Menggerakkan dan menguatkan dakwah komunitas adalah salah satu amanat Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar. Strategi dakwah ini dipandang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan dengan gaya dakwah anak muda zaman now. Selain sesuai tren, komunitas adalah tempat yang pas untuk aktualisasi diri bagi anak muda.
Lantaran begitu luas dan beragamnya komunitas yang ada, sudah seharusnya masing-masing organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah mulai melibatkan diri dengan membidik komunitas sebagai sasaran dakwahnya. Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Ranting SMA Muhammadiyah 10 Surabaya, Jawa Timur, sudah memulainya. Kejenuhan melakukan rutinitas di sekolah dan rapat organisasi melahirkan keinginan untuk menggagas aktivitas yang lebih menyenangkan dan berjiwa muda. Jawabannya ialah komunitas Rumah Ramah Anak (RRA), yang didirikan oleh para siswa yang tergabung dalam Ranting IPM SMA 10 Muhammadiyah Surabaya pada 2017 yang lalu.
Guru pembimbing IPM SMA Muhammadiyah 10 Surabaya, Alfianur Rizal Ramadhani Rachmadi Akbar, menjelaskan bahwa RRA merupakan tempat belajar dan bermain anak. “Ya mirip-mirip dengan TPA-lah,” terangnya. Tapi, ia melanjutkan, kegiatan yang diselenggarakan lebih bervariasi. Selain untuk tempat mengaji, RRA juga difungsikan sebagai ruang untuk belajar bersama sekaligus rumah bermain anak. “Lebih seringnya anak datang membawa tugas dan PR dari sekolah masing-masing,” ucap Alfian.
Beragamnya kegiatan yang ada, sambung Alfian, adalah cara untuk menarik minat anak sehingga anak tidak jenuh dan kian rajin belajar di RRA. Meminimalisir pengaruh buruk gawai (gadget) bagi anak adalah alasan lain di balik pendirian RRA. “RRA berfungsi sebagai tempat yang nyaman dan menyenangkan dan menjauhkan anak dari ketergantungan gadget,” ungkap kader IPM Jawa Timur itu.
Direktur RRA Zein Anugerah Al-Riso menyebut bahwa kegiatan rutin komunitas rumah ramah anak sempat terhenti karena para pelajar yang menjadi pembimbing anakanak sedang mengikuti ujian sekolah. “Karena khawatir nilai ujian jelek, sebagian orang tua melarang kami untuk berkegiatan di RRA untuk sementara waktu,” cerita siswa SMA Muhammadiyah 10 Surabaya kelas XII tersebut. Bahkan, Zein menambahkan, sampai beberapa pekan kegiatan RRA mati sebab anak-anak berhenti datang. “Dengan dibantu oleh ketua RT dan RW setempat, akhirnya anak-anak mulai terkumpul lagi, dan dibuatlah jadwal baru RRA dengan konsep yang lebih matang,” katanya.
Dalam sepekan, RRA tiga kali menyapa anak-anak binaannya. Selasa dan Kamis, dari Maghrib sampai Isya’, difokuskan untuk belajar dan bermain di Mushalla As-Sa’adah (Jl. Paneleh Surabaya). Sementara Minggu dipakai untuk hari bermain di tempat terbuka dan aktivitas jalan-jalan. “Dengan konsep baru, orang tua kami tidak lagi keberatan karena takut tidak fokus ke sekolah. Mereka justru mendukung. Masyarakat juga mendukung. Sebagian anggota masyarakat turut menjadi donatur RRA,” terang Zein. (gsh)
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 5 Tahun 2018