Keadaban Rimba Digital
Dialog Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informasi
Dunia digital ibarat sebuah rimba belantara yang tidak mengenal adab. Siapa yang merasa kuat ia akan membully orang yang mengganggunya. Jika ini terjadi, adab yang biasa dijunjung tinggi di dunia nyata menjadi hilang di dunia maya.
Upaya menumbuhkan adab di dunia digital ini terus dilakukan, termasuk oleh Muhammadiyah. Bagaimana dengan Pemerintah? Baca dialog Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara dengan Suara Muhammadiyah berikut ini:
Dunia digital mempunyai ruang yang cenderung lebih bebas ketimbang dunia nyata, bagaimana Anda melihat keadaban yang ada di dalamnya?
Kalau di dunia nyata itu masih ada sekat-sekat, ada batasan, melihat, ada tatap muka sehingga pada saat mengekpresikan apa yang ada dalam pemikirannya memperhatikan lingkungan tersebut. Nah di dunia maya, dia hanya berhadapan dengan ponsel, jadi alam pemikirannya tidak ada lagi batasan, tidak ada lagi sekat, keluar lah apa yang ada di pemikirannya. Kalau kita lihat postingan, tulisannya itu juga boleh dikatakan keluar dari nilai-nilai budaya, nilai-nilai agama.
Kenapa demikian?
Karena orang tidak lagi melihat ada batasan di dunia maya, padahal yang dilakukan di dunia maya itu juga harus mengacu kepada dunia nyata. Di dunia nyata, saya berbicara ada batasnya, ada orang tua yang saya hormati, ada batas-batas macammacam, ada etika yang harus saya acu.
Tetapi begitu di dunia maya, ketika memegang ponsel dia bebas, merasa apa yang ada dipikirannya dia tuangkan semuanya Kan orang posting seenaknya saja, seperti kemarin postingan anak yang mengancam presiden, setelah dipanggil ternyata cuma iseng aja. Cuma gurauan.
Keadaan yang demikian perlukah dibenahi atau dibiarkan saja?
Tidak boleh dibiarkan, justru apa yang dilakukan Muhammadiyah saat ini telah membantu Pemerintah dalam mengawal keadaban digital. Muhammadiyah telah mengambil peran yang benar dalam menghadapi perkembangan dunia maya dengan membahas masalah keadaban digital ini.
Apa yang dilakukan Muhammadiyah itu untuk membuat, memberi nformasi, meningkatkan literasi pada umat dan warganya. Apa yang terjadi di dunia maya itu sebenarnya terjadi di dunia nyata. Jangan kita berfikir apa yang terjadi di dunia maya itu dunia kita sendiri yang suka-suka. Di situlah sebetulnya peran dunia pendidikan seperti Muhammadiyah.
Bagaimana langkah-langkah yang perlu dilakukan?
Kemenkominfo memiliki dua tugas untuk menanggulangi permasalahan tersebut yaitu pertama adalah meningkatkan literasi dan tugas kedua membatasi akses (melakukan pemblokiran). Di pemerintah pembatasan akses yang dilakukan, tetapi yang utama adalah meningkatkan literasi bagaimana masyarakat Indonesia mampu memilah dan memilih kontennya yang mana.
Pemblokiran media sosial, seperti Facebook, akan dihindari kecuali darurat. Ini mengingat di medsos selain ada kelompok yang membuat masalah juga ada kelompok yang betul-betul menggunakan medsos untuk silaturahmi dan ada juga kelompok orang yang menggunakan medsos untuk mengembangkan usahanya. Dua kelompok terakhir ini akan merasa dirugikan jija Medsos diblokir. Padahal kelompok ini merupkan pengguna medsos yang terbesar.
Karenanya, Pemerintah akan meningkatkan literasi agar lebih bagus, sehingga membuat diri kita tahan, membuat masyarakat Indonesia, membuat umat Islam di Indonesia itu mempunyai daya atau resisten terhadap hal-hal negatif di dunia maya. Dan ini tentu tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah sendiri. Alhamdulillah Muhammadiyah sudah memulainya.
Sejauh mana pendidikan literasi yang dilakukan oleh Kemenkominfo?
Melalui Gerakan Nasional Siber Kreasi. Kominfo tidak bisa bergerak sendiri, kominfo beserta ekosistem, ada perguruan tinggi, ada koorporasi, ada pemerintah, ada civil society organization, bahkan ada artis-artis. Intinya Siber Kreasi itu untuk mendekatkan kita agar tidak kebablasan dan memberikan informasi atau isu hoax yang berkembang di masyarakat. Semua ikut bergerak, sekarang hampir tiap hari ada literasi di kotakota yang berbeda atas nama Siber Kreasi itu.
Apa yang bisa diharapkan dari Muhammadiyah?
Muhammadiyah dengan Nahdlatul Ulama adalah dua organisasi ke-Islaman yang besar, yang menjadi tulang punggung Indonesia, yang Islamnya islam wasathiyah, di situlah peran yang bisa dimanfaatkan oleh Muhammadiyah. Artinya memberikan informasi dengan membuat tulisantulisan yang meng-counter tulisantulisan yang dianggap cenderung mengarah pada radikalime, terorisme, dan ekstrimisme. Saya yakin apalagi universitas Muhammadiyah dengan talenta-talenta yang mempunyai daya nalar, daya fikir, dan daya tulis yang rata-rata lebih baik dari organisasi lainnya.
Indonesia penduduknya 262 juta, ada hampir 200 juta masyarakat indonesia yang mempunyai ponsel minimal satu, atau minimal satu sim card. Ada 143 juta orang Indonesia yang mempunyai akses ke internet dan hampir semuanya akses atau mempunyai akun di media sosial. Tidak semuanya bisa mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, khususnya universitas Muhammadiyah yang berbasis agama Islam. Saya berharap Muhammadiyah mengambil peran yang lebih besar lagi untuk meningkatkan literasi masyarakat Indonesia dalam konteks digital. Saya yakin bisa berpartisipasi dan berkontribusi kepada negara Indonesia dalam konteks digital tadi. (qiqi/lutfi)
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 13 Tahun 2018