YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Yunahar Ilyas, merupakan sosok ulama yang langka telah kembali kepangkuan Yang Maha Kuasa. Di RS. Sardjito almarhum menghembuskan nafas terakhirnya Kamis (2/1) pukul 23.47 WIB.
Dari RS Sardjito jenazah dibawa ke kantor PP Muhammadiyah Cik di Tiro, setelah itu dilanjutkan ke Masjid Gedhe Kauman untuk dishalatkan seusai shalat Jum’at. Sebelum dibawa kepemakaman, Haedar Nashir memimpin upacara singkat. Haedar Nashir mengatakan turut berbelasungkawa atas wafatnya Yunahar Ilyas tadi malam.
“Ustad Yunahar Ilyas meninggalkan istri tercinta (Liswarni Syahrial) dan empat orang anak, yang pertama Syamila Azhariya Nahar yang telah mendahului meninggal ketika menjadi siswi di Muallimat Muhammadiyah, kedua ananda Faiza Husnayeni Nahar, ketiga ananda Muhammad Hasnan Nahar, dan terakhir ananda Ihda Rufaida Nahar,” ungkap Haedar di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Jum’at (3/1).
Tentu keluarga sangat kehilangan. Keluarga dari RS PKU Muhammadiyah dan RS Sardjito, telah berusaha sekuat tenaga dan semaksimal mungkin untuk kesembuhan beliau.
“Ustad Yunahar, yang kerap disapa ‘Buya’ sudah sakit sejak setelah Idul Fitri dan salam dua bulan terakhir. Pada suatu kesempatan, beliau selalu menyampaikan bahwa ajal ketika datang tidak ada yang tahu menjempai siapa. Untuk itu kami dari keluarga besar Muhammadiyah sepenuhnya ikhlas sabar dan tawakal melepas Ustad Yunahar Ilyas untuk menghadap Allah SWT dan dengan iringan doa semoga beliau husnul khatimah dan diterima di sisi-Nya,” ujar Haedar.
Haedar mengatakan bahwa Ustad Yunahar Ilyas merupakan sosok ulama yang langka. Dengan ilmu keislamannya yang mendalam dan luas terlebih dengan ilmu tafsirnya. Dalam memahami tafsir, beliau tidak hanya terpaku pada tekstual ayat dan hadis, namun melalui pendekatan irfani dan burhani yang menjadi keluasan dan kedalaman tafsirnya dapat menjadi obor untuk memahami Islam, selain wasathiyah juga rahmatan lil ‘alaman. Tidak hanya sikap ke-ulama-annya, sikap indah dan akhlak yang dipraktekkan beliau membuatnya bersinar dalam kesehariannya. “Sejak tahun 1966, saya sudah bersama beliau, dan beliau selalu berhati-hati dalam bertindak, hal itu yang membuat akhlaknya diterima di seluruh masyarakat dari kalangan Muhammadiyah juga nusa dan bangsa,” ungkap Haedar.
Din Syamsuddin juga mengatakan, selama berkhidmat di MUI, almarhum sebagai seorang ulama yang kita ketahui selalu piawai dalam menjaga akhlaknya selalu ikut dan aktif dalam kegiatan umat Islam. Kader-kader “Muhammadiyah, umat Islam dan Indonesia sangat kehilangan juga sangat membutuhkan sosok ulama-ulama yang menjadi uswatun hasanah. Semoga dengan perginya satu ulama (alm. Yunahar -red) dapat melahirkan ulama seperti Yunahar lagi. Semoga sakitnya beliau selama ini, dapat menggugurkan dosa-dosa beliau,” ujar Din. (Rahel/Riz)