Gelombang Stigma Negatif Jenazah Positif Corona (Covid-19)

Oleh: Ferry Fadzlul Rahman MHKes

Sentimen negatif terhadap jenazah positif corona atau Covid 19 , pada umumnya, kian menebal seiring peningkatan kasus meninggal akibat virus Covid-19. Contoh kasus terjadi beberapa hari ini di Gowa Sulawesi Selatan sejumlah warga berkumpul menolak penguburan jenazah yang diduga terjangkit virus COVID-19 Warga di beberapa daerah dilaporkan menolak adanya pemakaman jenazah pasien corona atau Covid-19 di wilayahnya. Kabar terbaru terdapat penolakan jenazah perawat yang semasa hidupnya berjuang membantu perawatan pasien Covid-19 itu rencananya bakal dimakamkan di TPU Sewakul, Kabupaten Semarang akhirnya batal karena di tolak oleh warga sekitar warga

 Hal ini seiring kekhawatiran akan risiko penularan corona dari jenazah. Sebab, bakteri dan virus masih akan hidup dalam tubuh jenazah selama beberapa lama, padahal dalam laporan berjudul “Risks Posed By Dead Bodies After Disaster” yang di keluarkan oleh WHO badan organisasi kesehatan PBB, menjelaskan tidak ada bukti bahwa jenazah berisiko menyebarkan penyakit setelah terjadinya bencana alam. Dalam tinjauan beberapa jurnal menjelaskan bahwa virus Covid 19 akan mati di dalam tubuh jenazah kurang lebih setelah 4 jam.

WHO memberikan beberapa saran dalam penanganan jenazah secara umum, termasuk dalam soal jarak pemakaman dengan pemukiman. Pertama, pemakaman harus setidaknya 30 meter dari sumber air yang dimanfaatkan masyarakat untuk minum. Kedua, dasar liang lahat setidaknya 1,5 meter di atas permukaan air tanah, dengan zona tidak jenuh air (unsaturated zone) 0,7 meter. Ketiga, air permukaan dari pemakaman tidak boleh masuk area yang ditinggali masyarakat.

Sedangkan bagi petugas yang menangani jenazah, diminta untuk mengikuti peringatan universal ketika menangani darah dan cairan tubuh, serta vaksinasi hepatitis B. Kemudian, menggunakan sarung tangan sekali pakai dan langsung dibuang, menggunakan kantung jenazah, dan mencuci tangan dengan sabun setelah menangani jenazah dan sebelum makan. WHO juga menyarankan pembersihan dengan disinfektan terhadap kendaraan dan peralatan yang digunakan dalam penanganan jenazah. Tidak perlu melakukan disinfeksi terhadap jenazah sebelum pemakaman, kecuali untuk kasus kolera.

Sementara itu, Bimas Islam Kemenag RI sudah merilis Protokol Pengurusan Jenazah Pasien COVID-19. Terkait pengurusan jenazah, yang layak diperhatikan adalah: Pengurusan jenazah hanya boleh dilakukan oleh pihak dinas kesehatan secara resmi yang sudah ditunjuk, seperti rumah sakit tempat meninggalnya pasien. Jenazah korban COVID-19 ditutup dengan kain kafan atau bahan yang terbuat dari plastik yang mampu menahan air, juga dapat pula ditutup dengan bahan kayu atau bahan lain yang tidak mudah tercemar. Apabila jenazah sudah dikafani atau dalam kondisi terbungkus, maka petugas dilarang untuk membuka kembali. Langkah ini berisiko karena ada potensi penularan virus COVID-19 dari tubuh jenazah. Kafan jenazah dapat dibuka kembali dalam keadaan mendesak seperti autopsi, dan hanya dapat dilakukan petugas. Jenazah disemayamkan tidak lebih dari 4 jam.

Untuk penangangan jenazah pasien covid-19 selama mengikuti protokol yang sudah dibuat maka dapat dipastikan tidak akan menulari warga sekitar pemakaman, saat ini yang dibutuhkan hanyalah bagaimana pemerintah menyampaikan edukasi yang benar, sehingga kejadian yang serupa di beberapa daerah tidak terulang kembali. 

Ferry Fadzlul Rahman MHKes, Dosen Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

Exit mobile version