Pemred Suara Muhammadiyah dari Masa ke Masa

Pemred Suara Muhammadiyah dari Masa ke Masa

Haedar Nashir menulis di saat boarding dalam perjalanan menuju Kairo

Haji Fachrodin

Fachrodin lahir di Kauman, Yogyakarta, pada 11 Rabiul Awwal 1305 H (1890 M). Nama kecilnya Muhammad Jazuli, putra ketiga Haji Hasyim Ismail, Lurah Kraton Yogyakarta. Dia adik kandung Haji Syuja’ (nama kecil Daniyalin) dan kakak kandung Ki Bagus Hadikusuma (nama kecil Hidayat).

Fachrodin seorang pengusaha, wartawan, aktivis pergerakan, dan muballigh. Sejak muda ia telah merintis usaha percetakan, pabrik rokok, dan perhotelan. Ia tercatat sebagai anggota Inlandsche Journalisten Bond (IJB). Kiprah Fachrodin cukup berpengaruh dalam penerbitan surat kabar Dunia Bergerak, Medan-Muslimin, Islam Bergerak, Srie Diponegoro, Suara Muhammadiyah, dan Bintang Islam. Karir di politik pergerakan mencapai puncak ketika ia menjadi penningmeester (bendahara) Centraal Sarekat Islam (CSI) mendampingi HOS. Tjokroaminoto. Di Muhammadiyah, ia masuk dalam jajaran Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah sejak masa kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan dan KH. Ibrahim. Dialah inisiator dan Hoofdredacteur (Pemimpin Redaksi) Suara Muhammadiyah pertama. Suara Muhammadiyah terbit pertama kali pada tahun 1915 di Yogyakarta, seangkatan dengan Medan-Muslimin dan Islam Bergerak di Solo.

Haji Fachroddin Dok SM

AD Hanie

AD Hanie seorang intelektual pribumi lulusan sekolah Belanda. Ia lahir di Karangkajen (Yogyakarta) dari keluarga terhormat. Tahun kelahirannya tidak pernah diketahui hingga kini. Namun dalam catatan sejarah penerbitan Suara Muhammadiyah, nama AD Hanie mendapat posisi penting karena dialah yang berhasil menghidupkan kembali penerbitan majalah ini. Sebelumnya, pada tahun 1917-1918, penerbitan Suara Muhammadiyah sempat vakum. Itu karena sumber daya manusia yang kurang. Apalagi, pada tahun-tahun tersebut, Haji Fachrodin sedang bergiat menerbitkan majalah Medan-Muslimin dan Islam Bergerak di Solo bersama Haji Misbach.

Pada tahun 1919, AD Hanie terjun langsung mengelola penerbitan Suara Muhammadiyah. Dibantu Siti Bariyah sebagai pemimpin perusahaan (administrasi), AD Hanie banyak melibatkan tenaga muda di Muhammadiyah. Dengan kehadiran tenaga muda di Suara Muhammadiyah, pada tahun 1921, majalah ini berhasil terbit dengan oplag 5.000 eksemplar. Perlu dicatat di sini, pada waktu itu oplag normal sebuah surat kabar sekitar 1.000 eksemplar. Proses regenerasi berjalan cukup cepat di Suara Muhammadiyah hingga pada tahun 1922, AD Hanie yang mendapat amanat memimpin organisasi Wal Fajri di Karangkajen, menyerahkan kepemimpinan redaksi kepada Haji Fachrodin.

 

M Soemodirdjo

MSoemodirdjo seorang guru negeri dari Ambarawa (Jawa Tengah). Bergabung dalam organisasi Muhammadiyah setelah belajar agama dari KH Ahmad Dahlan. Ia rela meninggalkan status sebagai pegawai negeri hanya untuk berjuang di Muhammadiyah. Aktif di Muhammadiyah menjadi guru di Standaar School Muhammadiyah Suronatan. Dalam jajaran struktural Hoofdbestuur Muhammadiyah, ia pernah duduk di Taman Pustaka dan Bagian Pengajaran.

Pada tahun 1924, ia dipercaya memimpin penerbitan Suara Muhammadiyah menggantikan peran Haji Fachrodin. Pengurus administrasi (perusahaan) M Zarkasi. Di bawah kepemimpinannya, Suara Muhammadiyah telah menggunakan istilah “Indonesia” untuk menggantikan nama Hindia Belanda (lihat cover SM tahun 1924-1925). Sayang sekali, Soemodirdjo tidak lama memimpin Suara Muhammadiyah. Pada tanggal 8 Januari 1925, mantan guru negeri dari Ambarawa yang memilih berjuang di Muhammadiyah ini wafat. Kendali redaksi Suara Muhammadiyah kemudian dipegang oleh Haji M Amjad (SM no. 5 Th. 1925).

M Amjad

Muhammad Amjad asli warga Kauman, Yogyakarta. Tanggal lahir dan wafatnya tidak diketahui. Ia termasuk pedagang batik sekalipun masih dalam usia yang tergolong muda. Berdasarkan dokumen Suara Muhammadiyah 1925, ia tengah menjabat sebagai sekretaris Hoofdbestuur Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka ketika mendapat limpahan amanat memimpin redaksi majalah ini. Posisi administrasi (perusahaan) diamanatkan kepada H Dangi Joesak dan Abdul Hakim. Sosok Amjad tergolong kader muda yang giat menghidupkan Gedong Boekoe (Bibliotheek) milik Hoofdbestuur Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka bersama Haji Abdulaziz, M Yunus Anis, dan lain-lain.

Haji Abdulaziz

Haji Abdulaziz lahir dari keluarga Kauman, Yogyakarta. Namun tanggal lahir dan wafatnya tidak diketahui. Ia termasuk pengusaha batik yang sering mempromosikan produk-produk dagangannya di Suara Muhammadiyah. Pada tahun 1926, jajaran redaksi Suara Muhammadiyah mengalami perubahan formasi beberapa kali. M Amjad ternyata tidak sampai satu tahun memimpin redaksi. Kemudian posisi pemimpin redaksi dipegang oleh Haji Abdulaziz, pengurus Gedong Buku yang berada di bawah manajemen Hoofdbestuur Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka. Adapun Abdul Hakim menempati posisi administrasi.

M Yunus Anis

Muhammad Yunus Anis lahir di Kauman tanggal 9 Sya’ban 1299 H (22 Juni 1882 M). Ayahnya, Haji Anis, seorang abdi dalem yang menekuni bisnis kain batik. Tidak hanya itu, nama Haji Anis masuk dalam struktur pertama Hoofdbestuur Muhammadiyah 1912. Yunus Anis mendapat pendidikan langsung dari dua tokoh terkemuka di tanah air: KH Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) dan Syekh Ahmad Soorkati (Al-Irsyad). Mengawali karir di Muhammadiyah sebagai muballigh hingga menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (periode 1959-1962).

Pada tahun 1926, setelah kepemimpinan M Amjad, Yunus Anis memegang kendali pimpinan redaksi Suara Muhammadiyah. Kiprah Yunus Anis di jajaran redaksi Suara Muhammadiyah tergolong paling menentukan. Pada tahun 1933-1951, ketika penerbitan surat kabar di tanah air sedang mengalami krisis bahan baku, ia bersama adik kandungnya (M Ridla Anis) bertahan untuk menerbitkan majalah ini. Bahkan, pada tahun 1951, Suara Muhammadiyah bukan lagi majalah bulanan, tetapi mampu terbit mingguan.

HM YUNUS ANIS (Dok SM)

S Tjitrosoebono

STjitrosoebono seorang intelektual lulusan sekolah Belanda berasal dari Pekalongan (Jawa Tengah). Ia bersama istrinya terlibat aktif dalam kepengurusan Hoofdbestuur Muhammadiyah di Bagian PKO dan ‘Aisyiyah. Sebagaimana tokoh-tokoh Muhammadiyah di Yogyakarta, Tjitrosoebono juga seorang keturunan saudagar batik asal Pekalongan. Di Muhammadiyah, ia terlibat dalam jajaran struktural ketika menjadi anggota dan pimpinan Bagian PKO. Pernah juga menjabat sebagai direktur Rumah Sakit PKO Muhammadiyah Yogyakarta. Kemudian ia memimpin penerbitan majalah Suara Muhammadiyah sejak tahun 1929-1933.

Sebagai seorang intelektual, Tjitroseobono cukup menguasai wacana keilmuan Barat. Kapasitas intelektualnya mampu mempengaruhi kualitas isi majalah Suara Muhammadiyah pada masa kepemimpinannya. Sebuah artikel panjang yang ditulisnya pada tahun 1929 mengupas tuntas filsafat Materialisme Fauerbach dan Karl Marx dari sudut pandang Islam.

H Mh Mawardi

Muhammad Mawardi putra Haji Muhammad Mufti kelahiran Banjarnegara (Jawa Tengah). Menikah dengan Siti Hayinah, kader dan tokoh ‘Aisyiyah yang turut membesarkan Suara Aisyiyah. Pada mulanya, ia aktivis Pemuda Muhammadiyah dan Hizbul Wathan pada masa kepemimpinan KH Mas Mansur. Kemudian mendapat amanat sebagai ketua Majelis Pengajaran pada masa Ki Bagus Hadikusuma.

Mawardi memimpin redaksi Suara Muhammadiyah sejak tahun 1958-1964. Mantan direktur Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta ini cukup kritis menyikapi perubahan peta politik nasional pada masa Orde Lama.

Prof KH Faried Ma’ruf

Farid Ma’ruf lahir pada 25 Maret 1908 di Kampung Kauman, Yogyakarta. Ayahnya, Haji Ma’ruf, adalah seorang pengusaha batik di Kauman dan aktivis Muhammadiyah. Seperti halnya Yunus Anis, Farid Ma’ruf juga mendapat pendidikan langsung dari dua tokoh Islam pada waktu itu: KH Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) dan Syekh Ahmad Soorkati (Al-Irsyad). Ia melanjutkan pendidikan tinggi menimba ilmu di Mesir (Darul Ulum dan Al-Azhar).

Sejak masih sekolah di Mesir, Farid Ma’ruf sudah aktif melakukan korespondensi dengan redaksi Suara Muhammadiyah, mengabarkan perkembangan dunia Islam di Timur Tengah. Ia memimpin Suara Muhammadiyah sejak tahun 1965-1972 dengan melakukan sejumlah pembaruan manajemen, isi majalah, dan perwajahan.

Haji Ahmad Basuni

Ahmad Basuni lahir di Margasari, Tapin, pada 11 Agustus 1922. Meninggal pada 10 November 1990 di Yogyakarta. Ia seorang wartawan ulung yang mengawali karir dari surat kabar lokal, seperti Kesadaran Kalimantan (Banjarmasin), Semarak (Barabai), dan Borneo Shimbun (Banjarmasin). Di kancah nasional, ia telah dikenal sebagai salah satu tokoh pers nasional. Mengalami revolusi fisik sejak zaman kolonial Belanda hingga Jepang. Bermukim di Yogyakarta sejak tahun 1946.

Basuni memimpin redaksi Suara Muhammadiyah sejak 1973 atau tepatnya setelah kepemimpinan Prof KH Farid Ma’ruf. Selan aktif memimpin Suara Muhammadiyah, ia juga berperan aktif menerbitkan surat kabar Masa Kini yang terbit di Yogyakarta.

Ajib Hamzah

Ajib Hamzah memimpin redaksi Suara Muhammadiyah sejak 1992-1998. Ia memimpin redaksi majalah ini pasca kepemimpinan Haji Ahmad Basuni atau ketika perusahaan dipimpin oleh Muhammad Djazman Al-Kindi.

Sukriyanto AR

Syukriyanto, AR lahir di Kulonprogo pada 20 April 1946. Putra Pak AR ini seorang dosen di Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga. Pendidikan S1 ditempuh di IAIN Sunan Kalijaga dan S2 di UGM. Tercatat sebagai anggota Muhammadiyah sejak tahun 1965. Ia mantan Ketua PW IPM DIY (1970-1972) dan Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah (2005-2010). Kini ia menjabat sebagai salah satu ketua dalam jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Syukriyanto, AR memimpin redaksi Suara Muhammadiyah sejak tahun 1999-2002 atau ketika perusahaan dipimpin oleh HM Amien Rais.

Pak Sukri Dok SM

Haedar Nashir

Haedar Nashir menempuh pendidikan agama di Madrasah Ibtidaiyah dan Pondok Pesantren Al Huda Cigugur, Ciparay, Bandung, serta Ponpes Cintawana, Tasikmalaya, di Jawa Barat. Memperoleh gelar S1 di STPMD Yogyakarta, S2 dan S3 di Fisipol UGM dengan predikat Cumlaude. Dosen Fisipol UMY ini menjadi anggota Muhammadiyah sejak 1983. Pernah menjadi Ketua PP IPM (1983-1986), Ketua Departemen Kader PP Muhammadiyah (1985-1990), dan Sekretaris PP Muhammadiyah (2000-2005), Ketua hingga Ketua Umum PP Muhammadiyah.

Haedar Nashir memimpin redaksi Suara Muhammadiyah sejak 2003-sekarang. Di bawah Pemimpin Umum Ahmad Syafii Maarif dan pemimpin redaksi Haedar Nashir, Suara Muhammadiyah kini telah mencapai usia satu abad (100 tahun) dengan capaian oplag saat ini 32.000 eksemplar. Sejak tahun 2014, Suara Muhammadiyah telah melahirkan anak media baru, Al-Manar, yang terbit bulanan. (Mu’arif)

Exit mobile version