Suara Muhammadiyah – Trump dikonfirmasi telah menambah daftar negara yang masuk dalam larangan kunjung atau tinggaldi Amerika pada Januari lalu, dilansir Al Jazeera (31/01). Kebijakan ini ialah yang paling kontroversial sejak Trump menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat pada awal tahun 2017. Di bawah ini merupakan hal-hal yang perlu diketahui soal Trump Travel Ban.
Negara Mana Saja yang Termasuk dalam Daftar TrumpTravel Ban 2020 ini?
Dilansir dari media Politico pada Sabtu, (01/2), Trump telah menandatangani peraturan baru terkait keimigrasian itu pada Jumat 31 Januari 2020. Peraturan baru tersebut mulai berlaku sejak awal Februari ini.
Departemen Keamanan dalam Negeri Amerika Serikat menyebutkan bahwa Trump akan menangguhkan visa imigran dari beberapa negara yaitu Nigeria (negara dengan populasi terpadat di Afrika), Myanmar, Eritrea dan Kirgistan. Sementara negara Sudan dan Tanzania akan dilarang untuk memiliki kesempatan dalam program Diversity Visa AS untuk imigran (progam ini diperuntukkan bagi negara dengan tingkat imigrasi rendah ke Amerika Serikat). Nigeria, Eritrea, Kirgistan, Sudan, dan Tanzania merupakan negara dengan Muslim sebagai bagian dari mayoritasnya. Sehingga kemudian tidak heran jika peraturan ini diprotes oleh umat Muslim dari negara-negara tersebut.
Dalam aturan ini juga dijelaskan bahwa bagi warga dari negara-negara tersebut diizinkan masuk ke Amerika Serikat dengan tujuan bisnis, sebagai turis, dan sebagainya, selain dengan tujuan untuk menetap di AS.
Awal Mula Trump Travel Ban
Trump Travel Ban ini awalnya merupakan keberlanjutan terkait isu Anti-Muslim yang disuarakan oleh Trump sejak awal awal kampanyenya tahun 2015. Kala itu ia menyebutkan bahwa akan menghentikan masuknya Muslim ke Amerika Serikat. Hal ini berkaitan dengan kasus penembakan 14 orang Amerika di California yang diduga ialah aksi dari teroris di tahun yang sama. Sehingga dalam hal ini banyak yang setuju dengan pernyataan Trump tersebut, tapi juga tidak sedikit yang menolak.
Kemudian pada Januari 2017, dilansir dari CNN pada Juni 2018, ketika jejak pertama Donald Trump di White House sebagai Presiden Amerika Serikat, Trump mengeluarkan perintah eksekutif untuk menutup akses masuk ke Amerika Serikat selama 90 hari bagi tujuh negara mayoritas Muslim, yaitu: Irak, Suriah, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman. Perintah itu juga menutup akses dan izin bagi para pengungsi dari Suriah di dan ke Amerika Serikat tanpa batas waktu. Selain itu, Trump memutuskan untuk menghentikan penerimaan semua pengungsi ke Amerika Serikat selama empat bulan. Hal ini dilakukan Trump atas dasar karena ingin Amerika aman dari terorisme.
Trump Travel Ban yang Tidak Berjalan Mulus
Kebijakan Donald Trump yang kontroversial ini mendapat berbagai macam respons dari dalam Amerika Serikat sendiri, ada yang setuju juga ada yang tidak. Masyarakat yang tidak setuju berkumpul dan melakukan demonstrasi di bandara-bandara Amerika Serikat untuk menyatakan penolakan mereka terkait aturan Trump tersebut.
Bulan setelah Trump mengeluarkan peraturan tersebut, pada Februari 2017 hakim Amerika Serikat memblokir sementara aturan Travel Ban tersebut secara nasional.
Laporan CNN 4 Februari 2017 Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat juga menangguhkan semua tindakan-tindakan dalam hal untuk menerapkan peraturan keimigrasian Trump dan melanjutkan pemeriksaan standar imigran seperti yang dilakukan sebelum penandatanganan larangan perjalanan tersebut.
Tindakan yang dilakukan hakim AS ini sangat disayangkan oleh Trump, bahkan Trump sempat mengatakan dalam cuitannya di Twitter bahwa hakim tersebut telah menempatkan AS dalam bahaya.
Sebulan setelahnya, yaitu pada Maret 2017, Trump memperbaharui aturan tersebut dengan membebaskan imigran yang telah memiliki visa dan kartu hijau, serta mengeluarkan Irak dari negara yang dilarang masuk Amerika Serikat. Berdasarkan rilis dari situs online American Civil Liberies Union, peraturan Trump yang diperbaharui tersebut masih mengandung diskriminasi terhadap agama dengan kedok keamanan nasional dan masih inkonstitusional. Peraturan baru Trump terkait pelarangan imigrasi pada beberapa negara mayoritas Muslim ini pun masih mengalami penolakan dan diblokir oleh hakim distrik di Amerika Serikat, pemblokiran ini juga diberlakukan secara nasional, dilansir CNN 26 Juni 2018.
Pada pertengahan Juni 2017, Mahkamah Agung Amerika Serikat menyetujui sebagian dari peraturan keimigrasian Trump yang kontroversial tersebut. Persetujuan itu, disebutkan oleh Mahkamah Agung, menyoroti sejumlah persyaratan legalisasi warga dari keenam negara mayoritas Muslim tersebut untuk masuk ke Amerika Serikat. Mahkamah Agung mengatakan bahwa warga asing dari enam negara mayoritas Muslim yang diblokir oleh Trump harus memiliki hubungan “keluarga dekat” dengan seseorang atau entitas agar bisa masuk ke Amerika Serikat.
Syarat baru itu mengatakan warga asing tersebut harus membuktikan hubungan mereka dengan orang tua, pasangan, anak, putra atau putri dewasa, menantu, menantu perempuan atau saudara kandung di AS untuk memasuki negara. Selain hubungan yang tersebut – termasuk kakek-nenek – tidak akan dianggap “keluarga dekat”.
Kemudian pada Juni 2017, Mahkamah Agung memberikan perintah yang lebih longgar yaitu membebaskan kakek nenek, cucu, ipar laki-laki, saudara ipar perempuan, bibi, paman, keponakan laki-laki, keponakan perempuan, dan sepupu dari orang asing yang tinggal di Amerika Serikat dari larangan kunjung atau tinggal di Amerika Serikat. Namun, ia juga mengeluarkan perintah yang memungkinkan pengungsi dengan jaminan formal dari organisasi pemukiman kembali dilarang kecuali mereka memiliki ikatan lain dengan orang atau entitas di Amerika Serikat, sambil menunggu proses lebih lanjut.
Trump sempat mengklarifikasi bahwa kebijakan yang ia buat, akunya, bukan dinamakan Muslim Ban, meskipun sudah banyak masyarakat dunia yang mengartikannya begitu. “People, the lawyers and the courts can call it whatever they want, but I am calling it what we need and what it is, a TRAVEL BAN!” cuitan Trump di akun Twitternya.
Pada September 2017 Trump mengeluarkan kebijakan Travel Ban versi Baru, yang disebut sebagai Travel Ban 3.0.Pemerintahan Trump meluncurkan pembatasan perjalanan baru pada orang asing tertentu dari Chad, Iran, Libya, Korea Utara, Somalia, Suriah, Venezuela dan Yaman.
Desember 2017, Mahkamah Agung Amerika Serikat mengizinkan versi terbaru dari pelarangan tersebut untuk mulai berlaku sambil menunggu banding. Ini adalah pertama kalinya para hakim mengizinkan semua edisi pelarangan untuk diteruskan secara keseluruhan, bukan hanya parsial.
Namun, pada 22 Desember, tiga panel hakim Pengadilan Banding Sirkuit AS ke-9 memutuskan bahwa larangan itu melanggar hukum federal. Meskipun begitu, tanggal 23 Desember 2017, Pengadilan Federal memblokir kebijakan Trump yang berkaitan dengan pelarangan pengungsi untuk masuk ke Amerika Serikat.
Trump Travel Ban Disetujui Mahkamah Agung
26 Juni 2018, Mahkamah Agung Amerika Serikat mendukung sepenuhnya Trump Travel Ban versi 3.0, setelah kebijakan ini menemui tantangan panjang selama setahun sejak diumumkan Trump. Keputusan Mahkamah Agung ini dikatakan akan tercatat dalam sejarah sebagai kegagalan Mahkamah Agung. Keputusan ini mengecewakan banyak pihak. (ran)