YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Lembaga Kebudayaan Pimpinan Pusat Aisyiyah menyelenggarakan Refleksi Program Periode 2015-2020 pada Jumat (13/03), di kantor Pimpinan Pusat Aisyiyah.
Ketua Lembaga Kebudayaan Pimpinan Pusat Aisyiyah, Mahsunah Syakir, mengungkapkan bahwa meski lembaga kebudayaan sudah menginjak periode ke 4, namun penyadaran pentingnya eksistensi lembaga kebudayaan dalam persyarikatan Muhammadiyah ini belum dipahami oleh semua aktivis persyarikatan Muhammadiyah.
Dalam hal ini Mahsunah memberi catatan terkait masa depan lembaga pendidikan kebudayaan. “Apakah lembaga kebudayaan ini akan menjadi semakin dikokohkan dalam organisasi ini atau tidak. Kemudian kalau dikokohkan akan menjadi seperti apa, karena setiap periode itu kan berbeda,” ujarnya.
Catatan selanjutnya dari Mahsunah ialah terkait dengan sinergitas antar majelis di persyarikatan dengan lembaga kebudayaan. “Tidak bisa tidak jalannya dakwah lewat seni budaya itu tentu harus sinergi dengan majelis-majelis yang lain,” ungkapnya.
Hal ini menurutnya, bahwa kelemahan dari lembaga kebudayaan sendiri ialah tidak bisa menyentuh sampai bawah. Sehingga perlu bekerjasama dan bersinergi dengan majelis- majelis terkait, semisal majelis Dikdasmen.
“Maka nanti harus diperjelas sinergitas antar majelis dalam hal mengangkat program-program kebudayaan ini ke dalam program majelis lain dalam hal dakwah dengan seni budaya ini,” tuturnya.
Dalam paparannya, Mahsunah juga menjelaskan terkait visi misi dan program kerja prioritas dari lembaga kebudayaan. Terutama terkait dengan mengembangkan kebudayaan lokal yang berlandaskan Islam sebagai sarana dakwah dan sarana pendidikan karakater.
Mahsunah mengatakan, masyarakat lupa dengan sejarah awal penyebaran Islam di Indonesia ialah dengan menggunakan pendekatan seni budaya. Sehingga lembaga kebudayaan menilai pentingnya pengembangan di bidang tersebut. Terlebih saat ini pengembangan budaya sebagai sarana dakwah dan pendidikan mengalami tantangan kembali karena sebagian menganggapnya haram.
“Sekarang juga banyak amal usaha Aisyiyah semisal TK yang gurunya mengharamkan seni. Padahal kan seni itu merupakan sarana efektif untuk pendidikan karakter bagi anak-anak,” terangnya. (RAN)