Oleh Yuki Agustin, MHum
Jika membuka buku “Bandoeng: De Stad op de Hoogvlakte” tentunya kita akan menemukan awal gairah kota Bandung. Buku terbitan bulan Oktober 1918 ini banyak memberikan informasi yang sangat mendalam tentang awal perkembangan kota. Terlihat dengan jelas bahwa penulis buku ini sangat mencintai daerah ini. ”De Stad op de Hoogvlake” sendiri jika diartikan secara harpiah bermakna, kota didataran tinggi.
Diawali dengan kata-kata puitis nan romatis akan alam kota ini, penulis mulai membuka cakrawala tentang rencana besar pemerintah kolonial Belanda terhadap daerah ini. Rencana besar yang sungguh sangat matang akan dikerjakan dengan cara yang sangat cepat sesuai impian Gubernur Jendaral pada waktu itu. Demi teralisaisnya mahakarya ini, para ahli diterjunkan dan mulai melakukan penelitiannya. Pelebaran jalan, mengukuran luas wilayah, pengadaan bahan bangunan hingga pemetaan wilayah semua dilakukan berdasarkan penelitian.
Bukan hanya itu, obsesi untuk memciptakan kota impian layaknya kota-kota indah di Eropa di restui oleh yang Mulia Gubernur Jendaral MR. J. P. GRAAF VAN LIMBURG STIRUM. Bukan hanya sampai disitu, keinginan Gubernur Jendaral menjadikan kota ini bukan sekedar kota indah namun kuat secara militer. Oleh karenanya, dua departemen militer, yakni “LANDS KOEPOK INSTALLATION dengan INSTITUTE PASTEUR dan ARTLLERIE CONSTRUCTION SHOP” dipindahkan dengan kuasa yang Mulia Gubernur Jendaral. Dia menginginkan bahwa Kota Bandung ingin menjadi benteng pertahanan Jawa. Kota Indah dengan pertahanan terbaik, kira-kira ikulah yang diharapkan oleh yang Mulia paduka Gubernur Jendaral.
Visi proyek maha karya ini, terealisasi dengan hadrinya berbagai kantor-kantor penting lengkap dengan manajer dan stafnya yang langsung didatangkan dari negeri Belanda. Para manajer dan orang ahli diterjunkan untuk menggerakan berbagai sektor, diantaranya departemen pengadan air minum, departemen perdagangan, departemen perindustrian dan departemen pembangkin listrik kota. Tentunya semua proyek megapolitan ini membutuhkan dana yang sangat besar. Dan pemerintah kota beserta dewan kota tidak main-main dalam hal pengedaan dana. Demi menunjang suksesi dan akselerasi menuju kota baru, kota impian bersama.
Demi teralisasi keinginan impinan bersama ini, deawn kota menyiapkan dana yang sangat fantastis, yakni 5 juta gulden. dana yang besar ini tentunya tidak mencukupi untuk membangun kota yang megapolitan. Banyak para pengusaha yang berani berinfestasi dan mendirikan berbagai macam pabrik di Bandung. Salah satu contoh adalah pabrik kina yang didirikan untuk menunjang kebutuhan ekspor. Selain kina banyak perusahaan perkebunan yang membuka kantor pusatnya di Bandung. Yang tidak kalah penting adalah janji Mr. K. A. R. BOSSCHA, Administrator Utama dari perusahaan teh Malabar. Dia menyumbangkan satu ton emas untuk Institute of Ingenieurs (cikal bakal THS/ITB) di Bandoeng. Dari bantuan ini Bandung mampu mendirikan Rumah Sakit Umum, THS, Kebun Binatang, tropong Bintang dan pembangkit Listrik Kota (“ Bandoeng: De Stad op de Hoogvlakte” UITGAVE CQMITÉ VAN AQTIE – BANDOENG ~ OQTOBER 1919).
Ditengah gemerlapnya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah Hindia Belanda, tentunya sektor pendidikan menjadi perioritas utama. Dewan kota mengharapkan bahwa visi besar diatas haruslah ditunjang dengan kesiapan sektor pendidikan. Tak heran jika banyak sekolah-sekolah kelas menengah atas hadir di Bandung. Tak ketinggaln juga sekolah sekolah swasta dan sekolah pelatihan pelatihan yang kesemua itu banyak menghadirkan murid. Satu diantara sekolah unggulan yang disiapkan oleh pemerintah Belanda adalah Technische Hoogeschool -THS (ITB – sekarang). Kampus ini mampu menyelesaikan aula barat pada tanggal 3 Juli 1920. Sekolah inilah yang menjadi ikon dan kebanggan kota Bandung di masa-masa yang akan datang.
Konsep kota megapolitan ini tentunya banyak mengundang perhatian. Bukan hanya orang Eropa semata, namun kaum pribumi pun banyak yang datang ke kota Bandung. Soekarno merupakan salah satu dari sekian orang yang datang ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dan sekolah yang di tuju adalah THS, berdasarkan rekomendari dari guru sekaligus mertunya, HOS Cokroaminoto. Dari Surabaya Soekarno berbekal surat rekomendari dari gurunya, tumbuh dan menjadi intelektual sekaligus politisi tangguh. Bandung baginya merupakan kawah candradimuka bagi cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Hadirnya Bandung menjadi kota, meniscayakan berbagai pedagang dan pengusaha untuk tinggal dan membuka usahanya di Bandung. Tak terkecuali dengan keluarga Kancana. Pengusaha kakak beradik yang berasal dari Singaparna Tasikmalaya. Mereka terdiri dari H. Zaenudin, H. Hambali, Ny. Omoh Patimah, H. Sahdiya, H. Anda dan H. Badruddin. kelima (karna Ny. Omoh Patimah – menetap di Rawa) saudara inilah yang menjadi pelopor bagi para pengusaha yang ada di daerah, khususnya di Rawa Singaparna. Tentunya sebagai kakak tertua, H. Zaenudin lebih dahulu mengenal dan menginjakan kaki di Bandung. Berbekal sebagai pengusaha dan orang terpandang di kampung memudahkan nya untuk berkunjung dan menetap (memiliki lahan) di Bandung.
Zaenudin merupakan pedagang batik dan bodasan. Dia sangat akrab dan masuk dalam jaringan pengusaha batik. Para pedagang batik memiliki los atau toko yang sangat megah di jl. Banceuy belakang kantor pos, dekat dengan perkampungan Cina (Pecinan). Tempat yang sangat strategis bagi para pedagang batik, mengingat jl Bancey sangat ramai dikunjungi oleh masyarakat. Disanalah pusat para pedagang batik berkumpul. Sebagai pedagang batik, H. Zaenudin sangat hafal betul jenis –jenis batik, model hingga jalur pemasaran. Sebagai pedagang besar dia mampu memasarkan produknya hingga keluar kota Bandung. Dia menetap di daerah Tegallega percis sebelah kanan lapangan pacuan kuda Tegallega atau sebrang Inhopteng. Bukti keberhasilan sebagai pedagang sukses, terlihat dari luas tanah yang dimilikinya. Di daerah Tegallega, H. Zaenudin merupakan tuan tanah dan termasuk dalam golongan kelas menengah atas Pribumi yang hormati oleh Belanda. Tak heran jika dia memiliki relasi berbagai kalangan, mulai dari pedagang hingga pejabat pemerintah.
Salah satu daerah yang sering dia kunjungi adalah wilayah perkebunan. Perkebunan merupakan wilayah yang padat karya dan sarat akan perputaran uang. Satu perkebunan kecil biasanya dihuni minumal dua afdeling. Apalagi perkebunan menengah bisa sampai empat afdeling. Sedang perkebunan besar bisa sampai enam afdeling. Perbandingannya, perkebunan kecil dengan dua afdeling memiliki karyawan berkisar 700 kepala keluarga (KK). Kalau menengah bisa sampai 1300 KK. Apalagi perkebunan besar bisa dihuni 1700 KK. Bagi H. Zaenudin ini merupakan pasar besar yang jarang tersentuh oleh pedagang lainnya. Tak heran jika dia sering mengunjungi berbagai perkebunan atau onderneming (Perusahaan) yang ada di pedalaman. Dengan sendirinya, dia mengetahui para pemilik Onderneming, yang kebanyakan dari bangsa Eropa.
Keberhasilan H. Zaenudin berdagang batik, membawa berkah bagi adik-adiknya. Sebagai kakak senior, dia lantas memboyong mereka ke Bandung. H. Hambali, H. Sahdiya, dan H. Anda merasakan betul tangan dingin sang kakak. Ketiga adiknya semua diterjunkan langsung ke berbagai tempat potensial dan dikenalkan dengan relasi pribadinya. Model seperti inilah yang membuat ketiga adiknya cepat menjadi pedagang batik.
Awal abad ke-20 perubahan pembangunan Bandung sangatlah kentara. Pembangunan kantor-kantor pemerintahan, menjadikan Bandung menjadi kota yang banyak dikunjungi oleh berbagai lapisan masyarakat. Banyak orang Eropa maupun pribumi yang datang ke Bandung. Tentunya keberadaan mereka membutuhkan pemukiman yang layak. Ini merupakan peluang bisnis baru, di era Bandung yang sedang pesat membangun.
H.Anda selaku adik H. Zaenudin sering mengunjungi daerah Ciwidey. Hampir setiap perkebunan pernah dia kunjungi. Sepanjang perjalan itulah dia menemukan ide gagasan yang brilian. Untuk bisa mengikuti era pembangunan Bandung, dia harus mengatahui kebutuhan pasar saat itu. Banyaknya proyek pembangunan di Bandung, mengharuskan pemerintah dan dewan kota mencari suplayer bahan bangunan. Dari berbagai bahan bangunan, kayu menjadi bahan utama yang di cari oleh setiap anemer (pemborong). Pelung inilah yang sanggup ditangkap oleh H.Anda. Disela-sela mendagangkan batik di daerah Ciwidey dia selalu berinteraksi dengan para petani yang memiliki pohon-pohon kayu. Dia memberanikan diri membawa jenis kayu yang diminta oleh setiap anemer. Kayu pilihan para anemer adalah jenis kayu jati, Rasamala, saninten dkk.
Awalnya H. Anda membawa kayu dari Ciwidey yang masih gelondongan (batang besar), dengan menggunakan jasa truk yang lewat ke Bandung. Ide ini membuahkan nilai positif, banyak kayu gelondongan Anda diborong oleh beberapa Anemer. Melihat prospek bisnis sampingan Anda yang bagus, selaku kakak, H. Zaenudin menilai positif. Lewat relasi yang kuat dan pencarian blueprint kota, H. Zaenudin merestui bisnis sampingan adiknya dan menyarankan untuk lebih di fokuskan. Semenjak itu, kakak beradik mulai beralih usaha menjadi penjual kayu. Usaha baru rintisan bersama inilah yang memicu, menjaga mengangkat keluarga. Dilihat dari keuntungan, tentunya lebih menjanjikan daripada bisnis sebelumnya. Hal terpenting dari itu semua, tidak ada kaum pribumi yang memiliki pemikiran untuk membuka usaha seperti ini. Artinya bisnis model ini tidak ada saingannya. Mungkin para kaum pribumi menilai bisnis semacam ini belum terbaca (peluang) dan ini merupakan bisnis kelas atas.
Dengan usaha bersama, tentunya alat transportasi seperti Truk dan gudang mampu terealisasi. H. Anda yang hapal betul permintaan pasar, terjun langsung memimpin perusahaan ini. Dengan membawa truk sendiri mampu menekan kost biaya, alhasil untung mereka bisa berlipat ganda. H. Zaenudin membuka gudang kayu di Tegllega, H. Sahdiya membuka gudang kayu di Astanaanyar tepatnya di pertigaan Gang H, Sapari. Di gang Aleng Kopo di buka untuk si bungsu Badruddin. Sedangkan H. Anda membuka gudang kayu di Jl. Lengkong Besar, dekat dengan rumahnya. Dari keempat gudang tersebut, gudang Lengkong Besar lah merupakan gudang terbesar, sekaligus kantor pusat. Kantor pusat penjadi gudang paling tersibuk. Hampir siang- malam para pekerja terus menurunkan dan mengantarkan pesanan kayu kayu pilihan. Kreatifitas dan inovasi terus diasah oleh H. Anda, mulai hanya menghadirkan kayu gelondongan, H. Anda berusaha untuk menyediakan produk setengah jadi bahkan hingga produk jadi.
Dengan gagasan seperti itu, mesin dan gergaji potong menjadi teman bagi para pekerja. Dengan adanya alat alat tersebut, H. Anda mampu memproduksi kayu kayu pesanan untuk penyangga, untuk bestek cor, papan, triplek atau mampu untuk membikin pintu dan kusen. Dengan sendirinya kesibukan para pegawai tambah hari tambah padat. Para custamer umumnya adalah para anemer (pemborong) yang tentunya pemesannya termasuk kategori partai besar. Namun ada juga yang memesan perorangan, umumnya mereka dari kalangan masyarakat pribumi. Salah satu anemer yang sudah berlangganan ke gudang kayu Kancana adalah Tuan Wanders. Dia merupakan pihak ketiga yang ditunjuk pemerintah Belanda atau Dewan kota untuk menyediakan bahan bangunan. Dari berbagai keterangan menyebutkan bahwa Tuan Wanders ini banyak mensuplai barang untuk pembangunan Bandung utara. Dapat dipastikan bahwa jenis kayu yang disuplainya merupakan kayu-kayu pilihan.
Anda sangat memperhatikan bisnis ini. Mengingat pesanan yang sangat membeludak bahkan ada yang tidak terlayani, baik oleh gudang utama, maupun gudang kancana lainnya. Demi menjaga kredibilitas sebagai pengusaha, H. Anda berusaha untuk mencari jalan agar mampu mendatangkan barang sebanyak mungkin dengan kwalitas terbaik. Lewat lobi dan jaringan yang baiknya, H. Anda mendapatkan ijin tebang hutan mulai dari banten sampai perbatasan Cilacap. Tentunya ijin tebang ini di peroleh dari pemerintah atau pejabat hutan. Sebagai pengusaha muslim dia hanya menginginkan kayu dengan ukuran diameter tertentu. Oleh karnanya, pohon-pohon kecil yang usia 3-5 tahun tidak termasuk kategori yang diinginkan, selagi untuk menjaga ekosistem hutan. Tidak sampai disitu, menurut penuturan mantu pertamanya (Ahmad), H. Anda memerintahkan dirinya untuk menemui para petani kayu di Wonosobo. Sebelumnya H. Anda pernah datang langsung ke Wonosobo dan berniat untuk membeli kayu dari para petani disana. Maka diberangkatkanlah kayu kayu pilihan terbaik dengan menggunakan gerbong kereta api menuju Bandung dengan jumlah yang sangat banyak.
Zaenudin, H. Hambali ( lebih memilih pulang ke kampung – Rawa, Singaparna), H. Sahdiya, H Anda dan H. Badruddin merupakan keluarga pengusaha. Mereka (Keluarga Kancana) berhasil melewati “jiwa Zaman” sebagai pengusaha. Sebagai kakak pertama H. Zaenudin mampu membimbing adik-adiknya sukses di dunia bisnis. Namun tidak berhenti sampai disitu, H. Zaenudin yang sangat dihormati oleh adik-adiknya mampu menularkan jiwa sosial kemanusiaannya. Banyak saudara sekampung yang di tampung di Tegallega. Bukan hanya saudara, keberpihakan terhadap Islam dia perlihatkan dengan menampung anak-anak yatim dari berbagai daerah, memfasilitasi para pejuang kemerdekaan hingga melindungi tokoh-tokoh Islam Masyumi. Selain sebagai pedagang (pengusaha) H. Zaenudin merupakan politisi Masyumi dan Pimpinan Muhammadiyah Priangan. Organisasi Muhammadiyah dikenalnya selama dia banyak bergaul dengan para pedagang batik. Tentunya setelah sukses dalam berbisnis dia mengajak adik-adiknya untuk sama-sama berkhidwat di Muhammadiyah. Sebagai pengusaha dan pimpinan (sesepuh) Muhammadiyah Priangan, H. Zaenudin beserta adik-adaiknya sanggup membawa pimpinan pusat Muhmmadiyah ke kampung halamannya di Rawa Singaparna. Sebuah obsesi yang sangat sulit dilakukan pada masa itu, mengingat kampung Rawa pada saat itu, merupakan kampung pedalaman yang aksesnya masih kurang bersahabat. Diperlukan alat transprtasi yang baik untuk mendatangkan tamu istimewa, apalagi sekelas pimpinan Pusat. Dan Pimpinan Pusat yang datang pada waktu itu salah satunya dalah bapak KH. Ahmad Badawi.
Rumahnya di Tegallega sebagian dijadikan panti Asuhan, sebagian dijadikan Masjid untuk mengumpulan para Da’i dan pejuang. Sebagai sesepuh dan tuan rumah, H. Zaenudin banyak mengundang para ulama dan Da’i dari Muhammadiyah. Mereka banyak bersilaturahmi dan bertukan informasi di rumahnya. Tak sedikit para ulama yang hadir merupakan tokoh sentral yang menguasai keilmuan yang adiluhung. Sebut saja ulama KH. Hambali Ahmad, KH. Iping Zaenal Abdidn, KH. Taufik ALi Daud, KH. EZ. Mutaqien dan ulama lainnya. Dalam penuturan anaknya KH. Taufik Alie Daud (Ahmad Qonit Ali Daud) bahwasananya KH. Taufik Ali berdomisili di Singaparna Tasikmalaya. Dia sering dijemput dan disediakan mobil jenis sedan untuk diboyong ke Bandung. Pada masa tersebut, KH. Taufik Alie merupakan ulama yang masih muda seangkatan dengan KH. EZ. Mutaqien. Namun terpilih oleh H. Zaenudin untuk bisa mengisi pengajian bulanan di Masjid Tegallega. Pengajian bukan hanya media dakwah atau tempat menuntut ilmu. Namun pertemuan tersebut digalang dalam memupuk kaderisasi ulama dan perjuangan. Tak heran jika tokoh-tokoh yang selalu hadir ke majelis tersebut, kelak memiliki karisma dan masa yang sangat besar dan dicintai oleh umat. Semasa peristiwa Bandung lautan Api hingga Agresi Militer, Markas Hizbullah & Sabilillah berada di Tegallega. Memang H. Zaenudin sengaja menjadikan sebagain lahan miliknya dijadikan markas berkumpulnya pemuda-pemuda Hizbullah.
Di dunia sosial, tak berlebihan jika keluarga ini merupakan pelopor pembangunan panti asuhan, sekolah dan Masjid Muhammadiyah di Rawa dan di Bandung. Panti Asuhan Nilem di Buah Batu sekarang dan Sekolah Muhammadiyah Kancil merupakan bukti dari sekian wakaf yang di pelopori oleh keluarga ini. Khusus sekolah Kancil, keluarga ini sangat berperan sejak awal. H. Zaenudin sendiri langsung menghadapai perlawanan/pertentangan dari warga. Daerah tersebut awalnya merupakan area persawahan. Kemudian keluarga Kancana memiliki lahan di area tersebut. Niat membangun dan mendirikan sekolah tidaklah mulus, warga sekitar banyak menentangnya. Hingga akhirnya H. Zaenudin meminta langsung berunding dengan warga sekitar. Inti dari negoisasi terebut adalah, warga akan mengijinkan atau merestui pendirian bangunan sekolah, dengan syarat harus mengadakan ritual khsusus beserta syukurannya. Salah satu ritualnya adalah harus menyembelih kerbau dan menguburkan kepala kerbau tepat di atas bangunan sekolah. Ritual ini merupakan ritual tolak bala. Tanpa embel-embel lain, semua syarat dipenuhi oleh H. Zaenudin. Baginya syarat itu merupakan bagian dari syukuran biasa dan silaturahmi makan besar bersama, tidak tianggap sebagai sebuah keyakinan. Ada hal penting yang lebih dari sekedar melaksanakan ritual. Dengan pendiran sekolah, maka generasi baru akan lahir, generasi pencerah, estafet perjuangan akan terus hadir. Kalau saja sekolah itu tidak sampai berdiri hanya karena syarat itu tidak dilaksanakan, mungkin ceritanya akan lain. Baginya masa depan harus dibeli pada saat sekarang—-kira-kira begitu dan umumnya para pengusaha seperti itu.
Bagi H. Zaenudin, Muhammadiyah merupakan organisai yang tepat dalam berbaikti dan berderma. Dimasa-masa senjanya, dia dengan rekan sejawatnya yang sangat kesohor KH. R. Soetalaksana, terus merawat Muhammadiyah. Sampai di acara dan momentum Muktamar tahun 1965, beliau dengan KH. R. Soetalaksana menjabat sebagai penasehat panitia. Kebetulan di tahun itu Bandung menjadi tuan rumah peristiwa besar tersebut. Beliau langsung memerintahkan agar sekolah Muhammadiyah Kancil dijadikan salah satu arena penting Muktamar. Hal ini dimaksudkan agar pusat kegiatan dekat degan Masjid Mujahidin. Tak berhenti sampai disitu, dia meminta kepada seluruh adik-adiknya agar membantu Muhammadiyah dalam mensukseskan hajat besar tersebut. Selain membantu langsung secara pribadi- pribadi, keluarga ini memberikan bantuan berupa pinjaman sebesar Rp. 10.000.000 (sepuluh Juta) Rupiah atas nama Bank Sukapura. Kebetulan adik – adik H. Zaenudin menjabat sebagai komisaris Bank Sukapura. Salah satunya adalah H. Anda. (bisa dilihat di buku Muktamar 1965)
Di dunia politik H. Zaenudin memiliki peran yang Cukup penting. Secara pribadi dia sangat bersahabat dengan Sukarno (apalagi semenjak nikah dengan Inggit Garnasih). Persahabatan mereka berdua memang jarang terungkap dipublik. Mengingat dua sahabat ini pada ujungnya memilih partai politik yang berbeda. Sukarno ke PNI sedang H. Zaenudin ke Masyumi. Sebagai pemimpin PNI, Sukarno jelas memiliki peran yang sangat sentral. Lain dengan H. Zaenudin, walau bukan menjabat Ketua Umum Partai, H. Zaenudin tercatat sebagai Ketua dan penasehat Masyumi di Priangan. Banyak kader-kader muda yang di bantu diorbitkan olehnya salah satunya adalah KH. Isa Ansori dan Hj. Hadiyah Salim ( lihat koran AID „DE PREANGERBODE” MAANDAG 2 ÖCTÖBER 1950, hal.2). Dua tokoh Masyumi Jawa Barat ini sangat dekat dengan keluarga H. Zaenudin. Sewaktu peristiwa Bandung Lautan Api, mereka beserta keluarga di ungsikan di fasilitasi untuk bisa tinggal nyaman. Hampir setiap rapat-rapat besar yang menghadirkan pimpinan-pimpinan pusat H. Zaenudin selalu melibatkan adik-adiknya untuk menjamu dan menfasilitasi kegiatan selama di Priangan, khususnya di Bandung. Bahkan dalam salah satu media masa, nama H. Zaenudin selalu tertera dalam setiap kunjungan Mohammad Natsir ke Bandung. Selain lapangan Tegallega, terkadang Biskop Varia (jadi Palaguna) disiapkan untuk menjamu dan menyelenggarakan acara besar partai. Mengingat hanya bioskop Varia yang mampu menampung masa yang besar degan konsep indor. (lihat koran “AID DE PREANGERBODE” ZATERDAG 5 Mei 1951, hal. 2).
Sebagai penasehat Masyumi Priangan, hampir semua kader Masyumi selalu di berikan masukan olehnya. Demi mendapatkan fasilitas yang memusakan, terkadang rapat terbatas pertemuan pimpinan pusat seperti Sjafruddin Prawiranegara, Mohammad Natsir, Mohammad Roem dkk di laksanakan di rumah si Bungsu Badruddin, di Jl. PasirKaliki. Perbedaan inilah yang menjadikan dua sohib ini banyak menahan rindu. Namun sebagai bukti kedekatan antar keduanya, tercermin pada peristiwa di tahun 1960. Tahun dimana Sukarno berada diatas angin (setelah membacakan Dekrit Presiden). Sebagai kawan dekat, H. Zaenudin ingin sekali memberikan masukan (Nota protes) kepada Sukarno agar jangan dekat dengan Komunis. Nota Protes dari kawan pun ditulis dalam sebuah map. Diaturlah pertemuan, dan berangkatlah kelimas saudara tersebut dipimpin oleh kakak tertua H. Zaenudin. Sesampai di istana negara, Sukarno langsung menyalami kelima kakak beradik tersebut dengan ramah dan dengan menggunakan bahasa sunda yang lembut. Sukarno tanpa segan-segan menanyakan kondisi keluarga mulai dari Kel H. Zaenudin, H. Hambali, H. Sahdiya, H. Anda dan si Bungsu H. Badruddin. Sukarno sangat hapal semua keluarga besar beserta anak dan istri mereka. Tak hanya itu, Sukarno menanyakan tentang keluarganya (Inggit) di Bandung, sehingga larutlah mereka akan suasana akrab. Sampai sampai mereka lupa, bahwa kedatangan mereka bertemu dengan Presiden RI adalah untuk memberikan Nota Protes. Itulah kharismatiknya Sukarno.
Bagi Sukarno adik H. Zaenuddin –(H. Anda) memiliki arti penting dalam perjalananya semasa di Bandung. Sewaktu Ibu Inggit Garnasih meminta cerai dari Sukarno, Inggit hanya ingin di pulangkan ke Bandung. Dalam buku “ Ku Antar Kau Ke Gerbang” karya Ramadhan KH, tujuan Inggit adalah ingin diantarkan ke rumah H. Anda. Bagi Inggit, H. Anda serasa saudara yang masih peduli dan mau menampung dirinya. “Antarkan saya ke rumah H. Anda. Dia pengusaha Kaya pemilik gudang Kayu Kancana” itu merupakan kutipan dari pernyataan Inggit kepada Sukarno. Sukarno ditemani dengan KH. Mas Mansur, Mohammad Hatta dan Ki Hajar Dewantoro menjadi saksi perceraian antara Inggit dan Sukarno di rumah H. Anda di Lengkong Besar no.20. Rumah yang sangat besar, dengan bermaterikan kayu- kayu pilihaan. Percis disampingnya adalah gudang kayu (Houthander) Kancana yang sangat besar.
Selain Sukarno, Inggit, KH. Mas Mansur ada juga tokoh nasional lainnya yang pernah tinggal di kediaman H. Anda. Bagi Mohammad Natsir, Abu Bakar Aceh, Mohammad Roem, Hamka dan tokoh Masyumi lainnya, kediaman H. Anda serasa tidak asing. Para tokoh-tokoh Masyumi sering mengunjungi kediaman H. Anda baik yang di Lengong Besar, di jl. Sulanjana maupun di penginapan miliknya di Jl. Rana. Bahkan di tahun 1956, ketika berlangsungnya sidang Konstituante, hanya Fraksi Masyumi lah yang tidak mengambil fasilitas menginap di Hotel. Presiden Soekarno (Pemerintah) menyiapkan dua hotel mewah, yani Hotel SaVoy Homman dan Hotel Preanger untuk memfasilitasi semua anggota fraksi. Pemilihan kedua hotel tersebut dikarenakan keduanya sangat ddekat jaraknya dengan tempat sidang, yaitu di gedung Concordia (Gedung Merdeka—sekarang). Namun hanya fraksi Masyumi yang tidak mengambil fasilitas tersebut. Mereka lebih memilih tinggal di penginapan Tenggara Jl. Rana No.1 (Salah satu kediaman H. Anda). Memang posisi penginapan tersebut tepat dibelakang Hotel Savoy Homman, namun masuk di lingkungan masyarakat. Namun tetap sangat strategis. Selama berlangsungnya sidang, hampir siang dan malam penginapan ini ramai dikunjungi tokoh-tokoh besar partai Masyumi. Sebagai tuan ruamh, H. Anda memfasilitasi semua kebutuhan mereka. Sampai saat ini penginapan tersebut masih terawat dengan baik, walau ada perubahan sedikit.
Sama seperti kakaknya, H. Anda tak berhitung dengan Muhammadiyah. Bersama kakak dan adiknya, dia mampu mengenalkan Muhammadiyah di priangan (khususnya di Bandung dan Tasikmalaya) dengan sangat elegan. Beberapa sekolah dan panti asuhan pertama lahir berkat uluran dan kedermawan dirinya. Jiwa saudagarnya terlihat jelas dalam setiap program sosial di Muhammadiyah. Baginya Muhammadiyah harus menjadi tempat bersandar. Jika mendirikan sekolah, harus sekolah unggulan. Jika mendirikan panti asuhan, jangan sampai anak panti terlantar. Makanya setiap program yang dia gagas bersama kakak dan adiknya, dia cover seluruhnya. Jika belum ada lahannya, dia wakafkan sebagian tanahnya. Kalau mau membangun, dia beserta saudaranya tampil di garda terdepan. Bahkan ketika AUM sudah berdiri, dia sendiri yang siap menjadi donatur untuk keberlangsungan program ini. Ini sungguh sangat elegan, ini benar-benar ciri khas Muhammadiyah generasi awal. Namun sebagai seorang profesional, dia beserta saudaranya sadar bahwa ilmu adalah penentu arah.
Wilayah inilah yang tidak dimiliki oleh mereka. H. Anda beserta saudaranya berinisiatif mendatangkan ulama dan guru-guru terbaik, untuk keberlangsungan takmir Muhammadiyah. Sebut saja KH. Iping Zaenal Abidin. Tokoh ulama karismatik, santun dan penuh hikmah. Hampir semua ilmuan lawas di Bandung tentunya mengenal sosok ulama ini. Beliau founder UNISBA, pemerakarsa kuliah subuh di Bandung/ Jawa Barat. penulis produktif dan peneliti ilmu-ilmu keislaman. Mungkin hampir semua ilmuan khsusnya tentang falaq, pernah berjumpa atau membaca teori dan buah pikirannya. Beliau sangat dikenal sebagai salah satu ulama Tarjih Jawa Barat yang paling disegani. Namanya harum seharum akhlaqnya dan kepribadiannya. Tapi taukah bahwa H. Anda lah orang yang memboyong dan menyelamatkan KH. Iping Zaenal Abidin dari keganasan konflik DI TII dan TNI di Rawa. Menurut catatan dari putranya bahwa H. Anda adalah salah satu keluarga yang berhasil di Bandung yang selalu menjadi sandaran sodara-sodara di kampung halaman. Bersama KH. Hambali Ahmad kedua Ilmuan ini diboyong ke Bandung dan menetap di Tegallega. Seiring waktu, KH. Iping Zaenal Abidin menemukan jati dirinya kembali sebagai ulama dan pengajar. Namun H. Anda pernah memberi peluang usaha membuka usaha kayu, ketika Kyai Iping tinggal di Jl. Lodaya. Akan tetapi karena tidak memiliki bakat berniaga, usaha tersebut tidak dilanjutkan.
Lain halnya dengan KH. EZ Mutaqien. Ulama sekaligus politikus Muda Masyumi. Dalam catatan pribadinya, beliau mengingatkan bahwa Aki Anda lah yang memeprsiapkan segala keperluan menjelang pernikahannya. Mulai dari jas, dasi dan sebagainya, semua dipersiapkan oleh keluarga Aki Anda. Bapa juga berangkat dari Lengkong Besar (Rumah Aki Anda). Memang jika dirunut secara nasab KH. Iping Zaenal Abidin, KH. Hambali Ahmad, KH. EZ Mutaqien masih satu keluarga besar. Namun, terlepas mereka itu masih satu keluarga, rasa silih asah, asuh terlihat diantara mereka. Apalagi tiap pribadi mereka memiliki karya dan merupakan the greatman (orang-orang besar). Jika melihat fenomena ini berdasar teori kausalitas, terlihat bahwa Muhammadiyah Jawa Barat lahir berkat kolaborasi antar pengusaha dengan ulama. Kolaborasi ini terlihat oleh R. Oemar Suraatmadja, selaku ketua DPR Jawa Barat dari fraksi Masyumi. Bahwa ada masukan dari berbagai ulama untuk mendirikan masjid di keluraan Karees. Awalnya R. Oemar Suraatmadja memberikan lahan untuk umat Islam. Dia sendiri bukanlah orang Muhammadiyah, namun ketika H. Anda dengan saudaranya datang bersama ulama Muhammadiyah meminta ijin untuk mendirikan Masjid. R. Oemar Suraatmadja tidak ragu dan memberikan ijin. Hal ini dikarenakan mereka tidak hanya memberikan ide pendirian Masjid, namun sanggup sampai mendirikan sampai beres. Bagi R. Oemar Suraatmadja, dengan adanya H. Anda sudah sukup untuk menjadi jaminan, bahwa proyek pembangunan akan selesai. Inilah kelebihan Muhammadiyah. Dan sekarang masjid itu kini masih bisa kita nikmati oleh umat. Dengan model dan bangunan yang lebih moderen yang diselesaikan oleh H. Zaenal Arifien (Pengusaha). Beliau masih keponakan H. Anda, tepatnya cucu dari Hj. Omoh Patimah (Kakak H. Anda). H. Zaenal Arifien menyelesaikan proyek pembangunan Masjid Masjid Raya Mujahidin awal tahun 1990.
Model kolaborasi ini terus di kembangkan oleh Keluarga Kancana di kampung halamannya, Kampung Rawa Singaparna. Hampir kebanyakan amal usaha Muhammadiyah di kampung tersebut awalnya dari wakaf keluarga mereka. Tak heran jika sampai hari ini nama mereka masih terus dibanggakan. Khususnya oleh keluarga Muhammadiyah umumnya semua warga kampung Rawa, Linggawangi. Penulis pernah mendatangi pemilik Hotel Lingga, Pemilik Roti Bakar Lingga, Pemilik Bengkel Lingga hingga keluara pemilik trevel 4848. Semua mengakui dan mengetahui H. Anda (beserta saudaranya). Pemberian nama Lingga di nisbahkan kepada kampung halaman mereka, yaitu Linggawangi. Bagi mereka H. Anda seakan seperti kakeknya. Mereka semua sangat bangga jika dikaitkan dengan H. Anda, walalu sebagian mereka merasa minder karena bukan berasal dari keluarga kaya, namun umumnya mereka mengakui pernah di tolong oleh H. Anda. Mereka mengakui kedermawanan H. Anda beserta keluarganya, walaupun mereka bukan Muhammadiyah.
Rohilakumullah H. Zaenudin, H. Hambali, Hj. Omoh Patimah, H. Sahdiyah, H. Anda H. Badruddin. KH. Hambali Ahmad, KH. Iping Zaenal Abidin, KH. EZ Mutaqien, KH. Taufik Ali Daud.
Yuki Agustin, MHum. Peneliti Sejarah dan Guru Sejarah di Pesantren Aisyiyah Boarding School Bandung