YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Sabtu, 11 Januari 2020 Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan bahwa akan terjadi gerhana bulan penumbra. Gerhana tersebut terjadi dalam tiga fase. Gerhana bulan penumbra dimulai pada pukul. 00:07:45 WIB, mencapai tengah gerhana pada pukul. 02:09:59 WIB dan berakhir pada pikul. 04:12:19 WIB.
Gerhana bulan terjadi apabila bulan memasuki kerucut bayang-bayang bumi. Gerhana bulan ini terjadi pada malam hari saat bulan berada pada fase purnama. Dengan penjelasan lain, gerhana bulan terjadi bila bulan sedang beroposisi dengan matahari. Tetapi karena kemiringan bidang orbit bulan terhadap bidang ekliptika, maka tidak setiap oposisi bulan dengan matahari akan mengakibatkan terjadinya gerhana bulan. Perpotongan bidang orbit bulan dengan bidang ekliptika pada dua buah titik potong yang disebut node, yaitu titik dimana bulan memotong bidang ekliptika. Gerhana bulan ini akan terjadi saat bulan beroposisi pada node tersebut. Bulan membutuhkan waktu 29,53 hari untuk bergerak dari satu titik oposisi ke titik oposisi yang lain.
Dua keadaan yang terjadi pada gerhana matahari dengan kondisi yang hampir sama terjadi juga pada gerhana bulan, yaitu pertama seluruh piringan bulan memasuki bayang-bayang kerucut inti (umbra) bumi, sehingga terjadilah gerhana bulan total (eclipse of the moon) yang dapat berlangsung lebih dari satu jam. Kedua, hanya sebagian piringan bulan saja yang memasuki bayang-bayang kerucut inti bumi, sehingga terjadilah gerhana bulan sebagian (partial eclipse of the moon).
Pada kondisi yang ketiga adalah gerhana bulan penumbra, ini pun masih dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, bila seluruh piringan bulan memasuki bayang-bayang semu bumi, maka disebut sebagai gerhana bulan penumbra total. Kedua, apabila hanya sebagian pringan bulan saja yang memasuki bayang-bayang semu bumi, maka disebut gerhana bulan penumbra sebagian.
Adapun kata gerhana (khusuf dan kusuf) berarti menutupi, memotong, atau suram, muram atau berubah warna muka. Kasafa asy-syai’a berarti menutupi sesuatu. Kasafa aṡ-ṡauba berarti memotong kain. Kasafa al-wajhu berarti wajah muram, warna muka berubah menjadi masam, suram. Jadi inti makna kusūf adalah tertutup, atau terpotong. Dalam kaitan dengan gerhana berarti matahari atau bulan tertutup atau piringannya tampak terpotong yang berakibat sinarnya berubah menjadi suram.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gerhana berarti bahwa piringan matahari atau bulan terbenam, hilang atau terpotong dan tampak tidak utuh. Hal itu dalam kasus gerhana matahari terjadi karena bumi melewati umbra atau penumbra. Dalam kasus gerhana bulan, hilangnya piringan bulan atau tampak terpotong dan tidak utuh karena bulan masuk dalam umbra. Apabila tidak masuk ke dalam umbra, tetapi hanya masuk dalam penumbra, piringan bulan akan tetap tampak utuh (bulat) dan tidak ada bagiannya yang tampak terpotong. Hanya saja cahaya bulan itu sedikit redup, namun sulit dibedakan dengan tidak gerhana.
Bertitik tolak dari analisis semantik terhadap kata (khusuf dan kusuf) di atas, maka Majelis Tarjih dan Tajdid berpendapat bahwa salat gerhana dilakukan apabila terjadi gerhana di mana piringan dua benda langit tampak berkurang atau tidak utuh atau hilang seluruhnya. Perlu dicatat bahwa salat gerhana itu dilaksanakan baik kita melihat secara fisik atau tidak lantaran ada awan tebal misalnya. Artinya salat gerhana dilaksanakan karena kawasan kita mengalami gerhana, walaupun kita tidak dapat melihatnya dengan mata telanjang karena adanya awan pekat yang menutupinya.
Dalam kasus gerhana penumbral, piringan bulan tampak utuh dan bulat, tidak tampak terpotong, hanya cahaya bulan sedikit redup dan terkadang orang tidak bisa membedakannya dengan tidak gerhana. Oleh karena itu dalam kasus gerhana bulan penumbral menurut Majelis Tarjih dan Tajdid tidak disunatkan melakukan salat gerhana bulan. Difatwakan di Yogyakarta pada hari Jumat, 18 Maret 2016 M / 9 Jumadil Akhir 1437 H. (iko)