Mutohharun Jinan
Diriwayatkan dari Jabir berkata, ”Rasulullah saw bersabda,’Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaikbaik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia (lainnya).’” (HR Thabrani dan Daruquthni).
Hadits tersebut mendorong kaum Muslim untuk berlomba-lomba menjadi orang yang baik. Indikator kebaikan seseorang itu dapat dilihat dari kemanfaatannya bagi kehidupan orang lain, di manapun ia berada. Semakin banyak memberi manfaat berarti semakin baik pula kehadirannya di tengah masyarakat.
Aspek kemanfaatan memang seringkali menjadi salah satu pertimbangan untuk mengambil suatu keputusan. Misalnya, jika seseorang harus memilih salah satu dari banyak kemungkinan, maka yang dipilih adalah yang paling banyak mengandung manfaat dan yang paling sedikit mengandung mudharat. Barangkali, karena itu pula ada yang menganut aliran atau paham utilitarianisme, satu paham yang berpandangan bahwa sesuatu dikatakan baik atau buruk dilihat dari besar dan kecilnya manfaat yang ditimbulkan.
Bagaimana seseorang bisa bermanfaat bagi orang lain? Pada dasarnya, nilai manfaat seseorang itu erat bertalian dengan semua hal yang dapat diberikan kepada orang lain, baik itu ilmu, harta, maupun bantuan jasa.
Rasulullah saw telah memberi teladan sekaligus mendorong kaum Muslimin agar bisa menjadi manusia yang bisa memberikan manfaat kepada orang lain. Dalam satu riwayat disebutkan, bahwa satu hari seorang lelaki mendatangi Rasulullah saw dan bertanya tentang siapakah orang yang paling diicintai Allah dan amal apakah yang paling dicintai Allah SwT? Lalu Rasulullah menjawab bahwa orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat buat manusia. Dan amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan diberikan kepada orang lain, menghilangkan suatu kesulitan, melunasi utang, dan menghilangkan kelaparan, serta menahan amarah.
Bentuk-bentuk kebaikan itu sangat luas. Tidak ada alasan bagi setiap orang untuk tidak memberi dan menebar manfaat dalam berkehidupan. Dilihat dari materinya, sedikitnya ada tiga jenis manfaat, yaitu manfaat intelektual, manfaat finansial, dan manfaat moral.
Manfaat intelektual dilakukan dan diberikan oleh orang yang dikarunia Allah banyak ilmu. Dengan ilmu yang dimiliki ia dapat berbagi dan mengajarkannya kepada masyarakat luas sehingga perilaku dan kehidupan warga masyarakat menjadi terarah dan terbimbing menuju tata hidup yang benar. Ilmu yang dimiliki diajarkan kepada orang lain sehingga dapat mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Dalam hal manfaat intelektual ini Rasulullah memberikan penilaian khusus sebagai amal jariah, yaitu ilmu yang diajarkan mendatangkan kebaikan sepanjang zaman.
Sedangkan manfaat finansial maksudnya adalah kemanfaatan yang dapat diberikan oleh mereka yang dikaruniai Allah harta yang cukup. Dengan harta yang dimiliki seseorang bershadakah, berinfak, dan memberikan sumbangan untuk masyarakat. Hartanya digunakan untuk membantu bermacam-macam bentuk kebaikan di masyarakat, menyantuni fakir miskin, memberikan beasiswa pendidikan, dan mendukung segenap kegiatan sosial lainnya.
Bagi mereka yang belum dikaruniai ilmu dan harta yang banyak dapat pula memberi manfaat moral dengan menunjukkan akhlak yang baik di hadapan orang lain. Disadari atau tidak, pada dasarnya setiap orang memperhatikan, menilai, dan meniru perilaku orang-orang di sekitarnya. Perilaku atau akhlak kita yang diperhatikan orang lain tidak terbatas, semua gerakgerik berupa kebiasaan cara berbicara, bergurau, tertawa, berpakaian, sopan santun, semangat kerja, ketekunan belajar, dan sebagainya, menjadi perhatian orang lain.
Dari sini kemudian ada perilaku seseorang yang diteladani dan ada pula perilaku yang dijauhi. Bila akhlak yang baik diteladani orang lain, maka itu berarti keberadaannya telah bermanfaat bagi orang lain, yaitu memberi inspirasi pihak lain berbuat kebaikan yang sama. Sebagai seorang Muslim tentu berharap agar seluruh hidupnya bernilai ibadah di sisi Allah dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Mutohharun Jinan, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 16 Tahun 2015