PURWOKERTO, Suara Muhammadiyah – Trimas Adi Safitri merasa tak percaya dirinya bisa mengenakan baju dan toga wisuda. Selama 3,5 tahun menjalani masa kuliah, banyak suka-duka yang dialami. Bahkan, kesulitan ekonomi yang menyebabkan ia harus menunggak biaya kuliah, sampai membuatnya putus asa dan nyaris berhenti kuliah.
“Bapak saya hanya bekerja sebagai buruh tani dan ibu saya, ibu rumah tangga yang tidak bekerja dan adik saya ada dua orang yang masih sekolah di SD dan SMA. Sehingga bisa lulus menjadi sarjana itu seperti sebuah mimpi yang menjadi kenyataan,” kata Trimas usai menyampaikan pesan dan kesan mewakili 686 wisudawan, Sabtu (29/2/2020).
Lebih lanjut Trimas bertutur, ia berasal dari keluarga yang sangat sederhana di Desa Pageraji, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Bapaknya, Ahmad Susanto bekerja sebagai buruh tani dan ibunya, Suriah tidak bekerja. Trimas merupakan anak ke-3 dari lima bersaudara. Dua kakaknya sudah bekerja, namun gajinya juga masih pas-pasan.
“Pada semester tiga, saya pernah tidak bisa melunasi uang kuliah. Saat itu, saya sudah putus asa, karena untuk memaksa bapak menyediakan uang dalam jumlah besar tidak mungkin. Namun, kemudian kakak saya yang sudah bekerja membantu, karena ia baru diangkat menjadi pegawai, sehingga saya bisa meneruskan kuliah hingga tuntas,” tuturnya sambil berkaca-kaca.
Trimas sendiri tidak mau berpangku tangan dan hanya mengandalkan uang dari orang tua dan kakaknya saja. Di tengah kesibukannyua kuliah, ia memberikan tutor kepada siswa SMP dan SMA, atas rekomendasi dari salah satu dosennya.
Ia mengajar mata pelajaran Matematika dan IPA. Dan dari honor mengajar ini, ia bisa memenuhi kebutuhan kuliahnya, terutama untuk uang transport dari Cilongok ke Purwokerto yang jaraknya lumayan jauh.
“Saya sangat berterima kasih kepada dosen yang sudah memberikan kesempatan saya untuk mengajar di SMP dan SMA, karena hal tersebut sangat membantu biaya kuliah saya,” katanya.(tgr/una)