Membuka Rahasia Pasien dalam Kasus Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Kesehatan

Membuka Rahasia Pasien dalam Kasus Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Kesehatan

Oeh: Ferry Fadzlul Rahman, MHKes, PhD(C)

Wabah penyakit menular adalah masalah bagi semua manusia. Virus corona, epidemi yang merebak luas di Wuhan Cina daratan semenjak desember 2019 dan Hingga saat ini jumlah kasus terus bertambah ,Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), secara resmi telah menyatakan virus corona, atau COVID-19, sebagai pandemi. Pandemi adalah sebutan penyakit menular yang menyebar di wilayah yang lebih luas, bahkan hampir di seluruh dunia. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebutkan jumlah kasus di luar China telah meningkat 13 kali lipat dalam dua minggu terakhir.

Pengumuman WHO disampaikan setelah laporan tingkat kematian di Italia negara yang terdampak paling parah di luar cina yang mencapai 6 persen dari pasien terjangkit COVID-19. Sementara tingkat kematian akibat virus corona secara global rata-rata 3,6 persen. Sampai saat ini sudah lebih dari 4032 orang di Italia yang meninggal sementara ratusan lainnya masih dirawat di unit-unit perawatan intensif rumah sakit.

Data WHO Saat ini jumlah infeksi sudah lebih dari 287,397 kasus di 186 negara. Tercatat sudah 11.000 orang meninggal, dan jumlahnya diperkirakan akan naik.

Rahasia kedokteran dalam Rekam Medis

Rekam Medis menurut Permenkes no. 269 Tahun 2008 adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.  Rekam Medis masuk dalam rahasia kedokteran seperti dijelaskan dalam UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Rahasia kedokteran mencakup data tentang (1) Identitas pasien, (2) Data kesehatan pasien meliputi hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosis, pengobatan dan atau tindakan kedokteran. Pasal 48 menyebutkan bahawa setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum, dan atas permintaan pasien sendiri.

Di dalam Pasal 3 dan 5 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien, disebutkan, ada kewajiban rumah sakit untuk memberikan informasi yang benar tentang pelayanan kepada pasien. Pada Pasal 2 UU Keterbukaan Informasi Publik disebutkan bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik, kecuali informasi tertentu bersifat ketat dan terbatas. Informasi publik yang dikecualikan yang bersifat rahasia sesuai dengan undang-undang. Informasi yang mengandung konsekuensi jika ditutup dan dibuka untuk masyarakat harus dipertimbangkan konsekuensinya dengan seksama untuk kepentingan yang lebih besar

Meskipun selalu ada keseimbangan antara hak individu dan kolektif, aturan kesehatan masyarakat memberikan kekuatan besar dalam konteks darurat kesehatan masyarakat. Beberapa ahli etika dan pembuat kebijakan telah mengusulkan bahwa hak-hak individu, khususnya hak privasi dari informasi kesehatan pribadi seseorang, harus dikalahkan untuk kepentingan kolektif masyarakat ketika hal ini dilihat akan membantu mencegah penyebaran yang lebih serius bagi masyarakat umum Informasi tentang penyakit menular adalah informasi publik yang bersifat terbuka dan dapat diakses masyarakat, tetapi jika terdapat informasi rahasia yang apabila dibuka dapat memberikan konsekuensi negatif maka harus ada pertimbangan tertentu sesuai dengan peraturan undang-undang.

Dalam hal ini adalah data rekam medis pasien jika dibuka tentu akan bertentangan dengan peraturan rekam medis seperti dijelaskan
Permenkes Nomor 36 Tahun 2012 diatur tentang Rahasia Kedokteran, yang prinsipnya dalam hal tertentu rahasia dapat dibuka tetapi terbatas sesuai kebutuhan.  Hal ini dirumuskan pada Pasal 5.  Sedangkan Pasal 6 menyebutkan bahwa pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan kesehatan pasien dilakukan dengan persetujuan pasien baik secara tertulis maupun sistem informasi elektronik.

Namun Pasal 9 disebutkan bahwa pembukaan rahasia kedokteran dapat dilakukan tanpa persetujuan pasien dalam rangka kepentingan penegakan etik atau disiplin dan kepentingan umum.  Dijelaskan lagi bahwa pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan umum dilakukan tanpa membuka identitas pasien.

Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah audit medis, ancama kejadian luar biasa atau wabah penyaki menular, pendidikan, dan ancaman keselamatan orang lain secara individu atau masyarakat. Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan informasi kejadian luar biasa atau wabah penyakit menular dan ancaman keselamatan orang lain, maka identitas pasien dapat dibuka hanya kepada institusi atau pihak yang berwenang melakukan tindak lanjut.

Kesimpulan

Informasi tentang kasus wabah penyakit menular dalam hal ini pemerintah menyampaikan informasi mengenai kasus COVID-19 adalah informasi publik yang wajib disampaikan kepada masyarakat secara serta merta karena berkaitan dengan kepentingan umum. Namun Informasi rekam medis yaitu identitas, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien adalah bersifat rahasia. Untuk pembukaan data rekam medis kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, perawatan pasien, dan keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan kesehatan harus melalui persetujuan pasien.

Pembukaan data rahasia kedokteran/rekam medis dalam rangka kepentingan umum diantaranya  ancaman kejadian luar biasa / wabah penyakit menular, dilakukan tanpa melalui persetujuan pasien, dan informasi terbatas sesuai dengan kebutuhan. Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan umum sebagaimana dilakukan dengan tanpa membuka identitas pasien. Identitas pasien dapat dibuka terbatas kepada institusi atau pihak yang berwenang untuk melakukan tindak lanjut penanggulangan penyakit menular. Maka apa yang dilakukan pemerintah dengan menyamarkan data identitas pasien sudah benar sesuai dengan perundang-undangan.

Ferry Fadzlul Rahman MH.Kes., PhD.(C), Dosen Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT)

Exit mobile version