YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pengajian Tarjih Muhammadiyah edisi ke-81 mengusung tema “Prinsip-prinsip Umum dalam Fikih Mawaris”. Tema tersebut disampaikan oleh Drs. Supriatna, M.Si selaku Sekretaris Divisi Fatwa dan Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah (26/2).
Supriatna menjelaskan bahwa setiap orang pada waktu hidupnya pasti mengalami salah satu dari dua hal, yaitu mewariskan atau menerima warisan, menjadi pewaris atau menjadi ahli waris. Pada umumnya setiap orang ketika hidup di dunia, atas hasil usahanya, memiliki sejumlah harta kekayaan yang wujudnya bisa bermacam-macam, berupa benda tetap atau bergerak. “Apabila seseorang meninggal dunia, harta kekayaan tersebut tidak akan ikut dibawa mati melainkan diwariskan kepada para ahli warisnya,” ujarnya.
Di Indonesia sampai sekarang masih terjadi pluralisme hukum di bidang kewarisan, artinya dalam satu waktu berlaku di masyarakat lebih dari satu aturan hukum. Setidaknya ada tiga aturan hukum yang sama-sama berlaku. Pertama, hukum kewarisan adat, tata cara pembagian warisan yang didasarkan kepada tradisi, adat kebiasaan dan budaya masyarakat setempat. Kedua, hukum kewarisan barat atau hukum kewarisan BW, hukum ini dibuat pada waktu Belanda menjajah Indonesia dengan cara mentransfer hukum kewarisan yang ada di Belanda tetapi dengan penyesuaian kondisi di Indonesia. Ketiga, hukum kewarisan Islam, yaitu hukum kewarisan yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadis serta diperkaya dengan hasil ijtihad para ulama.
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam yang pertama telah mengatur tata cara pembagian warisan, termasuk menentukan ahli waris dan bagiannya secara cukup jelas. Di dalam al-Qur’an aturan kewarisan sebagian besar diatur dalam surat an-Nisa’, yaitu ayat 7, 11, 12, 176, yang menerangkan para ahli waris dan bagiannya. Sebagian lagi diatur dalam surat yang lain, seperti surat al-Baqarah ayat 240, surat al-Anfal ayat 75, dan surat al-Ahzab ayat 6.
Meskipun al-Qur’an sudah menerangkan secara cukup rinci tentang ahli waris dan bagiannya, hadis juga menerangkan beberapa hal tentang pembagian warisan. “Umpamanya hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas yang artinya, berikanlah warisan itu kepada ahli waris yang bagiannya sudah ditentukan dan apabila ada sisanya untuk ahli waris laki-laki yang utama,” ungkap Supriatna di Masjid Gedhe Kauman.
Ia melanjutkan, orang Islam yang beriman diwajibkan mengikuti ketentuan Allah dan Rasul-Nya dalam hal pembagian waris. Dalam hadis riwayat Muslim dan Abu Dawud dari Ibnu Abbas Rasulullah memerintahkan agar harta warisan dibagi menurut ketentuan Allah swt. “Bagikanlah harta warisan kamu kepada para ahli waris menurut ketentuan Allah,” HR. Muslim dari Ibnu Abbas.
“Atas dasar ini marilah kita melaksanakan perintah Allah dalam hal pembagian warisan. Kita pesankan, kita wasiatkan kepada anak-anak kita, para ahli waris kita agar harta peninggalan kita dibagi menurut ketentuan al-Qur’an dan al-Hadis,” pesannya. (diko)