BOGOR, Suara Muhammadiyah – Relawan Muhammadiyah yang bertugas untuk respon bencana banjir dan longsor di Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor berhasil menembus Kampung Sarongge, Desa Cisarua yang merupakan kampung paling terisolir akibat bencana tersebut pada hari Ahad (5/1/).
Keberhasilan menembus kampung Sarongge itu terlaksana dalam rangkaian assesment keadaaan lapangan di lokasi-lokasi terdampak banjir longsor yang cukup parah dan terisolir. Lokasi sasaran asesmen selain Kampung Sarongge, yaitu Kampung Leuwijamang dan Kampung Pojok. Pelaksana asesmen berjumlah 6 orang, masing-masing berasal dari MDMC PP Muhammadiyah, MDMC Kabupaten Bogor, dan MDMC DIY.
Untuk menuju Kampung Sarongge tim relawan harus menempuh perjalanan panjang dan sangat berliku sejauh sekitar 28 km dari Pos Pelayanan (Posyan) Muhammadiyah untuk tanggap bencana longsor di Kampung Parigi, Desa Harkat Jaya, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor.
Sebagai gambaran panjang dan berlikunya jalur jalan yang dilalui dari Posyan Muhammadiyah menuju Balai Desa Harkat Jaya berjarak sekitar 1 km dari posyan masih bisa ditempuh dengan mobil. Beberapa puluh meter dari balai desa itu jalan terputus total 2 km.
Itu baru titik pertama tempat terjadinya longsor, masih ada sekitar 27 km jalan untuk sampai Sarongge. Sepanjang jalan menuju Sarongge itu dapat terlihat pemandangan punggung bukit yang sudah dan akan longsor, berupa rekahan-rekahan. Jumlahnya mungkin sampai ratusan.
Kampung Sarongge memang tidak terdampak secara langsung terkena longsor namun akses jalan satu-satunya menuju kampung-kampung terdekat di Desa Cisarua terputus total tertutup material longsor berupa lumpur dan pepohonan. Areal yang tertutup material longsor sepanjang sekitar 500 meter yang tersebar di beberapa bagian.
Untuk bisa keluar dari kampung, warga membuat jalur darurat di sela-sela material longsor yang hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Meskipun masih bisa dilalui dengan jalan kaki, tetapi risiko melewati jalur sangat tinggi karena kontur medan mempunyai kemiringan lebih dari 70 derajat dan berada di bibir jurang yang dalam.
Kondisi Kampung Leuwijamang
Sementara itu Kampung Leuwijamang adalah kampung yang terdampak paling parah di Desa Cisarua, letaknya sebelum kampung Sarongge. Di kampung ini ada 20 rumah terkena banjir dan longsor. Dari 20 rumah tersebut 17 rumah hilang tak berbekas, sementara untuk korban baik luka maupun meninggal dunia tidak ada.
Lokasi hilangnya ke-17 rumah tersebut adalah kawasan relokasi warga leuwijamang dari lokasi tinggal sebelumnya masih di kampung yang sama namun berpotensi longsor. Siapa sangka di tempat relokasi yang baru ditempati 3 tahun tersebut, warga justru tertimpa banjir dan longsor yang sebelumnya dihindari.
Untuk mencapai Kampung Leuwijamang membutuhkan perjuangan berat karena jalur jalan menuju ke sana terputus di tiga titik akibat longsor. Di titik pertama tebing di samping kanan jalan longsor menimpa bahu jalan sehingga menyebabkan bahu jalan tersebut ikut longsor dan hanya tersisa sedikit bagian saja yang bisa dilalui.
Di titik longsor kedua lebih parah lagi karena bahu jalan tertimpa longsor dari tebing di samping kanan dan amblas longsor semua, tanpa menyisakan sedikitpun bahu jalan. Untuk bisa menuju Leuwijamang dan Sarongge melalui jalur tersebut, warga terpaksa harus menuruni tebing dengan kemiringan sekitar 80 derajat dengan kondisi penuh lumpur.
Sedangkan titik longsor ketiga bahu jalan hanya tersisa kurang dari satu meter dan amblas ke jurang yang dalamnya puluhan meter serta sangat curam. Bahu jalan tersisa itu berlumpur dengan kedalaman bervariasi 5-50 cm.
Saat ini kebutuhan mendesak warga adalah bahan makanan pokok seperti beras, minyak goreng, ikan, roti, telur, daging, mie dan bumbu dapur. Bahan hunian seperti tenda terpal ukuran 4×6 maupun yang rol. Sarana penerangan berupa genset lampu emergency yang bisa di-charge dan peralatan masak seperti tabung gas, kompor, panci, wajan dan dandang. (Sapari/Riz)