Muhammadiyah di Tengah Pusaran

Matan Keyakinan

Muhammadiyah

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam tertua di negeri ini sungguh kenyang makan asam garam perjuangan. Ketika awal berdiri harus berhadapan dengan penjajahan, sehingga dengan segenap komponen pergerakan nasional lainnya seperti Sarekat Islam dan Boedi Oetomo memelopori kebangkitan nasional melalui cara organisasi modern. Tahun 1918 mendirikan Hizbul Wathan sebagai pasukan bela tanah air. Tahun 1926 melawan Kebijakan Ordonansi Guru, sebagai bentuk sikap kritis dan berani Muhammadiyah. Melalui Aisyiyah menjadi penggagas Kongres Wanita I tahun 1928, sebagai tonggak kebangkitan perempuan Indonesia.

Pergulatan Muhammadiyah lainnya sebelum dan sesudah kemerdekaan sangat luar biasa, termasuk di zaman pendudukan Jepang. Demikian halnya dengan Piagam Jakarta 1945. Pergulatan di masa Orde Lama dan Orde Baru sampai era Reformasi 1998. Perjuangan Muhammadiyah tersebut menunjukkan kekuatan dan pengaruh Muhammadiyah di kancah nasional. Tokoh-tokoh Muhammadiyah pun berperan besar dalam lintasan sejarah perjuangan umat Islam dan bangsa Indonesia. Semua membuktikan Muhammadiyah bukanlah organisasi kemarin sore.

Kelahiran konsep-konsep resmi organisasi juga menunjukkan sikap prinsip dan strategis Muhammadiyah menghadapi situasi yang kritis. Sebutlah kelahiran Langkah Duabelas 1938, Muqaddimah Anggaran Dasar 1946, Kepribadian Muhammadiyah 1962, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah 1969, Khittah tahun 1969-1971-1978-2002, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah 2000, Pernyataan Pikiran Abad Kedua tahun 2010, Revitalisasi Visi Karakter Bangsa 2009, Indonesia Berkemajuan 2014, dan Negara Pancasila Darul Ahdi Wasyahadah tahun 2016. Ini harus dipahami oleh para anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah.

Kini ketika menghadapi situasi nasional yang beragam, termasuk kasus penistaan agama yang melebar ke berbagai sisi, Muhammadiyah pun menunjukkan kematangan dan kecerdasannya. Muhammadiyah di satu pihak berada di barisan umat Islam untuk memperjuangkan aspirasi keislaman yang ternista, di pihak lain mendorong kuat proses hukum terhadap pelaku, bersamaan dengan itu berkomunikasi dengan berbagai pihak untuk tegaknya kepentingan bangsa dan negara menuju arah yang benar. Muhammadiyah tidak asal bergerak, tetapi bertindak dengan pertimbangan multiaspek berdasar prinsip gerakannya dan untuk kemaslahatan umum.

Muhammadiyah tidak terbawa arus dan irama pihak manapun. Muhammadiyah bergerak sesuai prinsip, kepribadian, dan garis perjuangannya. Karenanya segenap anggota, kader, dan pimpinan di semua tingkatan harus benar-benar memahami karakter Muhammadiyah tersebut, sehingga bertindak sejalan dengan kebijakan Persyarikatan. Maka, sembari mengawal dan menyelesaikan berbagai masalah nasional di mana Muhammadiyah harus mengambil peranan proaktif, jangan lupa bahwa peran Muhammadiyah tersebut tertaplah berada pada garis posisi sebagai gerakan dakwah dan organisasi kemasyarakatan, bukan sebagai organisasi atau gerakan politik.

Muhammadiyah juga tidak boleh abai dengan usahausaha dakwah kemasyarakatannya untuk menjadikan Persyarikatan ini makin mandiri dan maju. Amanat Muktamar Makassar 2015 menggariskan tugas yang berat yaitu: (1) Menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan yang mandiri, unggul, maju, profesional, dan modern; (2) Menjadikan Muhammadiyah berperan strategis dalam kehidupan umat, bangsa, dan global; (3) Menjalankan regulasi organisasi dengan melakukan pembenahan atau modernisasi sistem organisasi dan administrasi, pemecahan masalah, dan pengembangan gerakan, serta (4) Melaksakan Dakwah Komunitas di berbagai lingkungan sosial masyarakat. Pekerjaan berat tersebut memerlukan energi dan potensi kolektif yang kuat, terfokus, dan bersatu. Muhammadiyah di tengah pusaran dinamika lokal, nasional, dan global saat ini dan ke depan tidak boleh kehabisan energi dan kehilangan momentum dalam membangun dirinya sebagai gerakan yang berkemajuan! (hns)

Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 24 Tahun 2016

Exit mobile version