YANGON, Suara Muhammadiyah – Setelah menempuh perjalanan jauh melalui darat dari berbagai distrik di Rakhine State para Pemuda dan pemudi Muslim dan Budha sampai di Sittwe, ibu kota Rakhine State. Dari Sittwe sebanyak empat puluh tokoh muda dari dua agama ini melanjutkan perjalanan dengan pesawat terbang menuju Yangon, mantan ibu kota Myanmar.
Mereka menghadiri acara workshop dan pelatihan tentang pluralisme dan kohesi sosial selama tiga hari yang digelar atas kerjasama MuhammadiyahAID dan Center for Social Integrity (CSI) serta didukung oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia Yangon, Selasa (17/12). Tujuan utama dari program ini adalah merekatkan kembali hubungan sosial dan keagamaan dua pemeluk agama yang terkoyak oleh konflik dan mereka masih tetap tinggal di Provinsi Rakhine.
“Tentu sebuah upaya yang tidak mudah untuk menciptakan perdamaian diantara mereka, namun setiap usaha kecil perlu tetap dijalankan demi tersemainya benih-benih perdamaian abadi,” tutur Acting Coordinator Muhammadiyah Aid, Dr Wachid Ridwan.
Menurutnya dunia saat ini menghadapi tantangan besar untuk menciptakan perdamaian. Kekuatan dunia dimasa lalu adalah kekuatan yang tidak seimbang yang hanya diwakili oleh blok Barat dan blok Timur. Namun, dunia saat ini tidak hanya dikuasai oleh dua blok berbeda arah tersebut tetapi bahkan menghadapi kekuatan yang tidak seimbang dari berbagai arah. “Sebagai orang biasa yang bergerak dalam skala kecil pencipta perdamaian, kita tentu tidak boleh putus asa untuk terus bergerak maju menciptakan ruang perdamaian di mana saja dan kapan saja,” tambah Wachid.
MuhammadiyahAid bangga bekerjasama dengan CSI (Pusat Integritas Sosial) yang berkantor pusat di Yangon untuk membentuk persaudaraan yang baik yang telah ada selama bertahun-tahun tetapi telah terputus karena konflik sosial. Tentu saja kami sangat prihatin dengan konflik yang telah terjadi tetapi kami harus kembali untuk mencintai dan mencintai setiap orang percaya dari dua agama suci yaitu Islam dan Budha. MuhammadiyahAid dan CSI bergandengan tangan ketika para pengikut muda yang cerdas dari kedua agama ini membangun iman mereka untuk masa depan yang indah dan damai.
Sebagai pembicara utama pada workshop dan pelatihan adalah Ketua Muhammadiyah bidang luar negeri, Prof Syafiq A Mughni yang menekankan pembangunan budaya damai (peace culture) oleh setiap insan yang mencintai hidup damai terutama bagi mereka yang pernah terkoyak dalam konflik.
Budaya damai adalah prasyarat mutlak demi tercipatanya kehidupan yang harmoni. Bibit budaya damai seperti pluralisme dan kohesi sosial mengandung nilai-nilai luhur yang harus terus menerus perlu ditebarkan kepada kaum muda. Dari prakarsa kaum muda ini pula harapan masa depan dunia yang lebih baik akan terwujud.
Sementara Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Prof Dr Iza Fadri dalam sambutannya menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia melalui Kedutaannya di Yangon berterima kasih kepada Muhammadiyah untuk turut dalam memberikan solusi konflik yang telah berkepanjangan di Rakhine State. Pemerintah Indonesia sangat aktif dalam membantu pemerintah Myanmar dalam setiap upaya perdamaian yang ditempuh dalam upaya resolusi konflik.
“Dari bekas ibu kota Burma, Yangon ini, hari ini, dan untuk masa depan kita semua berkomitmen untuk terus berjuang dan mempertahankan makna perdamaian di hati kita dan kemudian memancarkannya dalam tindakan untuk diri kita sendiri, teman-teman kita, orang tua kita, tetangga kita, lingkungan kita, para pemimpin negara kita, dan kepada dunia bahwa kita menginginkan perdamaian,” ungkap Koordinator MuhammadiyahAID. (Riz)