Hadirnya media online dan media sosial/linimasa telah mengubah pola komunikasi umat. Hanya lewat telepon genggam, saat ini setiap orang bisa menerima berita atau informasi dan sekaligus meresponnya secara cepat. Tetapi kecepatan dan aktualitas tanpa diimbangi selektivitas sering menimbulkan ghibah dan fitnah. Berita hoax bertebaran di linimasa. Bagaimana tanggapan Prof Dr Faisal Ismail, MA, Gurubesar Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, melihat fenomena hiruk-pikuk media online dan media sosial saat ini? Berikut petikan dialognya bersama Suara Muhammadiyah.
Bagaimana pandangan Islam terhadap perkembangan teknologi informasi?
Sebenarnya, perkembangan teknologi itu merupakan suatu keniscayaan. Itu adalah hasil olah dari penerapan suatu ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan diolah, dikembangkan, kemudian diterapkan menghasilkan teknologi. Pada prinsipnya, teknologi informasi itu baik kalau digunakan untuk keperluan yang baik. Ibarat pisau, kalau digunakan untuk memotong sayur, mengupas buah-buahan, itu baik. Tetapi kalau pisau digunakan untuk membunuh atau menyakiti orang, itu tidak baik. Jadi, tergantung penggunaannya. Islam mengajarkan agar ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan dengan etika yang baik sesuai dengan manfaatnya.
Bagaimana etika Islam ketika orang berkomunikasi di ruang publik?
Mengacu pada ajaran Nabi Muhammad saw, berkomunikasi harus dengan mau’idhah hasanah. Harus dengan keteladanan yang baik, nasihat yang baik, tutur kata yang baik, budi bahasa yang baik. Nabi Muhammad saw telah mencontohkan semuanya kepada kita. Tinggal kita mengacu pada etika Beliau dalam berkomunikasi. Adapun tentang penyebaran kebencian di media sosial, apapun medianya kalau sudah mengekspresikan kebencian, jelas menurut ajaran Islam dinilai tidak benar. Islam melarang membenci berdasarkan etnis, atau kelompok, atau bangsa tertentu. Islam mengajarkan saling menghormati, respek, baik antar manusia, kelompok, bangsa, atau komunitas.
Menurut bapak, bagaimana seharusnya menyikapi berita atau informasi yang bertebaran di media sosial yang belum jelas sumber dan kebenarannya?
Saya kira, harus ada filter. Dan filter kita harus berdasarkan Islam. Jadi, kalau misalnya belum jelas kebenaran berita, kita jangan terlalu banyak mengumbar respon. Apalagi kalau berita atau informasi itu belum jelas sumbernya dan juga belum jelas kebenarannya. Kita bisa salah menerima dan menanggapi berita atau informasi tersebut. Jadi, memang harus ada proses tabayyun, baru kita bisa memberikan suatu respon atau tanggapan.
Bagaimana tanggapan bapak terkait inisiasi Fikih Informasi?
Menurut saya, itu gagasan yang sangat positif. Bisa diacungi jempol jika PP Muhammadiyah yang menginisiasi gagasan ini. Konsep fikih informasi ini bisa menjadi contoh untuk ormas-ormas lain. Dalam proses penyusunannya, harus ada ahli-ahli agama dan pakar media secara lintas disiplin berdiskusi mengkaji persoalan ini. Harus ada kerjasama dari berbagai kalangan secara interdiciplinary untuk merumuskan konsep fikih informasi. Yaitu, tatacara atau panduan bagi umat Islam dalam merespon berita-berita atau informasi-informasi yang belum jelas sumber dan kebenarannya. (Rif)
BIODATA NARASUMBER
Nama : Prof Dr H Faisal Ismail, MA
Tempat Tanggal Lahir : Sumenep, 15 Mei 1947
Jabatan : – Guru Besar Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga – Mantan Duta Besar RI untuk Kuwait
—
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 2 Tahun 2017