Agama dan Pancasila Perspektif Pak Harto

Agama dan Pancasila Perspektif Pak Harto

Jajaran PP Muhammadiyah Beraudiensi dengan Presiden Soeharto tahun 1990 (Dok Pusdalitbang SM)

Seni mengungkapkan keindahan yang dengan itu menghadirkan kebahagiaan bagi kehidupan manusia. Agama memberikan cinta dan merupakan musik kehidupan. Sains berkaitan dengan kebenaran, kebajikan, dan akal, yang dengan itu mencerdaskan kehidupan.” (George Sarton, Sejarawan AS)

Jika terjadi pemisahan secara mendasar antara sistem nilai agama dengan sistem nilai politik, maka pertentangan yang berlangsung terus menerus takkan terhindarkan lagi. Konflik yang demikian itu akan merenggut kepatuhan hati seseorang. Jika ia mengikuti seruan agama, ia haruslah secara tajam menolak tuntutan-tuntutan politik yang tidak dapat dipertemukan lagi. Jika ia berbuat sebaliknya, ia harus membelot baik dari agamanya maupun mereka yang bicara atas nama agama.

Pancasila adalah philosofische grondslag yang terdiri dari sila-sila: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Kelima sila tersebut disepakati oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945 dalam rangka pengesahan UUD Negara Republik Indonesia, yang dalam pembukaannya pada alinea keempat tercantum rumusan Pancasila.

Pancasila adalah dasar dan ideologi negara yang berfungsi sebagai suatu dasar moral dan ikatan moral bagi seluruh warga Indonesia dalam bernegara dan bermasyarakat. Sistem politik, meskipun menampakkan diri dalam bentuk kelembagaan (institusi) namun hakikatnya adalah perwujudan sistem nilai dan ideologi.

Akhir-akhir ini ada pihak yang menyatakan bahwa agama merupakan musuh terbesar Pancasila. Agama dianggap menjadi akar terjadinya masalah di negeri ini. Tentu tudingan seperti ini tidak dapat dibenarkan karena tidak sesuai dengan nilai historis dan filosofis Pancasila itu sendiri.

Berdasarkan pidato Kenegaraan Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1983 meyakinkan bahwa Pancasila bukanlah agama. Pancasila tidak akan dan tidak mungkin menggantikan agama. Pancasila tidak akan diagamakan. Juga agama tidak mungkin dipancasilakan. Tidak ada sila-sila dari Pancasila yang bertentangan dengan agama. Dan tidak ada satu agama pun yang ajarannya memberi tanda-tanda larangan terhadap pengamalan dari sila-sila dalam Pancasila.

Karena itu, walaupun fungsi dan peranan dari Pancasila ini kita dapat menjadi pengamal agama yang taat sekaligus sebagai pengamal Pancasila yang baik. Oleh sebab itu jangan sekali-kali ada yang mempertentangkan agama dengan Pancasila, karena keduanya memang tidak bertentangan (Buku Gebyar Muktamar Muhammadiyah ke-43 di Banda Aceh tahun 1995).

Pancasila tidak ada yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Yang terpenting untuk dikemukakan ialah bagaimana dapat terpeliharanya keserasian Pancasila dengan agama. Masing-masing berada pada fungsinya dan dapat berjalan bersama-sama. Penghayatan dan pengamalan ajaran agama (Islam) benar-benar memperoleh jaminan, perlindungan dan dukungan dari Pancasila sebagai dasar falsafah negara.

Jangan sampai dengan dalih mengamalkan Pancasila, ajaran agama (Islam) justru terdesak. Misalnya dalam hukum perkawinan di kalangan umat Islam ditentukan bahwa wanita Muslimah tidak dibenarkan kawin dengan laki-laki non-Muslim (QS. Baqarah: 221).

Kemudian dengan dalih pengamalan Pancasila atas dasar sila Persatuan Indonesia, ajaran tersebut tidak diperhatikan dan tidak dihormati. Atau juga misalnya pernyataan Al-Qur’an yang menyatakan bahwa hukuman mati terhadap pembunuh dengan sengaja disyariatkan (QS. Baqarah: 178). Kemudian dengan dalih mengamalkan Pancasila atas dasar Kemanusia yang Adil dan Beradab dinilai bahwa ketentuan Al-Qur’an tersebut tidak perlu diperhatikan dan dihormati, karena dinilai bertentangan dengan sila tersebut. (diko)

Exit mobile version