih) disertai iman, bahkan terkait dengan corak kehidupan (hayatan thayyiban) di dunia dan pahala kebaikan untuk masuk surga di akhirat. Karena itu amal dalam Islam harus dibingkai dengan keshalihan, sehingga menjadi amal shalih, sekaligus direlasikan dengan iman.
Amal usaha dalam Muhammadiyah terkait dengan tujuan (visi ideal) dan misi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Adapun misi ideal Muhammadiyah (1) Menegakkan keyakinan tauhid yang murni; (2) Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber kepada Al Qur’an dan As-Sunnah; dan (3) Mewujudkan amal Islami dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat (PP Muhammadiyah, 2007). Artinya, amal usaha dan usahausaha yang dilakukan Muhammadiyah tidak boleh lepas dari idealisme awal Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, sehingga amal usaha dan usaha-usaha yang dilakukan itu tidak bersifat praktis apalagi pragmatis yang mengejar kegunaan semata tetapi kehilangan misi, makna, dan jiwa dakwah Muhammadiyah.
Muhammadiyah melalui gerakan amaliahnya tanpa harus mendengung-dengungkannya secara formalitas, se bagaimana tesis Dr Alwi Shihab, sesungguhnya gerakan Islam ini telah menjadi kekuatan pembendung arus Kristenisasi di Indonesia. Muhammadiyah bahkan lebih jauh secara kompetitif dan objektif telah menjadi kekuatan penyangga umat Islam dan masyarakat Indonesia sehingga memiliki daya tahan sebagai kekuatan masayarakat Madaniyah atau civil society yang otonom, demokratis, dan bermoral utama. Muhammadiyah tanpa dibesar-besarkan sesungguhnya telah menampilkan diri sebagai kekuatan Civil Islam yang terorganisasi, yang kadang luput dari sorotan sebagian peneliti asing dalam membaca arah dan langkah gerakan Islam modernis ini.
Pengembangan Amal Usaha
Muhammadiyah dalam usianya satu abad lebih telah merintis dan mengembangkan amal usaha yang cukup besar dan sukses. Muhammadiyah saat ini memiliki berbagai amal usaha yang tersebar di seluruh Indonesia. Tahun 2011 tercatat 172 perguruan tinggi, 1143 SMA/SMK/MA, 1772 SM/ MTs, 2604 SD/MI, 7623 TK ABA, 6723 PAUD, 71 SLB, 82 pondok pesantren, 457 Rumah Sakit dan Rumah Bersalin, 318 Panti Asuhan, 82 Panti Berkebutuhan Khusus, 54 Panti Jompo, 437 BMT, 762 BPRS, 25 penerbitan, dan berbagai amal usaha lainnya sebagai kiprah nyata Muhammadiyah untuk bangsa (Republika, 2011: 5).
Jumlah Perguruan Tinggi Muhammadiyah menurut Majelis Pendidikan Tinggi PP Muhammadiyah sampai tahun 2014 bertambah menjadi 176, terdapat 9 Fakultas Kedokteran. Perkembangan amal usaha tersebut sepenuhnya lahir dari kemandirian Muhammadiyah, yang dikelola secara profesional dan perjuangan yang dirintis dari bawah, sehingga tidak bersifat instan.
Karenanya amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, dan usaha-usaha lainnya yang bersifat melembaga dan kini menyebarluas di seluruh tanah air harus terus didinamisasi agar semakin berkembang baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Kini yang diperlukan alah mendinamisasikan amal usaha Muhammadiyah secara lebih progresif. Pertama, pada aspek kualitas harus terus dikembangkan secara luas dan merata sehingga memiliki keunggulan yang tinggi, serta semakin memberi kemanfaatan besar bagi hajat hidup masyarakat luas.
Kedua, amal usaha baru yang bersifat umum (semua aspek) maupun khusus (bisnis, ekonomi) harus dirintis sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan, sehingga gerakan Islam ini benar-benar maju dan unggul dalam amal-amal pembaruan menuju kemajuan kehidupan umat dan masyarakat luas. Ketiga, gerakan amal usaha juga penting untuk didorong dengan perspektif pencerahan, yakni yang berorientasi pada pembebasan, pemberdayaan, dan pemajuan agar tidak berhenti di aras karitatif belaka.
Khusus dalam hal amal usaha di bidang bisnis sangat penting untuk digarap secara serius oleh Muhammadiyah lima tahun ke depan. Apakah amal usaha bisnis atau ekonomi tersebut bersinergi dengan amal usaha yang telah ada maupun yang terpisah, tentu bervariasi sesuai dengan strategi dan bersifat altenatif. Dengan amal usaha ekonomi yang digarap secara benar dan profesional maka akan menjadi kekuatan sumber usaha dan sumber dana yang kuat bagi Muhammadiyah ke depan layaknya korporasi besar, sehingga gerakan Islam ini kian mandiri dan tidak akan tergantung pada pihak lain. Semua itu harus ditempuh secara tersistem dan dilakukan terus menerus, bukan suatu langkah instan dalam koridor sistem Persyarikatan.
Penting untuk dicatat, bahwa tidak mudah mendirikan amal usaha, lebih-lebih untuk menjadikannya besar dan berkembang maju. Banyak pihak fasih manakala berwacana, tetapi ketika harus berbuat mengembangkan amal usaha kepiawaiannya dalam berpikir atau berteori tidak berkorelasi. Pemikiran dan wacana itu sangat penting, tetapi ada tempatnya sendiri, tanpa harus menegasikan amal atau amal usaha. Pemikiran atau teori bahkan harus mengubah keadaan kehidupan umat atau masyarakat menuju kemajuan. Pemikiran dan teori bahkan harus membumi sebagaimana etos Al-Ma’un yang dipraktikkan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan seratus tahun yang silam.
Karenanya rawat, pelihara, dan tumbuh-kembangkanlah amal usaha Muhammadiyah yang sangat penting dan strategis ini. Amal usaha jangan disia-siakan, apalagi menjadi ajang rebutan dan konflik. Hargai orang-orang yang bekerja baik dan sukses memajukan amal usaha. Sebaliknya kalau ada yang trouble-maker (membuat ulah negatif) harus disadarkan dan manakala sudah tidak bisa maka tegakkan aturan sistem.
Sungguh tidak bertanggungjawab dan dalam konteks kemaslahatan perjuangan umat tentu berdosa manakala amal usaha menjadi sumber masalah yang membuat pertentangan dan fitnah di tubuh Persyarikatan. Maka, mereka yang diberi amanat memimpin dan mengelola amal usaha haruslah terpercaya, profesional, dan menjalankannya dengan berdiri tegak di atas ketentuan dan prinsip Muhammadiyah. Demikan halnya, para Pimpinan Persyarikatan di semua tingkatan sesuai kewenangannya secara kolektif-kolegial juga harus mampu memimpin, membina, mengawasi, mengayomi, dan memajukannya dengan pertanggungajwaban yang penuh teladan, amanah, cerdas, tegas, dan bijaksana!
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 8 Tahun 2015