MALANG, Suara Muhammadiyah – Panitia Penyelenggara Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-48 bekerjasama dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyelenggarakan Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah 2020 dengan tema “Islam Berkemajuan: Manhaj, Implementasi dan Internasionalisasi.” Acara tersebut dibuka oleh Dr. Fauzan M.Pd selaku Rektor UMM dan Prof. H. A. Malik Fadjar, M.Sc Ketua Badan Pengurus Harian UMM.
Fauzan dalam sambutannya mengajak seluruh warga persyarikatan Muhammadiyah untuk berkontenplasi, mencoba merefresh (menyegarkan) kembali gerakan Muhammadiyah yang telah berusia 108 tahun. “Tentu agar apa yang menjadi tekad dan tujuan Muhammadiyah sebagai organisasi tajdid tidak berhenti di tengah jalan,” ujarnya.
Merefresh kembali perjalanan Muhammadiyah menjadi sangat penting karena Muhammadiyah merupakan Ormas Islam terbesar di Indonesia bahkan dunia. Maka konsekuensi logis dari hal tersebut harus diikuti dengan cara berpikir yang besar bagi segenap warga persyarikatan.
Ia mengingatkan, jangan sampai Muhammadiyah menjadi gerakan peorasi berjamaah yang memiliki arti Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan tetapi tidak pernah melahirkan cara-cara berpikir dan bertindak yang layak dikatagorikan sebagai pembaharuan.
Maka dalam momen yang berbahagia ini, patut kiranya untuk merekontruksi kembali cara beramal dan cara bermuhammadiyah kita. “Kita harus sadar bahwa pendekatan inklusif dalam menggerakkan Muhammadiyah merupakan kunci untuk mencapai cita-cita besar Muhammadiyah,” pesannya.
Malik Fadjar dalam mukaddimahnya menyampaikan bahwa Muhammadiyah yang telah berumur satu abad lebih adalah bukti bahwa Muhammadiyah adalah organisasi yang besar dan harus terus dibesarkan dengan pemikiran yang berkemajuan.
Ia berkisah bahwa awal mula diadakannya seminar pra muktamar adalah saat menjelang muktamar ke-40 di Solo pada tahun 1985 dengan tema besar “Muhammadiyah di Penghujung Abad 20” dan terus bergulir hingga saat ini. “Pada muktamar yang ke-48 ini nanti Muhammadiyah akan mengalami perubahan secara nasional dan internasional. Maka Muhammadiyah harus benar-benar siap menghadapi perubahan tersebut,” pungkasnya. (diko/riz)