Mari Mendongeng, Mumpung Banyak Waktu dengan Anak

Mari Mendongeng, Mumpung Banyak Waktu dengan Anak

Ilustrasi Dok Vector Stock

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Kebijakan WFH (Work From Home), bekerja dari rumah bagi orangtua dan belajar dari rumah bagi anak-anak selama masa Pandemi Covid-19, adalah salah satu bentuk quality time (family time) yang selama ini banyak dinginkan keduanya. Baik orangtua maupun anak-anak banyak yang mendambakan momen berharga ini.

Sayangnya, momen kumpul keluarga ini mengharuskan setiap individu untuk tidak keluar rumah, sebagai upaya pencegahan penyebaran virus Corona (Covid-19). Karenanya mungkin wajar jika sebagian orangtua dan anak, karena masa pandemi yang cukup lama, merasa momen ini menjadi semacam rutinitas yang menjenuhkan. Family time yang mestinya bisa mengharmoniskan hubungan orangtua dan anak, sebaliknya justru jadi sesuatu yang tidak diimpikan lagi. Lalu, sudahkan orangtua dan anak memiliki alternatif kegiatan yang baik guna menghindarkan dari kejenuhan?

Mendoneng bisa jadi penawarnya. Kok bisa? Pernahkah pembaca mendengar tentang kisah 1001 malam? Bukan isi cerita yang penulis tanyakan, tapi lebih kepada bagaimana sebuah dongeng bisa mengembangkan sebuah imajinasi, emosi, dan value, sehingga cerita demi ceritanya selalu dinantikan kelanjutannya. Seru bukan? Jika hal ini dilakukan oleh orangtua penuh dengan penghayatan, ada mimik dan gerak (orangtua berperan sebagai pendongeng), maka pasti anak akan senang menjadi pendengar setia dan selalu menantikan dongeng-dongeng selanjutnya dari sang ayah maupun sang ibu.

Kenapa mesti mendongeng? “Karena dalam dongeng ada gerak, ada gaya, ada model, sehigga lebih berkesan dan menarik. Lebih-lebih kepada anak yang masih usia dini. Saat usia tersebut daya imaginasi anak dapat terstimulasi sehingga mempengaruhi perkembang otak dan  pengembangan saraf. Otak anak-anak sendiri sifatnya seperti spon, yang mampu menyerap segala informasi dengan cepat seprti menyerap air. Sehingga dongeng yang menarik akan mampu mewarnai perkembangan kreativitas, imaginasi serta imitasi bagi anak,” jawab Alif Muarifah Kaprodi PAUD UAD.

Selain itu, Alif melanjutkan, mendongeng adalah sarana yang baik untuk membentuk karakter anak. Namun, seberapa besar mendongeng dapat membentuk karakter anak itu dipengaruhi oleh beberapa hal. Seperti karakter tokoh dalam dongeng, seberapa besar dongeng tersebut menarik anak untuk mendengarkan, dan paling utama orangtua sebagai pendongeng harus mengerti perkembangan sosial emosional anak.

Kemudian, isi cerita pada dongeng yang hendak disampaikan juga harus dipilih dan disuaikan. Hal ini sangat penting dalam rangka menanamkan karakter anak. Sebagai contoh, sebut Alif, dunia anak adalah dunia bermain yang kecenderungannya mereka lebih menyenangi binatang dan tanaman. Bahkan  anak-anak sering memperlakukannya (hewan dan tanaman tersebut) sperti dirinya sendiri. “Nah penting bagi orangtua mencari contoh karakter dari binatang dan tanaman yang disenangi anak dan menarik,” sarannya.

Menurut pakar psikologi anak UAD ini, kegiatan mendongeng sangat disarankan, terutama pada masa sekarang pendemi sekarang. Dimana semuanya dihimbau untuk tetap di rumah dan beraktivitas di dalamnya. Selain mendekatkan anak dengan orangtua secara emosional, mendongeng juga menimbulkan rasa aman yang ditumbuhkan dalam diri anak sehingga dapat menstimulasi saraf bahagia pada anak. “Efeknya sangat luar biasa bagi anak, menumbuhan rasa percaya diri, harga diri, perasaan aman. Serta modelling dari oarangtua yang akan berkesan dan disimpan dalam alam tak sadarnya yang akan menjadi modelling untuk anak-anaknya kelak,” terang Alif.

Hal serupa juga disampaikan Emmy Wahyuni ahli psikologi yang juga pengasuh rubrik Sakinah Majalah Suara Muhammadiyah. Menurutnya, cerita dalam dongeng bisa membantu membentuk karakter. Cerita yang menarik dan berisi nilai moral, sopan santun dan penuh ekspresi emosi, akan memotivasi anak untuk berempati, bersikap berani, setia kawan, berbuat jujur dan lain lain. Cerita keteladanan dalam dongeng akan mempermudah orang tua dalam memberi keteladanan secara langsung pada anak.

Sebetulnya, Emmy menambahkan, mendongeng pada anak tidak hanya pada saat WFH saja. Tapi, orangtua bisa memanfaatkan momen ini dengan mengisi waktu bersama anak dengan mendongeng atau baca buku dongeng.

Lalu dongeng apa yang baik untuk didengarkan anak? “Semua dongeng baik, asal tidak ada unsur kelicikan dalam dongeng sebab akan ditiru oleh anak,” jawabnya singkat. Misalnya, Alif Muarifah mencontohkan, cerita tentang kancil mencuri timun. Dari judulnya saja sudah tidak bangus dalam menanamkan karakter. Nah, rubrik Kisah dalam suaramuhammadiyah.id, sarannya layak dijadikan bahan dongeng orangtua kepada anak. Rubrik ini menyeguhkan kisah dan perjalanan 25 Nabi dan Rasul sesuai teks Al-Qur’an. “Sangat bagus sekali,’ ucap Kaprodi PAUD UAD tersebut.

Emmy pun mengatakan hal yang sama. “Saya sangat setuju dengan rubrik kisah tentang 25 nabi dan rasul. Ini bisa jadi referensi orang tua untuk menceritakan kisah itu pada anak. Juga mengajak anak untuk bersama-sama meneladani para nabi dan Rasul,” tuturnya.

Jadi, mumpung bisa kumpul dengan anak, ada baiknya mendongeng jadi salah satu pilihan kegiatan orangtua. Dan untuk semua orangtua, terkhusus yang menjalankan WFH, usahkan bisa menjadi pendongeng bagi anak-anaknya. Selamat mencoba. (gsh)

Exit mobile version