Damaskus adalah salah satu kota yang menjadi saksi sejarah perjuangan kaum muslimin dalam menghadapi tantara salibis dalam Perang Salib. Kota ini mewariskan suatu pedang yang hingga kini terkenal sebagai pedang paling tajam di dunia, ketajamannya melebihi katana atau samurai dari Jepang.
Konon, pasukan salib Eropa dikejutkan oleh pedang yang dimiliki oleh pasukan muslim arab dan Persia tersebut. Kekuatan dan ketajaman pedang Damaskus mampu menembus baju zirah pasukan salibis, bahkan mampu membelah tameng atau perisai serta mematahkan pedang dan tombak mereka.
Sir Walter Scott seorang sejarawan kenamaan asal Skotlandian abad ke-19 menuliskan, pada suatu ketika Richard Lionheart dari Inggris dan Sultan Salahuddin bertemu untuk mengakhiri Perang Salib III. Kedua tokoh tersebut mendemostrasikan senjata mereka masing-masing. Richard menghunuskan pedang terbaiknya dan Salahuddin memamerkan sebuah pedang dari baja Damaskus. Tentang Pedang Damaskus Scott menggambarkan, “Melengkung dan berkilauan, warnanya biru kusam, ditandai dengan sepuluh juta garis berkelok-kelok. Ini adalah senjata yang menakutkan.”
Kemampuan pedang Damaskus yang luar biasa telah membuat para penjajah Eropa berusaha untuk mengungkap rahasia pembuatannya. Mereka mencoba mencari tahu rahasia dari keunggulan pedang legendaris tersebut. sebuah penelitian mikroskopik menemukan bahwa pedang ini memiliki semacam lapisan kaca di permukaannya. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa pada saat itu para ilmuwan muslim di Timur Tengah telah mencapai dan menguasai teknologi nano yaitu teknologi untuk mengontrol zat, material, dan sistem pada skala nanometer, sehingga menghasilkan fungsi baru yang belum pernah ada. Ukuran satu nanometer adalah satu per satu miliar meter yang berarti 50.000 kali lebih kecil dari ukuran rambut manusia.
Studi terbaru terhadap pedang Damaskus mengungkapkan bahwa senjata legendaris tersebut mengandung kawat nano, nanotube karbon, dan lain sebagainya. Struktur rumit yang diperlihatkan oleh pedang Damaskus menjelaskan fitur unik dari senjata tersebut. Beberapa ahli metalurgi modern mengaku berhasil membuat baja yang sangat mirip dengan baja Damaskus, namun belum sepenuhnya berhasil meniru seratus persen.
Pedang Damaskus terkenal dengan pola permukaan dan ketajaman yang kompleks. Karena teknik membuat pedang ini telah hilang selama ratusan tahun, tidak ada yang tahu persis mengapa pedang ini sangat luar biasa.
Peter Paufler seorang crystallographer dari Universitas Teknik di Dresden, Jerman, bersama koleganya telah menemukan kawat nano dan nanotube kecil ketika mereka menggunakan mikroskop elektron saat memeriksa sampel dari sebuah pedang atau pisau damaskus yang dibuat pada abad ke-17. Pisau atau pedang baja Damaskus memiliki fitur yang tidak ditemukan di baja Eropa, yaitu suatu gelombang karakteristik pola pita yang dikenal dengan damask, sifat mekanika yang luar biasa dan sangat tajam. (diko)