Saat ini, pesantren Muhammadiyah sangatlah pesat. Bahkan untuk mengembangkan pesantren ini, Pimpinan Pusat Muhammadiyah pasca Muktamar Makassar telah membentuk Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah (LP3M).
Untuk mengetahui arah pengembangan pesantren Muhammadiyah ini, Lutfi Effendi dari Suara Muhammadiyah mewawancarai Ketua LP3M Dr Maskuri, MEd. Demikian wawancara yang disusun dalam bentuk dialog berikut ini:
Dulu Anda menentang adanya Majelis yang mengurus pesantren tersendiri, tetapi sekarang malah memimpin lembaga itu. Bagaimana kesiapan Anda?
Waktu itu, saya analisis sesuai aturanaturan yang ada, pesantren Muhammadiyah itu isinya cuma dua. Madrasah dan Sekolah. Kalau yang mengurusi 2 lembaga, padahal barangnya satu lalu akan bagaimana? Yang ngatur satu, pada waktu itu Dikdasmen, banyak kasus ketika terjadi pergantian Direktur (mundzir).
Potensi problemnya tinggi, kalau terjadi problem seperti itu bagaimana ingin menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dan manajemen bagus, wong tidak berhenti ribut, kemudian kesimpulan saya, boleh mendirikan Majelis atau Lembaga sendiri kalau keputusan Muktamar.
Ternyata Muktamar desakannya tinggi, rekomendasinya mendirikan Majelis Pesantren tetapi setelah terbentuk PP yang baru hanya disetujui sebagai lembaga saja. Lembaga itu hanya di Pusat. Tetapi praktiknya, DIY setelah Muswil mendirikan LP3M. Jawa Timur setelah Muswil mendirikan LP3M. Jawa Tengah juga, bahkan untuk Jawa Tengah periode sebelumnya sudah ada. Meskipun dulu saya menentang, sekarang sami’na watho’na karena diberi amanat untuk mengembangkan Pondok Pesantren.
Lalu apa yang akan diperbuat Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Muhammadiyah (LP3M) untuk mengembangkan pesantren?
LP3M tentu akan berusaha mengemban amanat ini. Pengembangan itu akan dilakukan, baik dari sisi kualitas yang sudah bagus kita tingkatkan dan yang belum bagus kita angkat lagi. Yang belum ada, perlu ada pemerataan di setiap wilayah.
Data terakhir, 15 propinsi belum ada Pondok Pesantren Muhammadiyah. Padahal Pondok Pesantren itu basis untuk melahirkan kader yang tafaquf fiddin, kader yang penguasaan agamanya bagus. Muhammadiyah kan ormas Islam, kalau kader-kader yang melanjutkannya kapasitas agamanya kurang akan menjadi problem tersendiri.
Saat ini ada stigma, Muhammadiyah bacaan Qur’annya tidak bagus. Itu kan menjadi kritik pula pada kita semua. Jadi saya melihat dengan LP3M harapan sangat besar terhadap lembaga itu, karena selama ini walau ada yang mengurus, Majelis Dikdasmen tetapi hanya menjadi sebagian bidang di Dikdasmen.
Karenanya, pada waktu itu, implementasi sampai ke daerah kurang. Ya memang problem kita di lapangan, walaupun ada struktur yang membidangi Pondok Pesantren tetapi jika yang diberi amanah itu tidak punya pengalaman tentang madrasah, tentang pesantren. Ya susah untuk mengembangkan pesantren. Apalagi tidak punya visi misi bagaimana pesantren ini harus dikembangkan. Sementara tantangan penyelenggaraan pendidikan sekarang ini kan banyak.
Dulu ketika Kiai Dahlan mendirikan sekolah, pesaing kita kan cuma sedikit. Sekarang ada yang menamakan Sekolah Islam Terpadu, ada Al Azhar, ada Al Izhar, ada Hidayatullah dan yang lain. Jadi memang pesaing-pesaing kita itu banyak.
Kalau kita tidak membaca fenomena yang terjadi saat ini, kita mengusung Islam berkemajuan berat itu, Karena itu, pesantren juga harus mengimbangi harapan-harapan dan tantangan yang mengemuka di depan mata. Ini kan tidak bisa dihindari.
Apa yang perlu dibenahi, agar pesantren kita menghasilkan lulusan yang dapat membawa misi Islam berkemajuan?
Yang harus dibenahi tentu kurikulum yang diajarkan di pesantren Muhammadiyah. Selama ini, kan kurikulum yang khas pesantren Muhammadiyah kan belum ada. Jadi selama ini, Muallimin dan Muallimat kurikulumnya sendiri, Darul Arqam Garut ya kurikulumnya sendiri. Ini MBS juga punya kurikulum sendiri.
Lha kita sejak Raker di Malang, kita sepakat bahwa perlu menyusun kurikulum nasional kemudian lokal. Jadi yang wajib itu nasional. Jadi nanti kita bisa melihat lulusan pesantren Muhammadiyah itu kayak gitu.
Contohnya Gontor kan sudah dikenal bahasa, jadi semua lulusan Gontor sudah dikenal mempunyai kelebihan dalam penguasaan bahasa. Kitakan ciri dari pelajaran Muhammadiyah kan Ismuba (Al Islam, Kemuhammadiyahan dan Bahasa Arab).
Sekarang menjadi Ismubaris ditambah dengan bahasa Inggris, malah ditambah lagi Ismubaristik, ada tambahan TIK. Jadi tidak cukup dengan Al Islam, Kemuhammadiyahan, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris tetapi juga Teknologi Informatika dan Komputer. Kenapa? Karena kita hidup di dalam dunia yang teknologi informatikanya berubah cepat dan canggih. Kalau santri-santri kita gaptek, tidak memiliki lulusan yang mempunyai daya saing tinggi.
Kurikulum ini dikembangkan sesuai visi Muhammadiyah yaitu Islam yang berkemajuan. Islam berkemajuan itu juga agamanya tidak tertinggal sebagai ciri khas ormas Islam sejak awal. Kemudian ilmu pengetahuan dan teknologi ini juga jangan sampai tertinggal pula.
Apakah dengan penyeragaman kurikulum ini, lalu juga ada penyeragaman model Pesantren Muhammadiyah?
Walau kita akan berusaha memiliki kurikulum nasional, tetapi model-model yang ada tetap dipertahankan dan tidak diseragamkan. Termasuk mendorong lahirnya model pesantren yang baru seperti trensaint (pesantren saint) untuk menjawab tantangan zaman sebagaimana Islam berkemajuan.
Konsep pendidikan Muhammadiyah kan holistik integratif, jadi menyeluruh menyatu antara pengetahuan santri dan akhlak sikap prilaku serta skill ketrampilan. Tiga pilar pendidikan ini kan banyak dikritik karena hanya pengetahuan yang jalan. Hanya kognitif, yang sikap/akhlak dan skill sangat kurang.
Jadi Pesantren Muhammadiyah harus holistik integratif, yang tiga ini nggak bisa dipisah-pisah. Karena itu pendidikan pesantren harus diperkuat, sebab kelebihan pesantren pendidikannya berlangsung sepanjang hari. Kalau sekolah kan jam 2 pulang. Menjadi tanggungjawab orangtua atau masyarakat. Kalau di pesantren 24 jam, dari santri bangun tidur sampai tidur lagi.
Berapa jumlah Pesantren Muhammadiyah yang harus dikembangkan oleh LP3M saat ini?
Saat ini, LP3M sedang mengadakan silaturahmi per wilayah, selain sekalian silaturahmi juga sosialisasi program dan juga sekalian pendataan. Ketika silaturahmi di Tazaka sudah terdata 52 untuk Jawa Tengah saja. Sedangkan yang Yogya dan Jawa Timur, kita undang Yogya 23 dan Jawa Timur 27, itu masih ada yang belum terundang. Jadi silaturahmi ini bisa sekaligus mendata jumlah pesantren.
Itu yang struktural, pesantren dengan nama Muhammadiyah. Padahal ada juga pesantren yang kultural Muhammadiyah. Jadi orang-orangnya Muhammadiyah tetapi namanya bukan Muhammadiyah. Seperti Tazaka, yang punya kan orang Muhammadiyah yang juga salah satu pengurus LP3M. Tetapi semua orang diterima disitu.
Saya yakin kalau datanya berkembang mungkin hampir 200 jumlah pesantren Muhammadiyah. Selama ini pendataannya kan hanya minta dikirim, itu problem. Sekarang dengan model seperti silaturahmi ini, kita sudah menyiapkan instrumen pendataan, sekaligus untuk memetakan kategorisasi.
Jadi pesantren-pesantren seperti apa. Ada modelnya MBS (Muhammadiyah Bording School) seperti yang ada di Prambanan. Ada yang seperti Darul Arqam Garut, Ada yang seperti Muallimin Muallimat, kemudian Asy Syifa’ di Bantul. Kemudian ada Patehan di Kendal, ada Al Furqon di Banjarmasin, ada Gombara di Sulsel. Itu tentu beda-beda.
Model-model seperti ini juga bisa dipakai sebagai tempat studi banding bagi pesantren yang dikelolanya. Tinggal pilih model-model yang mana yang ingin ditiru.
Maksudnya?
Salah satu contoh misalnya MBS ini, usia 8 tahun perkembangannya sudah luar biasa, tetapi kan ini bukan hasil santai. Hasil kerja keras dari semua pihak, bukan hanya mundzir tetapi juga yang lain, termasuk Cabangnya. Jadi jangan sampai setelah besar nanti timbul persoalan. Biasanya amal usaha itu kalau sudah besar, ada saja persoalan-persoalan yang awalnya kecil kemudian menjadi problem besar.
Makna silaturahmi ini, selain kita mensosialisasi program. Kemudian visi misi pesantren ke depan. Kita juga memberikan contoh pesantren yang maju. Saya lihat ada Hasbuna Mart kemudian ada Loundry. Ini sebenarnya potensi ekonomi yang ada dalam pesantren sendiri tetapi kalau nggak dimenej dengan baik kan nggak bisa menjadi potensi ekonomi.
Ini kan merupakan perkembangan pesat, tiga tahun yang lalu saya ke sini belum ada bangunan-bangunan yang berlantai seperti ini, dulu hanya bangunan masjid dan bangunan tak bertingkat. Jadi silaturahmi maknanya belajar dari pondok pesantren kita yang bisa dicontoh.
Kemudian yang lalu itu di Tazaka. Tazaka itu walaupun kultural tetapi perkembangannya cepat. Baru lima tahun ia punya asset 52 milyar. Salah satu usaha bidang ekonomi itu usaha pemecahan batu yang asetnya 14 milyar, setiap tahun bisa membantu pesantren 1,2 milyar. Itu hasil usaha dari pesantren. Kemudian ada usaha pabrik roti. Itu untuk konsumsi santri dan ada juga masyarakat. Itu yang menjual ya isterinya ustadz-ustadz. Jadi sumber-sumber ekonomi ada di dalam pesantren itu sendiri. Cuma bagaimana mengelola potensi yang ada itu menjadi sumber yang juga bisa membantu kelangsungan pesantren.
Kemudian ada Tazaqoh itu sama dengan alfamart. Itu di samping untuk santri juga untuk masyarakat, Kemudian ada Asanta kalau orang menyebut Fried Chiken, Jadi silaturahmi ditempatkan pada pesantren yang punya kelebihan agar para mundzir yang hadir disini bisa belajar. Dan selain mundzir yang kita harapkan hadir adalah pimpinan Persyarikatan penyelenggara pesantren. Sebab disinyalir kalau yang diundang mundzirnya saja., pulang dari sini Persyarikatan nggak setuju ya nggak jalan. (eff)
Biodata Dr H Maskuri, MEd Pengalaman Organisasi:
- Wakil Sekretaris Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2005-2010
- Sekretaris Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2010-2015
- Wakil Ketua (Ex-officio) Bidang Madrasah dan Pondok Pesantren Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2015-2020
- Ketua Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2015-2020
—
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 9 Tahun 2016