Kiai Dahlan kerap kali menerangkan: “Agama itu adalah cenderungnya ruhani berpaling dari nafsu, yang naik ke angkasa kesempurnaan, yang suci, yang bersih dari tawanan benda-benda.” Menurut Kiai Dahlan, orang beragama ialah orang yang jiwanya menghadap kepada Allah dan berpaling dari lainnya. Bersih tidak dipengaruhi oleh lain-lainnya, hanya tertuju kepada Allah, tidak tertawan oleh kebendaan dan harta benda. Sikap ini dapat dibuktikan dan dilihat dengan kesadaran menyerahkan harta benda dan dirinya kepada Allah.
Oleh karena itu, pada hakikatnya agama berada dalam hati manusia. Bukti atau tanda orang yang beragama dapat dilihat pada lahirnya. Faham yang demikian itu, sesuai dengan agama fitrah (kemurnian dan kesucian manusia), seperti tersebut dalam surat Ar-Rum ayat 30:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,” (Ar-Rum 30).
Untuk menjamin mutu ruhani manusia, maka oleh Allah diuji dahulu tentang Ke-Esaan Allah ini sebelum dilahirkan ke dunia. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-A’raf ayat 172:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ”Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: ”Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: ”Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan),” (AlA’raf 172).
Kunci semua dalam hal mentauhidkan Allah ini adalah kalimah thayibah. Inilah rahasia kalimah thayibah, La ila-ha illaallah ialah mentauhidkan, meniadakan, membuang, menghilangkan apa saja yang mempengaruhi hati.
La ila ha artinya tidak ada yang dipertuhan/didewa-dewakan, tidak ada yang mempengaruhi hati. Illaallah, artinya kecuali Allah.
Karenanya untuk mentauhidkan Allah ini, hendaklah hati kosong bersih. Setelah bersih seperti semula sewaktu lahir di dunia, baru menyerahkan dirinya kepada Allah.
Arti Tauhid, hanya satulah yang dimuliakan, yang dicintai, yang ditakuti, yang ditaati, ialah Allah. Tauhid ini didalam rukun Islam diejawantahkan dalam kalimah syahadat.
Apakah arti syahadat? Itulah sumpah, itulah ikrar, itulah perjanjian yang wajib dipegang teguh, dan wajib kita pertahankan sampai mati. Hal ini dipertegas dalam firman Allah surat Ali Imran 102:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Ali Imran: 102).
Keislaman, menurut ayat ini, harus dijaga, harus dipertahankan sampai mati. Jika perlu dalam mempertahankan ini, harus mengorbankan diri. Apakah itu korban dengan jiwa ataukah harus dengan harta. Kesemuanya dilakukan untuk mempertahankan keislaman diri yang telah dimulai dengan syahadat.
Namun demikian, ber-Islam dengan bersyahadat belumlah cukup. Harus diteruskan dengan rukun-rukun Islam lainnya. Itulah fitrahnya, shalat misalnya. Kemudian apakah arti shalat? Itulah jiwa yang sungguh menghadap kepada Allah, berpaling dari lainnya. Tidak terpengaruh oleh harta benda sehingga berani memberikan harta benda kepada jalan Allah, menurut hukum Allah. Itulah fitrahnya, shalat dengan zakat dan pengembalian ke fitrah dengan puasa Ramadhan serta kesempurnaannya dengan ibadah haji. (Lutfi Effendi)
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 16 Tahun 2015