Amirudein Al Hibbi
Corona Virus Disearse tahun 2019 (Covid-19) yang biasa juga disebut virus corona pertama kali muncul di Kota Wuhan, Republik Rakyat Tiongkok (China). Terdapat simpang siur awal penyebab kemunculannya, tetapi virus ini disinyalir oleh banyak orang berasal dari hewan liar. Ada dugaan bahwa virus Corona pada awalnya ditularkan dari hewan ke manusia (Cristy, 2020). Hal ini karena belum terdapat kejelasan secara ilmiah penyebab pasti kemunculan covid-19. Pada saat ini, kebanyakan orang termasuk pemerintah dan kalangan akademisi terfokus memikirkan penyembuhan dan penanggulangan pandemik tersebut. Covid-19 ini menular dari manusia terinfeksi dengan manusia yang lain, bahkan benda mati dapat menjadi tempat penularannya. Virus corona membuat masyarakat khawatir karena cara penyebarannya yang begitu cepat (Hestianingsih, 2020). Orang yang sudah positif terkena covid-19 biasanya mengalami batuk kering, sakit tenggorokan, sesak nafas, bahkan menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Bahaya virus corona ini menjadi kekhawatiran banyak negara termasuk juga Indonesia.
Banyak orang yang menduga bahwa virus ini sudah masuk ke Indonesia sejak virus corona memporakporandakan tiongkok. Banyak orang yang ragu jika Indonesia masih bebas dari wabah tersebut (CNBC Indonesia, 2020). Akan tetapi, belum adanya informasi yang pasti dan dapat dipertanggungjawabkan membuat banyaknya hoaks yang beredar. Hal ini hanya membuat masyarakat mengalami kecemasan dan kepanikan semata. Kekhawatiran Indonesia akan bahaya pagebluk (Pandemik) ini pada akhirnya menemui permasalahannya. Kasus pertama yang terjadi di Indonesia dialami oleh dua warga Depok, Jawa Barat (Ihsanuddin, 2020). Sejak covid-19 satu, korban yang terjangkit virus corona terus meningkat di Indonesia, tercatat dalam situs resminya pada 27 Maret 2020 sudah terdapat 1046 orang yang positif terkena corona. Banyak orang yang juga mulai berjatuhan karena virus ini, terakhir ada 87 orang yang meninggal dunia akibat pagebluk ini.
Perang melawan pagebluk Covid-19 tengah diupayakan oleh pemerintah Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi korban yang terus meningkat dengan menghentikan penyebarannya. Kebijakan physical distancing ditetapkan oleh pemerintah agar kontak dengan orang lain diminimalisir (Pratama, 2020). Pembelajaran sekolah juga diganti dari tatap muka menjadi homeschooling. Ini menjadi beberapa usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi penyebaran virus corona. Kebijakan ini tentunya bukan tanpa konsekuensi, pedagang kecil, tukang becak, dan buruh informal yang tanpa keluar tidak dapat penghasilan paling terasa mengalami dampak buruknya.
Banyaknya pengusaha yang mulai mengurangi, bahkan menghentikan sementara produksinya secara tidak langsung berpengaruh terhadap makro ekonomi Indonesia. Nilai tukar rupiah terus mengalami penuruan, bahkan saat ini mencapai kisaran 16.400 rupiah perdolar Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah ini hampir setara ketika krisis multidimensional pada akhir pemerintahan Orde Baru. Pengaruh dari melemahnya nilai tukar rupiah berdampak pada berbagai aspek, termasuk peningkatan harga kebutuhan pokok. Bagi konsumen, nilai tukar rupiah melemah bikin belanja jadi mahal (Wibowo, 2020). Hal ini mulai dirasakan oleh masyarakat Indonesia yang awalnya harga masker dan handsainitaizer saja yang tinggi. Kini mulai merembet pada harga beras, minyak dan gula yang mulai mengalami kenaikan. Apalagi harga kebutuhan pokok mulai naik dan sebagian mengalami kelangkaan di Pasaran (Safari, 2020).
Pandemik (Pagebluk) Covid-19 dengan kebijakan physical distancing membuat produktivitas masyarakat menurun. Penurunan produktivitas ini tentunya tidak dengan kebutuhan masyarakat akan suatu barang, terutama bahan makanan pokok. Masyarakat cenderung mengambil simpanannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang yang memiliki uang yang cukup dengan simpanannya tidak akan begitu mengalami kesulitan dalam menghadapi inflasi yang akan terjadi. Akan tetapi, orang yang tanpa keluar tidak dapat makan dan tidak memiliki simpanan harta yang cukup akan sangat rentan mengalami kelaparan. Dalam Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah masyarakat miskin di Indonesia mencapai 24,79 Juta penduduk. Masyarakat miskin yang jumlahnya mencapai puluhan juta penduduk ini sangat sensitif dalam menghadapi berbagai persoalan akibat merebahnya Pandemik corona. Harga kebutuhan yang terlalu tinggi dikhawatirkan tidak dapat dijangkau oleh daya beli masyarakat.
Kerentanan publik ini dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan ekonomi dengan orang yang memiliki harta yang cukup dalam menghadapi pandemik. Hal ini juga mengingat angka ketimpangan sosial Indonesia yang cukup tinggi. Angka rasio gini Indonesia menurut Credit Suisse dalam Subianto (2017) adalah 0,49. Rasio ini berarti bahwa 1 % orang terkaya menguasai 49% kekayaan Indonesia. Negara dengan tingkat ketimpangan kesejahteraan yang tinggi berpotensi lebih besar mengalami konflik (Ibrahim, 2017). Merebahnya Pandemik corona dengan kesenjangan ekonomi di Indonesia dapat beresiko menimbulkan konflik horizontal pada masyarakat. Dengan modal berbagai tuntutan masyarakat berupa perbaikan kondisi kesehatan, sosial dan perekonomian. Pertentangan secara vertikal antara pemerintah dengan masyarakatpun juga dapat timbul. Persoalan ini bisa saja terjadi mengingat memburuknya kualitas hidup masyarakat juga menjadi penyebab jatuhnya suatu rezim kepemimpinan. Sejarah mencatat, tumbangnya setiap rezim di Indonesia, selalu ditandai dengan adanya kesenjangan ekonomi yang berlanjut pada kerusuhan massal dengan korban jiwa yang cukup besar (Kurniawan, 2016).
Berbagai kemungkinan terburuk ini menjadi kekhawatiran yang bisa saja dapat terjadi akibat merebahnya Pandemik corona di Indonesia. Pemerintah harus peka terhadap banyaknya kemungkinan dengan mengantisipasinya sedini mungkin. Kebijaksanaan yang tepat dalam penangannya dengan segala aspek yang terpengaruh akibat pagebluk ini harus diperhatikan oleh pemerintah. Penguasa seharusnya tidak hanya terlalu terfokus terhadap dampak kesehatannya. Akan tetapi, perhatian terhadap dampak sosial dan perekonomian Indonesia juga harus dipikirkan. Kebijakan physical distancing bukan berarti membuat masyarakat tidak peduli terhadap orang lain. Berbagi rejeki dalam kondisi resesi saat ini menjadi teramat penting, terutama bagi mereka yang rentan mengalami kemiskinan dan kelaparan. Semoga Indonesia dapat segera keluar dari merebahnya Pandemik covid-19 dengan berbagai konsekuensi masalah lain yang ditimbulkan.
Amirudein Al Hibbi, Kader PC IMM BSKM (Bulaksumur-Karangmalang)