Pertanyaan:
Assalamu’alaikum w.w. Ada seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) bertanya, ketika suaminya meninggal dunia – yang juga merupakan seorang PNS – ia meninggalkan harta gono-gini. Tetapi yang menjadi permasalahan, bagaimana pembagian gaji pensiun yang meninggal dunia? Apakah dibagi sesuai dengan aturan? Mohon penjelasan, terima kasih.
Nur Rahman, Kalinyamatan, Jepara (disidangkan pada hari Jum’at, 24 Zulkaidah 1435 H / 19 September 2014)
Jawaban:
Wa’alaikumussalam w.w. Saudara Nur Rahman yang terhormat, kami mengucapkan terima kasih atas pertanyaan yang telah saudara ajukan. Sebelum menjawab pertanyaan saudara, perlu kami sampaikan bahwa harta gono-gini atau disebut juga harta bersama dan gaji pensiun ini merupakan hal baru yang tidak terdapat dalam fikih klasik. Oleh sebab itu, diperlukan ijtihad untuk menyelesaikan hal-hal yang terkait dengannya. Di Indonesia, telah ada beberapa peraturan yang menjelaskan tentang harta gono-gini atau harta bersama dan gaji pensiun tersebut, yaitu:
Undang-Undang Hukum Perdata, Buku Kesatu Bab VI Pasal 119; Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami isteri.
Kompilasi Hukum Islam, Buku 1 Bab XIII Pasal 96 (1); Apabila terjadi cerai mati, maka separoh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai, Pasal 1; Pensiun-pegawai dan pensiun-janda/duda menurut Undang-Undang ini diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas jasajasa pegawai negeri selama bertahun-tahun bekerja dalam dinas Pemerintah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1969 Pasal 16 tentang hak atas pensiun janda/duda;
(1) Apabila Pegawai Negeri atau penerima pensiun-pegawai meninggal dunia, maka isteri (isteri-isteri)-nya untuk Pegawai Negeri pria atau suaminya untuk Pegawai Negeri wanita, yang sebelumnya telah terdaftar-pada Kantor Urusan Pegawai, berhak menerima pensiun-janda atau pensiun-duda.
(2) Apabila Pegawai Negeri atau penerima pensiun-pegawai yang beristeri/bersuami meninggal dunia, sedangkan tidak ada isteri/suami yang terdaftar sebagai yang berhak menerima pensiun-janda/duda, maka dengan menyimpang dari ketentuan pada ayat (1) pasal ini, pensiun-janda/duda diberikan kepada isteri/suami yang ada pada waktu itu meninggal dunia. Dalam hal Pegawai Negeri atau penerima pensiun-pegawai pria termaksud di atas beristeri lebih dari seorang, maka pensiun-janda diberikan kepada isteri yang ada waktu paling lama dan tidak terputus-putus dinikahnya.
Berdasarkan keterangan dan aturan perundangan di atas, dapat disimpulkan bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan, dan inilah yang menjadi harta gono-gini, separuh menjadi hak suami dan separuh menjadi hak istri. Sedangkan gaji pensiun suami yang telah meninggal dunia menjadi hak isteri karena bukan harta yang diperoleh dalam masa perkawinan, melainkan setelah suami meninggal dunia dan salah satu fungsinya memang untuk santunan isteri/janda.
Wallahu a‘lam bish-shawab
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Artikel Ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 8 Tahun 2015