YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Menjelang berakhirnya tahun politik 2019 dan sekaligus sebagai ekspresi serta tanggung jawab salah satu Ormas Islam terebesar di Indonesia, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah merasa perlu memberikan catatan kritis terhadap roda pemerintahan yang tidak sedang dalam kondisi baik, namun sebaliknya.
Hal tersebut mengemuka dalam Diskusi Akhir Tahun bertajuk “Catatan Kritis Ekonomi, Sosial, Politik dan Hukum Tahun 2019” di Gedung Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Yogyakarta, Senin (30/12). Agenda merupakan bentuk keprihatinan nasional terhadap situasi darurat demokrasi di Indonesia. Pidato Kunci disampaikan oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah M Busyro Muqoddas.
Menurutnya perjalanan politik kenegaraan pada tahun 2019 ini disinyalir tidak lepas dari praktek oligarki politik yang sudah berlangsung sejak tahun 2004. Hal ini ditandai dengan dua periode kepresiden yang berbeda. Produk dari itu semua adalah upaya untuk mengawetkan dan mengamankan kekuasaan bagi kelompok elit di pemerintahan.
Adapun dampak lanjutan yang terjadi adalah munculnya struktur birokrasi yang diwarnai oleh neo-nepotisme, mengabaikan prinsip meritokrasi, dan pengaruh profesionalitas yang berbasis pada track record keunggulan integritas. Selain itu, penundukan subtansi hukum demi pengamanan oligarki politik melalui undang-undang pemilu juga terus dilakukan oleh pemegang kendali kekuasaan.
Munculnya demokrasi liberal transaksional juga memberikan pengaruh kepada kebijakan publik baik dari skala daerah hingga nasional. Tersumbatnya demokratisasi sehingga kader-kader terbaik di setiap daerah tidak bisa berkompetisi secara sehat. Rapuhnya moralitas penegak hukum yang menyebabkan terjadinya korupsi dalam skala masif, terstruktur, dan sistemik yang tidak kunjung hilang dapat memperparah runtuhnya bangunan demokrasi di Indonesia.
Melihat kondisi yang sedemikian darurat dibutuhkan rasa optimisme untuk menyelamatkan demokrasi yang telah dicita-citakan oleh para pendiri bangsa. Sikap kritis, etis dan kontruktif diharapakan dapat menjadi komitmen segenap warga negara untuk melawan segala ketidakadilan.
Busyro menyerukan kepada Pemerintah dan DPR untuk segera mungkin. Pertama, segera mengembalikan kedaulatan rakyat yang sesuai dengan pembukaan UUD 1945 dengan merumuskan kembali politik legislasi yang mencerminkan demokrasi, ekonomi, politik, dan penegakan hukum yang adil, jujur serta penuh keterbukaan.
Kedua, melakukan langkah kenegaraan yang mencerminkan kesyukuran bahwa bangsa ini berdiri melalui pengorbanan penuh kejujuran dari para pendahulu. Ketiga, menjauhkan langkah-langkah atau kebijakan yang dapat memperluas kesenjangan ekonomi. Dan keempat, menyeru serta mengajak kepada seluruh elemen masyarakat sipil untuk bersama-sama solid menjaga demokrasi, sebagai fungsi kontrol pemerintahan. “Dengan terselenggaranya diskusi ini mudah-mudahan dapat meningkatkan daya kritis kita semua terhadap kondisi yang sedang terjadi,” tutupnya. (Diko/Riz)