Perkembangan pesantren makin pesat di Indonesia, termasuk pesantren modern. Saat ini, menurut data Kementerian Agama, ada 27.300 Pondok Pesantren di seluruh Indonesia dengan berbagai coraknya. Pengembangan pondok pesantren di Muhammadiyah juga cenderung meningkat dari jumlah lembaganya. Sepuluh tahun yang lalu, jumlah Pondok Pesantren Muhammadiyah berjumlah 70an. Lima tahun kemudian menjadi 120an, dan data terakhir saat ini kurang lebih 180an. “Ini adalah perkembangan yang cukup menggembirakan,” kata Prof Dr Baedhowi, MSi, Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah. Meskipun, sesungguhnya Muhammadiyah lebih dikenal sebagai ormas Islam yang profesional dalam mengelola pendidikan sistem persekolahan dari jenjang Pendidikan Usia Dini sampai dengan Pendidikan Tinggi.
Dari jumlah tersebut, Pesantren-pesantren Muhammadiyah tersebut memiliki beragam corak dan karakter. Ada yang secara kultural sebagai Pesantren Muhammadiyah, ada juga yang struktural: didirikan oleh PP Muhammadiyah, PWM, atau PDM.
Menurut Agustyani Ernawati, SPd, Direktur Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah, Yogyakarta, tren pengembangan Pondok Pesantren Muhammadiyah ini merupakan bentuk gerakan tajdid Muhammadiyah dalam bidang pendidikan. Selama ini, brand pendidikan Muhammadiyah identik dengan pendidikan formal saja. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman yang membutuhkan kader-kader ulama yang memiliki kualifikasi menyeluruh (multiside competency) yakni sebagai faqih, muballigh, mujahid, dan mujtahid yang berwawasan luas dan profesional dalam mengemban misi Muhammadiyah, “Maka saat ini banyak berkembang Pondok Pesantren Muhammadiyah dan sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah yang berbasis asrama (boarding school),” kata Agustyani.
Tidak heran bila Pesantren-pesantren Muhammadiyah tersebut dicita-citakan melahirkan ulama yang sekaligus mumpuni di bidang ilmu umum. Pesantren modern yang bukan hanya mengembangkan disiplin keilmuan Islam klasik, tetapi juga memasukkan kurikulum yang berbasis kebutuhan zaman sekarang. Bukan hanya ilmu agama tapi juga ilmu umum.
Dan ini bukanlah mimpi. Ini adalah hal yang sekarang sedang dilakukan oleh banyak Pesantren Muhammadiyah. Sebagaimana hal itu dinyatakan oleh Alpha Amirrachman, Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, bahwa kondisi Pesantren Muhammadiyah sekarang relatif sudah baik, tapi memang butuh pengembanganpengembangan inovatif agar lebih dapat bersaing dengan pesantren modern lainnya. “Pesantren Muhammadiyah memiliki modal sosial yang besar yaitu jejaring yang sudah dibina oleh Persyarikatan, tegas Alpha. Dan ini harus betul-betul dimanfaatkan untuk pengembangan pesantren Muhammadiyah.
Lebih dari itu, lanjut Alpha, kita juga butuh lebih banyak lagi Pesantren Muhammadiyah, karena harapan masyarakat dan warga Muhammadiyah ke depan akan lebih banyak membutuhkan kader-kader ulama yang dapat berdakwah ke penjuru tanah air, bahkan dunia. “Kita selalu ingin munculnya aktivis dan intelektual yang memiliki kapasitas keulamaan yang mumpuni,” imbuh Alpha.
Kehadiran Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Muhammadiyah (LP3M) PP Muhammadiyah diharapkan dapat memikirkan secara fokus bagaimana Pondok Pesantren Muhammadiyah dikembangkan dengan baik ke depan, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan memiliki daya saing yang tinggi.
Menurut Asep Shalahudin, SAg, MPdI, Direktur Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah, Yogyakarta, LP3M dapat segera mengidentifikasi dan menentukan corak dan karakter pesantren-pesantren Muhammadiyah, di mana hasilnya disosialisasikan kepada warga Muhammadiyah, karena selama ini banyak warga Muhammadiyah yang belum mengetahui corak dan karakter (ciri khas) masing-masing Pesantren Muhammadiyah. LP3M juga dapat mendorong dan memfasilitasi peningkatan kualitas Pesantren Muhammadiyah.
Dengan adanya penanganan khusus Pesantren Muhammadiyah tersebut, setidaknya menjadi salah satu jawaban bagi Muhammadiyah untuk mencetak kader-kader ulama yang paham ilmu-ilmu agama tetapi juga memahami ilmuilmu yang berguna untuk kemaslahatan umat sesuai dengan perkembangan zaman. “Tidak hanya mampu membaca kitab kuning, tapi juga mampu membaca kitab putih dan lainnya,” tandas Asep.
Oleh karena itu, ada beberapa hal untuk dapat dilakukan dalam pengembangan Pesantren Muhammadiyah tersebut agar menjadi pesantren berkemajuan. Di antara yang dapat dilakukan adalah menata struktur kurikulumnya. Menurut Muhammad Muhajir, Lc, MA, Wakil Direktur Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM), ini sangat penting untuk dapat melahirkan kader yang diinginkan. “Yakni kurikulum yang mempertimbangkan muatan Keislaman dan Kemuhammadiyahan dengan muatan ilmu umum,” tegas Muhajir.
Selain struktur kurikulum, yang perlu diperhatikan adalah sistem managerial dengan managemen modern. Menurut H Ruhan Latif, SAg, KMd, Mudir/ Direktur Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah, Garut, Sistem manajerial Pesantren Muhammadiyah harus professional. Yakni mempercayakan semua unit yang ditangani Pesantren Muhammadiyah kepada ahli yang memiliki dedikasi dan loyalitas tinggi. Dengan demikian, sistem manajerial Pesantren Muhammadiyah akan lebih akuntabel dan transparan. “Semua unit kerja disandarkan pada SOP sebagai landasan dalam menjalankan kerjanya,” kata Ruhan.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Agustyani, bahwa tantangan ke depan makin besar untuk mengembangkan Pesantren Muhammadiyah. Oleh karena itu, “Pembenahan ke dalam sangat dibutuhkan,” tegas Agustyani. Bahwa selain dua hal di atas, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan, yakni kepemimpinan, kualitas pengelola pesantren, keluwesan dalam kerjasama, dan model pembinaan dan pengasuhan.
Dengan mengembangkan potensi Pesantren yang sudah dimiliki Persyarikatan, sekali lagi harus dikatakan bahwa membangun pesantren berkemajuan bukanlah mimpi. Muhammadiyah sudah memiliki modal yang sangat besar untuk mewujudkannya. [bahan: nisa, thari, gsh; tulisan: ba]
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 9 Tahun 2016