SRAGEN, Suara Muhammadiyah – Wabah virus covid-19 yang belakangan ini merebak khusunya di wilayah Solo Raya menjadi perhatian khusus para pemimpin daerah. Dimulai oleh Wali kota Solo yang memberi instruksi meliburkan semua sekolah selama dua minggu disusul oleh Kabupaten Sragen. Bupati Sragen mengintruksikan bahwa seluruh sekolah dari TK, SD, dan SMP diliburkan selama sepekan.
Setelah intruksi dari Bupati, surat edaran dari Dinas Pendidikan Sragen pun turun pada Sabtu, (14/3) semua sekolah diminta mengganti kegiatan belajar mengajar di sekolah diganti dengan sistem daring. Namun, berbeda dengan SMP Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen (Dimsa). Sekolah tersebut tidak meliburkan atau memulangkan para santrinya ke rumah masing-masing. Setelah melalui rapat internal para petinggi pesantren, sekolah tersebut mengambil keputusan bahwa para santri tetap berada di pesantren dan tidak dipulangkan. Alasan utama santri tidak dipulangkan adalah untuk mengisolasi para santri di asrama. Pertimbangan lain adalah agar para santri tidak kontak fisik dengan orang lain di luar pesantren.
Ali Rosyidhi selaku kepala sekolah SMP Dimsa mengungkapkan bahwa para siswa tetap beraktivitas di kelas seperti biasa, tetapi jam belajarnya dikurangi agar istirahat cukup. Menurutnya, me-lockdown pesantren dan tidak memulangkan para santri ke rumah masing-masing adalah langkah yang tepat agar para santtri tidak banyak kontak fisik dengan orang luar.
“Para santri tetap belajar di sekolah. Untuk menjaga kebersihan para santri, kami rutin membersihkan lingkungan sekolah dan asrama. Selain itu, kami juga memproduksi sanitizer yang dibagikan kepada setiap santri,” ungkap Kepala Sekolah SMP Dimsa.
“Kami rasa keputusan ini tepat untuk para santri. Selain itu kemarin Gubernur Ganjar pun juga mengintruksikan kepada pesantren di Jawa Tengah untuk me-lockdown pesantren dan orang tua dilarang menjenguk,” tambahnya.
SMP Darul Ihsan Muhammadiyah memiliki cara tersendiri dalam kepanikan masyarakat terhadap virus covid-19 atau corona. Mereka tetap waspada akan penularan corona yang begitu cepat. Beberapa antisipasi dari pihak sekolah telah dilakukan.
Pertama, melarang santri jajan di luar sekolah. Kantin yang selama ini melibatkan warga sekitar dalam menyuplai jajanan untuk para santri sementara disetop. Hal ini dilakukan agar jajanan yang dimakan para santri lebih steril dan terjaga. Selain itu, menu makan para santri juga lebih diperhatikan untuk menjaga imunitas para santri.
Kedua, melarang orang tua siswa menjenguk ke sekolah/ pesantren. Orang tua dilarang menjenguk anak-anaknya di asrama/ sekolah selama dua pecan atau selama masa karantinan dinyatakan selesai. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi kontak fisik dengan orang luar termasuk orang tuanya. Apabila orang tua mengirimkan makanan/ paket cukup dititipkan di pos pengamanan.
Ketiga, memproduksi sanitizer dalam jumlah besar. Sebagai bentuk pengamanan diri. Pihak sekolah melalui guru IPA dan ekstrakurikuler memproduksi sanitizer. Mengingat kelangkaan dan harga yang cukup mahal. Pihak sekolah memutuskan untuk memproduksi sendiri dengan bahan-bahan sederhana. Hal ini dilakukan agar para santri selalu mencuci tangannya sesering mungkin. Saat ini hampir ribuan botol sanitizer telah diprosduksi yang diberi nama “Prosan”.
Keempat, rutin membersihkan lingkungan sekolah dan asrama. Selalu menjaga kebersihan lingkungan sekolah dan asrama wajib dilakukan semua santri. Dimulai dari kamar, membersihkan dan menjemus kasur, kebersihan pakaian, kebersihan kamar mandi. Dll. Hal ini dilakukan agar kebersihan lingkungan pesantren terjaga.
Kelima, melakukan penyemprotan cairan dinsekfetan. Langkah ini dilakukan agar lingkungan kelas dan asrama terbebas dari virus. Semua ruangan, baik kelas, kantor, dan asrama, disemprot cairan insekfetan. Penyemprotan dilakukan bekerjasama dengan PMI Sragen. (Udik Riyanto)