“Ketika di bumi Islam Timur sains Arab merosot kemudian ia mulai berkembang maju di bumi Barat. Cordoba mengambil alih posisi Baghdad sebagai pusat pengetahuan, sementara Toledo dan Seville turut pula dalam usaha intelektual. Sarjana Arab Spanyol membangun di atas dasar yang telah dibangun oleh saudara-saudara seagama mereka di Irak, Suriah, Mesir, dan Pakistan. Zaman keemasan mereka berlangsung antara abad ke-11 hingga ke-12,” Pengakuan Hitti seorang orientalis sekaligus Islamolog ternama yang telah memperkenalkan sejarah kebudayaan Arab ke Amerika.
Dari pernyataan di atas menunjukkan bahwa peranan Andalusia sebagai pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan di Eropa pada abad pertengahan sangatlah besar. Kekuasaan Islam di Andalusia yang berlangsung selama hampir delapan abad mempunyai arti yang besar bagi perkembangan kegiatan keilmuan, tidak hanya bagi masyarakat Andalusia, tetapi juga bagi masyarakat Eropa dan dunia pada umumnya.
Sebelum kedatangan kaum muslim, hampir tidak ada kegiatan keilmuan di Andalusia dan tidak ada tokoh yang menonjol yang bisa memberikan sumbangsih terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan sains. Keadaan seperti ini terus berlangsung hingga kedatangan kaum muslim pada tahun 711. Kedatangan mereka ibarat matahari yang membawa cahaya untuk menerangi kegelapan yang sedang menaungi bangsa Eropa berabad-abad setelah pudarnya peradaban Yunani.
Lembaga-lembaga Pendidikan di Andalusia mencakup lembaga Pendidikan dasar dan Pendidikan tinggi. Pada tingkatan Pendidikan dasar, para pelajar diberi pelajaran membaca dan menulis Al-Qur’an. Disamping itu, mereka juga belajar tentang puisi, penulisan surat, mengarang, tata bahasa Arab, dan seni kaligrafi. Secara formal, pendidikan menengah tidak ada. Para pelajar disediakan pelajaran yang cukup sebagai bekal mereka untuk meneruskan ke lembaga-lembaga pendidikan tinggi atau universitas.
Menurut al-Maqarri seorang sarjana Aljazair yang lahir di Tlemcen pada 1577, kurikulum sekolah di Andalusia terdiri dari pelajaran membaca al-Qur’an dan memahaminya. Pelajaran tentang ketuhanan (teologi) sangat ditekankan dan menjadi pelajaran utama. Mata pelajaran lainnya adalah filsafat, tata bahasa Arab, puisi, retorika, sejarah, geografi, dan bahasa. Pendidikan masyarakat Andalusia tidak menganut dualisme pendidikan agama dan non-agama. Alhasil, sistem Pendidikan seperti ini sukses melahirkan para sarjana dan ilmuwan yang menguasai berbagai bidang keilmuan sekaligus.
Lembaga pendidikan di Andalusia terdiri dari rumah pribadi, masjid, istana khalifah, kediaman wazir atau gubernur, majelis, kelompok kesusastraan, kedai, dan pasar buku. Rumah-rumah pribadi biasanya digunakan untuk pendidikan dasar. Kebanyakan masyarakat Andalusia menerima pendidikan sejak kecil di rumah masing-masing. Selain rumah pribadi, rumah-rumah para ulama dan cendikiawan muslim juga sering dikunjungi oleh para pelajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Misalnya, Ahmad bin Sa’id al-Ansari seorang guru besar (syekh) di Toledo mempunyai sekitar 40 orang murid di rumahnya. (diko)