Kilas Balik: Tiga Kali Muktamar di Makassar

Kilas Balik: Tiga Kali Muktamar di Makassar

M Muchlas Abror

MAKASSAR telah terpilih menjadi shahibul bait Muktamar Muhammadiyah sebanyak tiga kali. Ini berarti Makassar, dalam hal Muktamar, telah mencapai prestasi tersendiri dalam sejarah Muhammadiyah. Karena Muktamar di luar Pulau Jawa selain di Makassar, yaitu di Bukit Tinggi, Medan, Palembang, Padang, Banda Aceh (Sumatera), dan Banjarmasin (Kalimantan) masingmasing barulah satu kali. Belum ada yang sampai dua apalagi tiga kali. Tiga kali Muktamar di Makassar: pertama, Muktamar ke-21 (sebelum Kemerdekaan istilahnya Kongres) tahun 1932; kedua, Muktamar ke-38 tahun 1971; ketiga, Muktamar ke-47 tahun 2015.

Muktamar ke-21 di Makassar berlangsung masih pada masa kepemimpinan KH Ibrahim (1923 – 1932). Kalau KH Ahmad Dahlan (1912 – 1923), pendiri Muhammadiyah, dikenal dengan sebutan Sang Pencerah. Maka KH Ibrahim adalah tepat jika disebut sebagai Sang Penyebar. Karena pada masa kepemimpinannya beliau berhasil merintis membawa Muktamar ke luar dari Yogyakarta. Pertama kali ialah Muktamar ke-15 tahun 1926 di Surabaya. Berikutnya Muktamar ke-16 tahun 1927 di Pekalongan. Menyusul kemudian Muktamar ke-17 tahun 1928 di Solo. Bahkan Muktamar berhasil diselenggarakan sampai di luar P. Jawa, yaitu Muktamar ke-19 tahun 1930 di Bukit Tinggi dan Muktamar ke-21 tahun 1932 di Makassar.

Ketika Muktamar ke-21, saya tidak hadir. Karena belum lahir. Berbeda halnya ketika Muktamar ke-38, saya hadir dan waktu itu masih muda. Nama Kota Makassar baru saja berganti menjadi Ujung Pandang. Dalam kedudukan sebagai Sekretaris PWM DIY, saya ditugasi memimpin Muktamirin Muhammadiyah, Muktamirat ‘Aisyiyah dan Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA) DIY, serta rombongan penggembira yang berjumlah banyak. Berangkat dari Yogyakarta naik bis dan dari Surabaya ke Makassar naik kapal laut. Inilah pengalaman saya pertama bepergian naik kapal laut. Ketika melewati Selat Makassar gelombangnya besar dan tak tahan mabuk. Tentu yang mabuk bukan hanya saya. Banyak lainnya, juga mabuk.

Terpilih dalam Muktamar ke-38 menjadi Ketua PP Muhammadiyah (1971–1974), KH AR Fachruddin. Di antara keputusan penting lainnya adalah “Pernyataan (Penegasan) Muhammadiyah” tentang “Hubungan Muhammadiyah dengan Partai-partai dan Organisasi-organisasi lain”. Selanjutnya yang kemudian dikenal dengan “Khittah Muhammadiyah Ujung Pandang” ini isinya sbb: (1) Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari suatu Partai Politik atau Organisasi apa pun. (2) Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.

Ada kenangan tersendiri ketika menghadiri Muktamar ke-38. Setelah selesai Muktamar ada masalah transportasi. Sebab, tidak bisa segera pulang. Harus sabar menunggu kedatangan kapal laut yang sama seperti ketika berangkat, balik dari arah timur menuju ke barat. Padahal menunggu kedatangannya sampai satu minggu. Atas jasa baik PWM/PDM/PCM dan Panitia Muktamar setempat, rombongan Muktamirin Muhammadiyah, Muktamirat ‘Aisyiyah dan NA DIY, serta penggembira dipindahkan dan ditempatkan di PAY Muhammadiyah Makassar di Jl Muhammadiyah. Kami tetap mendapat jaminan makan dan minum. Terima kasih.

Pada Muktamar ke-47 , alhamdulillah, saya masih dapat hadir. Karena saya dapat undangan untuk hadir menjadi peserta Muktamar. Ada perbedaan menyolok antara Muktamar ke-47 dengan Muktamar ke-38. Dari segi tempat, Muktamar ke-47 berlangsung di kampus Universitas Muhammadiyah Makassar (UMM) yang besar dan megah. Pada Muktamar ke-38 tempatnya masih pinjam di luar. Karena UMM ketika itu masih kecil. Tetapi, kini UMM telah mengalami perkembangan dan kemajuan pesat. Dari segi transportasi, perjalanan ke Makassar, baik melalui udara maupun laut, kini semakin lancar tidak seperti tahun 1971. Bandara Udara Hasanuddin dan pelabuhan Losari Makassar antara sekarang dan dulu sudah jauh berubah dan berbeda.

Muktamar ke-47 berjalan lancar, tertib dan teratur, aman, bermartabat, dan sukses. Selamat bermuktamar.

Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 15 Tahun 2015

Exit mobile version