Lima Pondasi Islam Berkemajuan
Prof Dr Yunahar Ilyas, Lc, MAg
Mengenal persyarikatan secara komprehensif merupakan langkah awal untuk menjadi Muhammadiyah dan siap berkontribusi bagi Muhammadiyah.
Dalam setiap geraknya, ada lima pondasi utama dari Islam Berkemajuan yang menjadi ciri khas Muhammadiyah. Pertama, tauhid. Muhammadiyah sepanjang usianya terus melakukan pemurnian tauhid dengan dakwah yang mencerahkan dan santun. Ketauhidan yang murni pada akhirnya akan membawa masyarakat yang maju, dengan perilaku beragama yang efektif dan efisien.
Dalam rangka mewujudkan tauhid yang murni, Muhammadiyah menolak semua bentuk sintesisme, sinkretisme dan relativisme agama. Namun Muhammadiyah mengakui keberagaman sebagai sunnatullah yang harus dikelola menjadi kekuatan sinergi besar.
Kedua, pemahaman Al-Qur’an dan Hadits secara independen, komprehensif dan integratif. Dalam hal ini, Muhammadiyah tidak terikat dengan aliran theologis, mazhab fikih serta tharekat sufiyah manapun. Muhammadiyah tetap pada posisi sebagai ahlus al-sunnah wa al-jamaah.
Dalam setiap kebijakan, fatwa, pandangan ideologi, sikap hidup, dan keputusan di Muhammadiyah tetap mengindahkan dan mempertimbangkan berbagai sumber mazhab, sekte dan aliran. Namun hasil pembacaan menyeluruh kemudian dianalisis secara mendalam dengan multi pendekatan serta ijtihad penuh ikhtiyat untuk dipilih yang paling rajih (kuat) dan compatible diterapkan dalam kehidupan hari ini dan masa depan.
Dengan posisi ini, Muhammadiyah tidak menolak sama sekali atau anti terhadap mazhab, aliran teologis, atau tharekat sufiyah. Muhammadiyah lebih mementingkan metodologinya atau fikih manhaji bukan fikih mazhabi. Demikian halnya dalam tasawuf, Muhammadiyah memandang bahwa tasawuf sebenarnya telah diajarkan dan dipraktikkan oleh Nabi.
Ketiga, tajdid. Muhammadiyah memandang bahwa tajdid memiliki dua sayap yang harus berjalan seimbang. Yaitu pemurnian (purifikasi) dan dinamisasi (modernisasi). Purifikasi dalam ranah akidah, ibadah dan akhlak. Sementara dinamisasi dalam semua aspek kehidupan yang sangat luas, meliputi bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
Di abad kedua, Muhammadiyah masih harus lebih giat lagi dalam melaksanakan tajdid dinamisasi. Kiai Dahlan telah melakukan tajdid dinamisasi sesuai dengan zamannya dengan mendirikan sekolah dan rumah sakit modern, misalnya. Hari ini harusnya Muhammadiyah mampu untuk mengaktualkan tajdid dalam bidang politik dan ekonomi untuk ditawarkan kepada negara.
Keempat, moderat (wasatiyah). Muhammadiyah selalu memilih jalan tengah di antara dua kutub ekstrem. Untuk menjadi moderat, kita harus paham terlebih dahulu terhadap pemahaman yang radikal dan liberal, baru kemudian mengambil sikap. Aktualisasi dari moderat ini adalah tidak bersikap hegemonik serta selalu menghargai pendapat orang lain.
Sebagai gerakan wasatiyah, Muhammadiyah juga menolak gerakan takfir dan sikap memaksakan. Dalam berdakwah, Muhammadiyah menganut prinsip untuk memajukan dan menggembirakan masyarakat. Kosa kata ‘memajukan dan menggembirakan’ sudah tercantum dalam dokumen awal berdirinya Muhammadiyah.
Kelima, gemar beramal. Sedikit bicara banyak bekerja itu watak Muhammadiyah. Sifat ini melekat pada setiap pimpinan, anggota, kader, dan warga Muhammadiyah di mana saja. Oleh sebab itu, Amal Usaha Muhammadiyah selalu lahir dan tumbuh berkembang dari bawah, bukan atas instruksi dari atas. Bagi Muhammadiyah, beramal dan berilmu merupakan keharusan dalam rangka mencapai gerakan ilmu-amaliyah dan amal-ilmiyah. (Ribas)
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 19 Tahun 2016