Sepeningal Nabi Musa, kala itu Bani Israil berada dalam suasana kacau dan tertindas. Raja Jalut dari Amaliqah yang perkasa menguasai negeri para nabi itu. Sebagaimana watak dasarnya, kaum Nabi Musa itu mudah berubah sikap dan keyakinan. Mereka menjadi umat yang durhaka dan kafir, sehingga kehidupannya makin jatuh dan kehilangan arah.
Bani Israil meminta kepada Shammil, tokoh yang dihormati dan dianggap nabi saat itu, agar dicarikan pemimpin untuk melawan Jalut dan mengangkat kembali kejayaan mereka. Semula Shammil tak menanggapi permintaan itu, karena tahu watak umatnya yang congkak dan mudah membangkang. Namun mereka bersikukuh dan bersedia untuk taat. Shammil akhirnya luluh, lalu bertemulah dengan seorang pemuda bernama Thalut yang kecil dan perkasa tetapi keturunan orang biasa.
Shammil lantas mengumumkan pemuda Thalut akan memimpin Bani Israil melawan Jalut. Thalut ditemani pemuda shalih dan pemberani bernama Daud. Semula Bani Israil menolak dan meremehkan keduanya. Mereka menganggap Thalut dan Daud tidak layak memimpin bangsanya melawan Jalut yang digdaya. Mereka memandang keduanya tak akan mampu memimpin perjuangan. Mereka ingin pemimpin yang tampak perkasa dan hebat, sebagaimana kebiasaan kaum keras kepala itu mendambakan kedigdayaan semu.
Shammil berhasil meyakinkan Bani Israil. Thalut dan Daud akhirnya didaulat menjadi pemimpin Bani Israil melawan pasukan Jalut. Ketika kaum Bani Israil itu hendak berperang, Thalut sempat berpesan agar di tengah perjalanan jangan sampai tergoda minum air sungai melebihi takaran. Apa yang terjadi, sebagian besar pasukan justru meminum dengan lahap, hingga akhirnya terserang racun dan tidak mampu meneruskan perjalanan.
Perjuangan tetap dilanjutkan dengan jumlah pasukan yang sedikit. Thalut dan Daud lalu bermunajat kepada Allah, sebagaimana dikisahkan dalam Al-Quran, yang artinya, “Tatkala Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka, merekapun berdo’a, “Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orangorang yang kafir.” (Qs Al-Baqarah/ [2]: 250).
Akhirnya, Thalut berhasil mengalahkan Jalut. Daud yang mengalahkan raja digdaya dari Amaliqah itu dengan ketepel saktinya. Pemuda Daud inilah yang kemudian diangkat Allah sebagai Nabi dan Rasul, dengan kitab Zabur di tangannya. Bani Israil terbebaskan dari kolonialisme Jalut dan menjadi bangsa yang merdeka. Perjuangan yang penuh tantangan dan kesungguhan itu berhasil dengan kemenangan atas izin Allah Yang Maha Kuasa.
Di dua ayat terakhir dalam kisah Talut dan Daud melawan Jalut, Allah melukiskan akhir perjuangan itu dengan firman-Nya yang artinya, “Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam. Itu adalah ayat-ayat Allah. Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benarbenar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus.”(Qs Al-Baqarah/ [2]:251-252).
Dua pemuda yang shalih dan gigih, yaitu Thalut dan Daud, merupakan suri teladan bagi kader umat di mana pun untuk berjuang di jalan Allah dalam menegakkan ajaran Islam dengan sepenuh jiwa raga demi meraih Ridha dan Karunia-Nya yang abadi. Perjuangan selalu disertai godaan duniawi untuk menguji siapa para mujahid Muslim yang sejati dan mana yang sekadar mengejar kepentingan diri sendiri. Dalam berjuang itu akan banyak godaan, masalah, dan tantangan. Kader yang ikhlas dan sungguh-sungguh akan lulus ujian dan rintangan! (A Nuha)
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 9 Tahun 2015