Pada umumnya, kertas atau alas tulis yang digunakan untuk menyalin Al-Qur’an adalah kertas Eropa. Disebut demikian karena dibuat di Eropa dan dipasarkan di Nusantara. Pada umumnya, kertas Eropa diproduksi dari negara Belanda, Inggris, dan Italia. Bagaimana cara kita agar mudah mengenali kertas Eropa? Tentu, hal ini mudah kita ketahui, yaitu jika diterawang terdapat garis tebal (chain lines) berjarak sekitar 2,5 cm, dan garis tipis (laid lines) berjarak sekitar 1 mm. Secara fisik, kertas Eropa mirip dengan kertas merek Conqueror pada zaman sekarang. Berikut adalah contoh:
Kertas yang digunakan pada mushaf dari Langitan, Tuban, ini juga kertas Eropa.
Berbeda dengan kertas yang berasal dari Nusantara. Ada yang disebut dengan istilah dluwang. Dluang terbuat dari kulit pohon. Kertas Eropa dibuat dari bubur kertas, dan jika mengikuti definisi itu, maka sesungguhnya dluwang tidak bisa disebut kertas, karena prosesnya sangat berbeda, karena benar-benar dibuat hanya dari kulit pohon. Biasanya cara membuatnya dengan dipuku-pukul, berbunyi dhok-dhok, maka dari itu, di Jawa Timur biasa dikenal sebagai kertas gedhok. Nama Latin pohonnya adalah broussonetia papyrifera vent, atau paper mulberry dalam bahasa Inggris, yang dalam budaya lain sering dibuat tapa sebagai pakaian tradisional. Di Sunda disebut pohon saeh, semacam pohon waru di Jawa, yang memang mempunyai serat kuat pada kulitnya.
Sebagian masyarakat tidak mengetahui dluwang, dan menyangkanya sebagai kulit binatang – kambing atau onta. Pada tahun 2009, berkunjung ke sebuah museum di Kelantan, Malaysia, seorang petugas tergopoh-gopoh menunjukkan sebuah koleksi Qur’annya yang, kata dia, terbuat dari kulit onta. Begitu saya lihat, saya bisa pastikan itu adalah dluwang, dan Qur’an itu kemungkinan besar berasal dari Jawa. Ada juga yang menyebut “kertas kapas”, karena jika sudah lama dan lembab, serat-serat kulit kayu di bagian pinggir dluwang kadang-kadang terurai menjadi seperti kapas. Tetapi penyebutan “kertas kapas” tentu tidak tepat, karena tidak ada unsur serat kapas, dan sesungguhnya itu adalah serat kulit kayu, dan itulah dluwang (atau daluang dalam bahasa Sunda).
Dalam mushaf dari Langitan ini, dluwang hanya digunakan untuk melapisi sampul bagian dalam, sementara semua teks dalam Al-Qur’an-nya ditulis dengan kertas Eropa. Penggunaan dluwang untuk melapisi kulit mushaf bagian dalam karena dluwang memang lebih kuat dibandingkan kertas Eropa. Kertas Eropa dibuat dari bubur kertas, oleh karena itu cukup rawan sobek, sedangkan dluwang dibuat dari serat kulit kayu yang cukup kuat. Lapisan dluwang untuk sampul akan memperkuat mushaf ini, karena mushaf sering dibuka-tutup untuk dibaca pemiliknya. (rahel)