Hadits tentang Hukum Memakai Emas bagi Laki-Laki
Oleh: Ruslan Fariadi Am, SAg, MSi
Islam merupakan agama yang komprenhensif dan mengatur segala aspek kehidupan manusia. Namun di sisi lain Islam tetap mengakui dan menghargai naluri dan kecenderungan fithri manusia, termasuk kecenderungan untuk memiliki isteri, anak, harta yang banyak berupa emas, perak, alat transportasi yang ideal dan berbagai bentuk kesenangan lainnya, sebagaimana yang digambarkan dalam al-Qur’an surat Ali ’Imran ayat 14. Tetapi Islam juga mengatur berbagai bentuk kecenderungan manusia itu baik dari aspek cara memperolehnya, cara menggunakannya maupun dari aspek mana yang boleh dan mana yang tidak boleh untuk digunakan.
Secara rasional-imani, seorang muslim meyakini bahwa setiap perintah dan larangan agama, pasti memiliki tujuan dan kemaslahatan bagi manusia itu sendiri, baik dalam hubungan vertikalnya dengan sang pencipta maupun dalam hubungan horizontalnya dengan diri sendiri maupun orang lain. Salah satu hal yang diatur dalam Islam adalah menggunakan emas bagi laki-laki sebagaimana dijelaskan dalam banyak hadis Nabi saw. Berikut ini beberapa hadis Nabi saw. tentang larangan menggunakan (cincin) emas bagi laki-laki.
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ سَهْلٍ التَّمِيمِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ عُقْبَةَ عَنْ كُرَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ فِي يَدِ رَجُلٍ فَنَزَعَهُ فَطَرَحَهُ وَقَالَ يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَجْعَلُهَا فِي يَدِهِ فَقِيلَ لِلرَّجُلِ بَعْدَ مَا ذَهَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُذْ خَاتِمَكَ انْتَفِعْ بِهِ قَالَ لَا وَاللَّهِ لَا آخُذُهُ أَبَدًا وَقَدْ طَرَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (رواه مسلم)
“Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Sahl At Tamimi; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam; Telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin Ja’far; Telah mengabarkan kepadaku Ibrahim bin ‘Uqbah dari Kuraib -budak- Ibnu ‘Abbas dari ‘Abdullah bin ‘Abbas; Bahwa Rasulullah saw pernah melihat sebuah cincin emas di tangan seorang laki-laki. Lalu beliau mencopot cincin tersebut dan langsung melemparnya seraya bersabda: “Salah seorang di antara kalian menginginkan bara api neraka dan meletakkannya di tangannya?.” Setelah Rasulullah saw. pergi, seseorang berkata kepada laki-laki itu; ‘Ambilah cincin itu untuk kamu ambil manfaat darinya.’ Lelaki tersebut menjawab; ‘Tidak, Demi Allah aku tidak akan mengambil cincin itu selamanya, karena cincin itu telah di buang oleh Rasulullah saw.” (H.R Muslim)
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab al-Jami’ as-Shahih-nya pada kitab al-Libas (Pakaian) bab keharaman (menggunakan) cincin emas bagi laki-laki, nomor 3897 dengan derajat yang shahih. Selain hadis tersebut di atas, imam Muslim juga meriwayatkan hadis setema dalam kitab dan bab yang sama nomor 3876, namun dengan redaksi yang berbeda sebagai berikut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُنَيْنٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ نَهَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ التَّخَتُّمِ بِالذَّهَبِ وَعَنْ لِبَاسِ الْقَسِّيِّ وَعَنْ الْقِرَاءَةِ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ وَعَنْ لِبَاسِ الْمُعَصْفَرِ (رواه المسلم)
“Telah menceritakan kepada kami ‘Abdu bin Humaid, telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazaq, telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Az Zuhri dari Ibrahim bin ‘Abdullah bin Hunain dari Bapaknya dari ‘Ali bin Abu Thalib ia berkata; “Rasulullah saw. melarangku memakai cincin emas, pakaian yang dibordir (disulam) dengan sutera, membaca Al Qur’an ketika ruku’ dan sujud, serta pakaian yang di celup warna kuning.” (H.R Muslim)
Sedangkan imam al-Bukhari meriwayatkan tentang larangan penggunaan emas (bagi laki-laki), sebagaimana terdapat dalam kitab Libas (pakaian) bab tentang cincin emas, sebagai berikut:
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ النَّضْرِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ بَشِيرِ بْنِ نَهِيكٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ وَقَالَ عَمْرٌو أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ سَمِعَ النَّضْرَ سَمِعَ بَشِيرًا مِثْلَهُ. (رواه البخاري)
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Ghundar telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Qatadah dari Nadlr bin Anas dari Basyir bin Nahik dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bahwa beliau melarang mengenakan cincin emas. ‘Amru mengatakan; Telah mengabarkan kepada kami Syu’bah dari Qatadah bahwa dia mendengar Nadlr; dia mendengar Basyir seperti hadits di atas.” (HR. al-Bukhari)
Hadis-hadis shahih riwayat al-Bukhari dan Muslim di atas dikuatkan oleh beberapa hadis Nabi yang diriwayatkan oleh imam Abu Dawud, imam an-Nasa’i, imam at-Tirmidzi, dan imam Ahmad. Berikut ini sebagian dari hadis-hadis pendukung dan penguat sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam an-Nasa’i dari dua sumber sahabat yang berbeda, yaitu dari Ali bin Abi Thalib dan Abu Musa, serta hadis riwayat Abu Dawud dari sumber yang sama, sebagai berikut;
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ أَبِي أَفْلَحَ الْهَمْدَانِيِّ عَنْ ابْنِ زُرَيْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ يَقُولُ إِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ حَرِيرًا فَجَعَلَهُ فِي يَمِينِهِ وَأَخَذَ ذَهَبًا فَجَعَلَهُ فِي شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي (رواه النسائي)
“Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah ia berkata; telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yazid bin Abu Habib dari Abu Aflah al Hamdani dari Ibnu Zurair Bahwasanya ia pernah mendengar Ali bin Abu Thalib berkata, “Nabi saw. mengambil sutra kemudian meletakkan di sisi kanannya, dan mengambil emas lalu meletakkannya di kiri kirinya, kemudian bersabda: “Sesungguhnya kedua benda ini haram untuk kaum laki-laki dari umatku.” (HR An-Nasa’i)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ أَبِي أَفْلَحَ الْهَمْدَانِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زُرَيْرٍ يَعْنِي الْغَافِقِيَّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ إِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ حَرِيرًا فَجَعَلَهُ فِي يَمِينِهِ وَأَخَذَ ذَهَبًا فَجَعَلَهُ فِي شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي (رواه ابو داود)
”Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id berkata, telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yazid bin Abu Habib dari Abu Aflah Al Hamdani dari Abdullah bin Zurair -yaitu Al Aghafiqi- Bahwasanya ia mendengar Ali bin Abu Thalib ra. berkata, “Rasulullah saw. pernah mangambil sutera lalu meletakkannya pada sisi kanannya, dan mengambil emas lalu meletakkannya pada sisi kirinya. Kemudian beliau bersabda: “Sesugguhnya dua barang ini haram bagi umatku yang laki-laki.” (H.R Abu Daud)
Penjelasan Matan Hadits tentang Hukum Memakai Emas
Dalam matan hadits tersebut di atas disebutkan bahwa, Rasulullah saw melarang memakai emas bagi kaum laki-laki, dengan menggunakan lafal “haram”, yang menunjukkan hukum larangan menggunakan emas bagi laki-laki. Sedangkan terkait dengan alasan pengharaman tersebut, para ulama’ menghubungkannya dengan beberapa hal, antara lain; karena alasan kesombongan, meneyerupai tindakan atau perilaku wanita karena emas merupakan perhiasan yang biasanya dipakai oleh kaum wanita, menyerupai kaum musyrik, bermegah-megahan, dan lain sebagainya. Begitu pula dari aspek larangannya, sebagian ulama’ ada yang memahaminya sebagai larangan yang bersifat hukum, dan sebagian ulama’ ada yang memahaminya sebagai larangan yang bersifat moral. Karena banyak larangan nabi saw yang bukan dalam arti haram secara hukum, tetapi dalam arti kurang baik, atau juga keharamannya itu dikaitkan dengan kondisi ketika itu.
Emas merupakan salah satu jenis benda yang mengandung nilai keindahan dan lambang kemewahan, sehingga menjadi komoditas yang banyak dicari oleh setiap orang. Karena keindahan merupakan kodrat dan sifat yang telah melekat pada manusia, sebagaimana disinyalir dalam al-Qur’an Surat Ali’Imran ayat 14: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
Ketika menjelaskan ayat ini, Buya Hamka – dalam Tafsir al-Azhar juz 3 menjelaskan bahwa; manusia memiliki kecenderungan untuk memiliki kekayaan berupa emas dan perak. Menurut beliau, karena ukuran atau standar kekayaan yang sebenarnya ialah emas dan perak, walaupun satu waktu seseorang hidup dengan uang kertas, namun uang kertas itu mesti mempunyai sandaran (dekking) emas di dalam bank.
Larangan emas bagi laki-laki sangat terkait dengan penggunaan atau pemakaiannya sebagai perhisan di badan dan bukan sebagai harta kekayaan, komoditas maupun investasi. Karena emas termasuk jenis barang yang memiliki stabilitas harga dan sangat menguntungkan. Sedangkan terkait faktor keharaman laki-laki memakai emas terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Dalam kitab Fath al-Mabadi’ disebutkan tentang sebab-sebab keharaman menggunakan emas dan sutera bagi laki-laki, yaitu; karena faktor kesombongan, karena emas dan sutera dianggap sebagai lambang, bermewah-mewahan, dan salah satu jenis perhiasan yang menjadi identitas kaum wanita, sehingga dinilai sebagai bentuk ketidakwajaran jika digunakan oleh laki-laki.
Pada sisi lain, ada juga pendapat yang mengaitkan larangan pada masa Nabi berlaku karena emas saat itu merupakan lambang perhiasan yang sangat mewah dan mempunyai nilai jual yang sangat tinggi serta sebagai alat tukar (dinar), sehingga hanya orang-orang kaya saja yang dapat memakainya yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan sosial antara kaya dan miskin. Sehingga sangat wajar jika Rasulullah saw melarang sutera dan emas pada waktu itu dengan maksud mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat Arab.
Selain alasan dan pertimbangan tersebut di atas, sebagian lagi ada yang mengaitkannya dengan faktor kesehatan. Karena seiring dengan perkembangan zaman telah banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan pelarangan pemakaian cincin emas bagi kaum laki-laki. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa laki-laki yang menggunakan emas terdapat bahaya dari segi kesehatan, antara lain:
1) Penggunaan emas pada tubuhnya dapat merangsang timbulnya kejang atau epilepsi. 2) Emas dapat berdampak negatif pada sistem saraf otak. 3) Penggunaan emas dalam beberapa bulan pada pria, dapat memunculkan beberapa senyawa dalam tubuhnya, beberapa miligram senyawa yang dihasilkan emas dapat beresiko tinggi bagi testisnya sebagai produksi sperma sehingga menjadikan kemandulan. Bahkan zat yang mengandung merkuri ini juga berdampak pada hewan, sebagaimana dijelaskan oleh pusat Bioteknologi Amerika Serikat. 4) Emas juga memiliki produksi radon, sebagai radio aktif dari zat tidak berwarna peluruhan uranium yang berbahaya. 5) pemakaian emas mampu menimbulkan percaya diri dan arogansi pada penggunanya.
Disamping hal-hal yang telah disebutkan di atas, terdapat pula alasan-alasan ilmiah larangan penggunaan emas bagi laki-laki. Para ahli fisika telah menyimpulkan bahwa atom pada emas mampu menembus ke dalam kulit dan masuk ke dalam darah manusia, dan jika laki-laki mengenakan emas dalam jumlah tertentu dan dalam jangka waktu yang lama, maka dampak yang ditimbulkan yaitu di dalam darah dan urine akan mengandung atom emas dalam prosentase yang melebihi batas (dikenal dengan sebutan migrasi emas). Dan apabila ini terjadi, maka akan mengakibatkan penyakit Alzheimer, dimana seseorang kehilangan kemampuan mental dan fisik serta menyebabkan kembali seperti anak kecil. Tentu validitas dan kebenaran pendapat ini masih perlu dikaji lebih lanjut secara ilmiah.
Sementara di kalangan ulama’ terdapat beberapa pandangan dan pendapat tentang larangan penggunaan emas bagi laki-laki, antara lain: Menurut Hasby Ash Shiddieqy; Jumhur Ulama berpendapat bahwa memakai cincin emas hukumnya haram bagi laki-laki. Selain berdasarkan hadits-hadits di atas, ulama’ juga mendasarkan pendapatnya berdasarkan hadits riwayat al-Bukhari, sebagai berikut:
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا أَشْعَثُ بْنُ سُلَيْمٍ قَالَ سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ سُوَيْدِ بْنِ مُقَرِّنٍ قَالَ سَمِعْتُ الْبَرَاءَ بْنَ عَازِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ نَهَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ سَبْعٍ نَهَانَا عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ أَوْ قَالَ حَلْقَةِ الذَّهَبِ وَعَنْ الْحَرِيرِ وَالْإِسْتَبْرَقِ وَالدِّيبَاجِ وَالْمِيثَرَةِ الْحَمْرَاءِ وَالْقَسِّيِّ وَآنِيَةِ الْفِضَّةِ وَأَمَرَنَا بِسَبْعٍ بِعِيَادَةِ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ وَتَشْمِيتِ الْعَاطِسِ وَرَدِّ السَّلَامِ وَإِجَابَةِ الدَّاعِي وَإِبْرَارِ الْمُقْسِمِ وَنَصْرِ الْمَظْلُومِ. (رواه البخاري)
”Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Syu’bah telah menceritakan kepada kami Asy’ats bin Sulaim dia berkata; saya mendengar Mu’awiyah bin Suwaid bin Muqarrin berkata; saya mendengar Barra` bin ‘Azib radliallahu ‘anhuma berkata; “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kami tujuh perkara yaitu melarang mengenakan cincin dari emas atau kalung dari emas, memakai kain sutera, istibraq, dibaj, misarah, hamra`, Qasiy (sejenis kain sutera campuran) dan tempat air dari perak, dan memerintahkan kami tujuh perkara, yaitu menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, mendo’akan orang bersin, menjawab salam, memenuhi undangan, menunaikan sumpah dan menolong orang yang terzhalimi.” (HR. al-Bukhari)
Sementara sebagian lain ada yang membolehkan karena menganggapnya sebagai larangan yang bersifat moral, dan ada pula yang membolehkannya dalam hal-hal tertentu seperti untuk mengganti gigi yang lepas, sebagaimana pendapat imam Malik ra. Sedangkan menurut Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah sebagaimana tercantum dalam Buku Tanya Jawab Agama jilid 1 disebutkan: Adanya dalil keharaman menggunakan cincin emas bagi laki-laki, dan apabila ada di antara kita (laki-laki) yang karena sesuatu keperluan atau keinginan yang kuat untuk memakai cincin, pakailah hendaknya menggunakan cincin yang bukan dari emas. Wallahu A’lam bis Shawab.
Ruslan Fariadi Am, SAg, MSi, Staf pengajar di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta