Oleh: Faiza Husnayeni Nahar
(Putri kedua almarhum Buya Yunahar Ilyas)
Kalau ditanya “Kesan dan Pesan apa yang paling diingat tentang Buya Yunahar Ilyas?”, tak ada satupun memori yang bisa langsung saya ingat. Karena selama ini, yang kami lakukan adalah percakapan antara Buya (bapak) dan anak perempuan pada umumnya. Banyak yang bilang: saya ini mirip sekali dengan Buya. Perempuan versi Buya. Ya bisa dibilang persentase Buya di karakter saya, banyak.
Untuk momen-momen ketika Buya sakit yang saya ingat betul adalah ketika Buya harus rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta karena kreatin tinggi ketika H+2 Lebaran 2019. Rasanya hancur hati saya sebagai anak, tidak bisa berada di samping Buya, karena saya mudik ke rumah mertua. Terlebih lagi ketika tahu Buya harus cuci darah. Alhamdulillah diberi penjelasan bahwa cuci darah bukanlah sesuatu yang tabu dan adik-adik saya juga menenangkan saya bahwa mereka bisa menjaga Buya, “Udah, Mba Fa di Bengkulu aja. Mbak kan baru sebentar di sana, kumpul keluarga Abang saja dulu,” ujar Ihda, adik saya yang paling bungsu.
Setelah itu proses cuci darah kami lalui dengan ikhlas dan semangat untuk memotivasi Buya. Selama proses cuci darah, Buya gak boleh gerak banyak selama 4 jam. Sedangkan Buya gak bisa kalau gak beraktifitas, sampai sering bilang, “Kalau lama begini bisa Buya pake buat rapat”. Bahkan sering berimajinasi kalau nanti rapat, posisinya seperti ini (sambil memainkan telunjuk jarinya), “Buya di tengah dan nanti tim yang rapat akan mengelilingi Buya”. Alhamdulillah hal tersebut tidak terlaksana juga. Karena Buya harus maksimal menjaga kesehatan juga. Ya masak cuci darah sambil rapat. Geleng-geleng kepala saya kalau ingat celetukan Buya.
Eh tapi saya sempat ingat, ketika rombongan UAD datang, mereka menjelaskan mengenai Rumah Sakit UAD. Menurut saya pose-nya mirip sekali dengan format rapat yang Buya sampaikan sebelumnya. Tidak lama, namun saya gak ingat berapa persis menitnya. Apakah ini bisa dibilang rapat? Kegiatan selama cuci darah yang saya ingat selalu adalah saya ditugaskan membeli makan di RM Padang Duta Minang deket PKU Kota Jogja. Bahkan Buya selalu bilang, “Faiza numpang makan di sini, tapi gak apa apa, senang lihat Faiza banyak makan,” canda Buya.
Kesukaan Buya adalah nasi, ayam goreng paha atas, perkedel dan tempe tanpa kuah dan cabai. Kalau gak habis, Umi yang akan menghabiskannya. Kalau menu saya tentu jangan ditanya. Menu-menu favorit orang-orang pada umumnya.
Tugas saya selanjutnya adalah pijat. Buya suka sekali dipijat sampai tertidur. Jadi kalau saya datang, Buya langsung bilang, “Wah tukang pijat Buya sudah datang”. Namun karena cuci darah, jadi pijatnya gak boleh terlalu kuat. Asalkan Buya bisa tertidur dan nyaman itu sudah cukup. Selain itu, jika kuku kaki Buya sudah panjang, biasanya saya langsung beraksi melakukan pedicure ala ala salon. Karena kuku Buya spesial sekali. Sangat keras karena hobi make sepatu vantofel, jadi kaki dan kuku terbentuk bagus.
Selama proses cuci darah, saya usahakan sekali harus datang. Kalaupun tidak bisa, kadang-kadang saya merasa bersalah. Karena Umi harus turun beli nasi. Sedangkan Buya butuh Umi di sampingnya. Alhamdulillah kelas kuliah pagi bisa ditangani dengan baik. Mahasiswa sangat mengerti kondisi dosennya. Subhanallah.
Dan momen ketika cuci darah yang saya ingat adalah finger print. I dont know why, tapi alat finger print gak bisa deteksi jari tangan Buya. Sampai petugas harus ke ruangan lantai atas untuk menyiapkan alat tersebut. Pernah 30 menit tidak bisa mendeteksi. Akhirnya menyerah juga. Sampai sering terulang. Saya sampai hapal, petugas bawa leptop dan alat scan finger. Nanti kabel leptop dicolok di ruangan dekat Buya. Tangan Buya ditap sampai bisa. Semua jari dicoba juga. Perjuangan luar biasa untuk dokumentasi BPJS.
Beberapa lama Buya menjalani proses cuci darah. Terdapat efek samping yang Buya rasakan, yaitu rasa gatal yang sangat dahsyat. Hampir seluruh tubuh Buya berasa gatal. Ternyata Buya alergi dengan salah satu komposisi di dalam proses cuci darah. Hal tersebut yang membuat Buya menyatakan mantap ingin melakukan transplantansi ginjal. “Ingin sembuh dari gatal, tidak cuci darah, bisa beraktifitas tanpa harus ke RS 2x seminggu, syukur-syukur bisa ikut muktamar (Muhammadiyah) tahun depan,” ucap Buya.
Allahummagfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu’anhu. Amin… (ed: rbs)
Baca juga:
Ulama Langka, Kesan Haedar Nashir tentang Buya Yunahar Ilyas