Pengajian Tarjih ke-76: Adab terhadap Nabi Muhammad saw

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pada Rabu, 22 Januari 2020 bertempat di Serambi Masjid Gedhe Kauman, Pengajian tarjih mingguan edisi 76 mengkaji terkait Tafsir at-Tanwir Muhammadiyah surat al-Baqarah ayat 104-108 yang menjelaskan bagaimana seharusnya adab seorang muslim kepada Nabi Muhammad saw dan tentang keingkaran Bani Israil kepada para Nabi dan Rasul. Kajian tersebut disampaikan oleh Dr Ustadi Hamsah, MAg selaku Anggota Divisi Kajian al-Qur’an dan Hadist Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Hamsah menyampaikan bahwa ada tiga hal yang terkandung dalam QS. al-Baqarah ayat 104 sampai 108. Pertama, tentang keingkaran Bani Israil kepada nabi-nabi yang diutus kepada mereka. Bani Israil banyak sekali melakukan penyimpangan terhadap ajaran nabi-nabi yang diutus Allah Swt seperti melakukan sihir, pemikiran atau perbuatan yang irasional, dan melegalkan kemusyrikan.

Kedua, keunggulan dan kemuliaan Rasulullah saw dibandingkan dengan nabi-nabi sebelumnya. Rasulullah Saw memiliki banyak keistimewaan diantaranya al-aql al-mustatar yaitu kemampuan menyusun kalimat yang sederhana dan pendek namun mempunyai jangkauan makna yang sangat luas, kemukjizatan terbesar berupa al-Qur’an dan bersifat ma’sum, terbebas dari kesalahan.

Dan yang ketiga, kewajiban bagi setiap muslim untuk menghormati dan memuliakan Rasulullah lebih dari siapa pun. Memiliki ketaatan mutlak terhadap apa pun perintah dan larangan yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya. Tidak meminta sesuatu yang aneh-aneh sebagaimana dilakukan Bani Israil kepada nabinya.

Ia melanjutkan, tafsir QS. al-Baqarah ayat 104 menerangkan tentang perintah kepada kaum muslim untuk “Undzurna” yaitu memposisikan diri lebih rendah dihadapan Rasulullah Saw, dan tidak berlaku “Ra’ina” menyejajarkan diri dengan Rasulullah. Dan dipenghujung ayat dijelaskan bahwa orang-orang yang menjadikan nabi dan rasul sebagai bahan olok-olokan akan ditimpakan kepadanya azab yang pedih. Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa orang muslim dilarang untuk mengikuti sifat bani Israil yang menganggap nabi sejajar dengan mereka dan sebagai bahan olok-olokan.

“Pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat diatas adalah untuk selalu menghindari senda gurau yang dapat merugikan orang lain, apalagi merendahkan. Stop bullying, nyiyir, mencibir terutama kepada orang yang lebih dewasa serta selalu berkata santun dan bermartabat,” ujarnya.

Kemudian di ayat 105 menerangkan bahwa kehadiran Rasulullah Muhammad Saw di tanah Arab sebagai nabi penutup bagi seluruh umat manusia sangat disadari oleh Bani Israil, dan dengan kerasulan Muhammad Saw Islam akan unggul. Sehingga Bani Israil tidak rela jika garis kerasulan turun kepada selain dari bangsa Israil, karena hanya mereka saja yang berhak untuk itu.

“I’tibar yang dapat diambil adalah seorang muslim dilarang untuk merasa iri atas kelebihan orang lain. Semua yang ada di dunia tidak lepas dari ketentuan Allah Swt dan ketentuan Allah tidak pernah keliru sedikit pun,” tutur Dosen Pendidikan Ulama’ Tarjih Muhammadiyah ini.

Ayat 106 QS. al-Baqarah menjelaskan bahwa kemukjizatan al-Qur’an telah menggantikan dan menghapuskan kemukjizatan nabi-nabi terdahulu yang dibangga-banggakan serta ditentang oleh bani Israil. Ayat 107 masih terkait dengan penentangan Bani Israil tentang risalah kenabian yang menurut mereka nabi dan rasul harus dari bangsa mereka sendiri. Dan Allah memberikan sanggahan-Nya di dalam ayat tersebut. “Allah lah pengelola, pengatur segala kepentingan hidup makhluknya, tidak ada satu pun ketentuan Allah yang salah,” ulas Hamsah.

Di ayat 108 Allah mengingatkan kepada orang-orang mukmin untuk tidak tergoda atas rayuan Bani Israil untuk meminta hal-hal yang aneh kepada Rasulullah. Dan Allah menegaskan bahwa Rasulullah adalah haq dan seorang mukmin tidak boleh merasa ragu sedikit pun. Tidak goyah untuk terus mengikuti dan menghormati kedudukan Rasulullah Saw. “Karena jika ingkar itu adalah jalan yang keliru,” tutupnya.(diko/riz)

Exit mobile version