TAFSIR AL THABARI:
Jaami’ Al Bayaan fi Tafsiir al Qur’aan
Imam Abu Jarir Al Thabari (224-313 H/ 839-926 M)
Oleh: Khairul Amin
Bagi pengkaji yang mendalami studi Al Qur’an dan Tafsir, nama Al Thabari bukanlah sesuatu yang asing. Namun bagi masyrakat muslim umum/awam (termasuk) di Indonesia nama ini tidak cukup familiar. Padahal beliau salah satu penulis tafsir paling bernilai dalam bentang sejarah kajian Al Qur’an, yaitu dengan karyanya yang sangat masyhur, yaitu Jaami’ Al Bayaan fii Tafsiir Al Qur’an atau lebih dikenal Tafsir Al Thabari.
Lahir di Amul, Thabaristan (daerah Iran sekarang, Selatan Laut Kaspia) pada 224 H, la bernama lengkap Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir ibn Yazid ibn Katsir ibn Ghalib Al Thabari. Hafal Al Qur’an di usia 12 tahun, ia lantas kemudian melakukan rihlah ‘ilmiah ke berbagai pusat keilmuan di dunia Islam, di antaranya Mesir, Syam, Iraq, dan akhirnya menetap serta menjadi ulama referensial di Baghad hingga wafat pada 839 H/926 M.
Dalam catatan Al Baghdadi, seorang sejarawan masyhur penulis Tarikh Baghdad, Ibn Jarir Al Thabari disebut sebagai salah satu imam besar yang kata-katanya menjadi rujukan dunia Islam. Ia merupakan seorang mujtahid mutlak (memilliki mazhab fiqh sendiri), sejarawan besar, ahli hadis terkemuka, dan pakar bahasa serta tradisi budaya masa itu. Hal ini juga ditegaskan oleh Ibn Khallikan dan Abu Ishaq Al Syairazy.
Diantara guru-gurunya ialah Muhammad ibn Hamid Al Razi, Al Mutsanna ibn Ibrahim Al Ibili, Al Shan’ani, Muhammad ibn Musa Al Kharasyi, Imad ibn Musa Al Qazzar, Ibn Muadz, Isma’il ibn Musa (hadits); Ahmad ibn Hammad Al Daulabi (sejarah); Abu Muqatil, Al Za’faraani, Abu Sa’id Al Ustukhri, Isma’il Ibrahim Al Mazini, Al Muradi, Muhammad ibn Abdurrahman Al Hakam (fiqh); Abu Yusuf Al Tughlubi, Al ‘Abbas Al Walid Al Bairuti (qira’at), dsb.
Disebutkan oleh para ‘ulama bahwasanya karya Imam Al Thabari mencapai 43 karya, atau bahkan lebih dari itu dan yang sampai pada kita, melainkan hanya beberapa karya saja. Beliau disebutkan menulis hampir semua bidang keilmuan Islam yang berkembang. Diantara karya monumentalnya adalah Jaami’ Al Bayaan fi Tafsiir al Qur’aan (tafsir); Tarikh Al Muluk wa Al Umam– salah satu karya sejarah Islam paling otoritatif (sejarah); Iktilaaf Al Fuqaaha fii Ahkaam Syara’i Al Islaam (fiqh), Tarikh Rijaal, Tahdzib Al Atsar (hadis), Kitab Nufus wa Al Akhlaq Al Nafisah (akhlaq); dan Kitab Qiraa’at wa Tanziil Al Qur’aan (qira’at).
Karya monumentalnya dalam Tafsir, Jaami’ Al Bayaan fi Tafsiir al Qur’aan, menjadi rujukan bagi mufassir setelahnya. Karya ini terhitung besar. Dari cetakan yang kami miliki, yaitu terbitan Daar Al Hijr-Cairo (2001), Tafsir ini tertuang dalam 26 Jilid beserta 1 jilid muqaddimah tahqiq oleh Syaikh ‘Abdullah ibn ‘Abdul Muhsin Al Turky. Cetakan lainnya yang kami dapati diterbitkan oleh Al Maimunah (1321 H, cetakan pertama), Musthafa AL Baab Al Halaby (1321, 1373, 1388 H), Bulaaq (1323-1330), Al Amiirah (1325 H), Daar Al Ma’aarif (1374, 1388 H), Daar Al Fikr (1995, 1998), dan Daar Kutub Al ‘Ilmiyyah (1992). Terdapat dua versi nama lengkap tafsir ini, yaitu Jaami’ Al Bayaan fii Tafsiir Al Qur’aan dan Jaami’ Al Bayaan fii Ta’wiil Ayy Al Qur’aan.
Tafsir Al Thabari sangat khas tafsir bil ma’tsur dengan penampakan riwayatnya sebagai basis penafsiran ayat. Al Thabari sendiri hidup pada masa bangkitnya Asy’ari dan kembali eksisnya para ahli hadis pasca mihnah pada era Al Ma’mun, Al Mu’tashim, dan Al Wastsiq yang Mu’tazilah. Ia juga hidup lingkungan yang begitu plural di Baghdad yang begitu metropolis sebagai pusat kekuasaan Islam masa itu, sehingga riwayat menjadi sesuatu yang penting dalam validitas informasi. Hal ini juga yang melandasi kuatnya penampakan riwayat dalam tafsirnya sebagai peneguhan validitas informasi dan otoritasnya dalam riwayat, walaupun belakangan terdapat beberapa kritik yang disematkan pada penyandaran riwayatnya.
Corak (laun) penafsiran Imam Al Thabari adalah historic-linguistic. Tafsirnya secara umum bertumpu pada analisa linguistic, utamanya nahwu dan penjelasan makna kata (mufaradat) dengan mengutip syair-syair ‘arab kuno. Sebagai sumber penafsiran utamanya beliau sandarkan pada perkataan /komentar (qaul) dari riwayat para sahabat, tabi’in, dan tabiut tabi’iin. Tafsir Al Thabari diakui sebagai salah tafsir terbesar yang menghimpun berbagai riwayat yang dikutip pada ulama-ulama besar belakangan, termasuk Ibn Katsir, Al Baghawy, dan Al Suyuthi.
Metode penafsirannya Imam Al Thabari ialah terperinci (tahlili) dengan mengurai ayat-ayat per ayat sesuai susunan mushaf (tartib mushaafi). Ia juga menunggunakan analisa munasabah (korelasi penjelasan antar ayat dalam al Qur’an). Selain itu beliau menggunakan keilmuannya dalam bidang qira’at untuk mengungkap ragam/varian makna ayat dari sisi bacaan. Otoritas hadis dan fiqh beliau tampak dari penjelasan pada riwayat kontroversial, baik lewat jam’u (kompromi) dan tarjih (menguatkan satu diantara berbagai riwayat). Tafsir ini juga banyak mengandung Isra’iliyyat yang kemudian di tashih oleh ulama setelahnya.
Mengenai sistematika penafsiranya secara umum, sebagai berikut: (1) meneybutkan ayat sesuai mushaf, (2) penjelasan lewat riwayat-riwayat berkaitan dengan ayat dengan sanadnya, (3) umumnya terdapat analisa linguistik dan penambahan syair untuk mengungkap makna sebuah kata dalam rangka memahami ayat. Sistematika ini secara umum berlaku dari awal hingga akhir al Qur’an.
Secara khusus dalam cetakan versi tahqiq yang kami pegang, dijelaskan ada 10 poin terkait metode tafsir Imam Al Thabari, yaitu (1) Tafsir bil ma’tsur/ riwayat; (2) tafsir bil lughah/ bahasa; (3) memberi perhatian pada nahwu; (4) memperbanyak analisa dari sumber-sumber syair; (5) Melakukan tarjih pada berbagai qira’at; (6) meneguhkan pendapatnya; (7) Ijtihad dalam masalah-masalah fiqh; (8) mengesampingkan ta’wil dengan akal;(9) memenangkan/mengutamakan mazhab salaf ;(10) memperbanyak riwayat Israiliyyat.
Tidak terhitung pujian dari berbagai kalangan baik dari ulama semasanya hingga ‘ulama kontemporer kepada beliau dan karya beliau ini. Syaikh Husain Al Dzahabi penulis magnum opus, Tafsir wa al mufassiruun, menyebutkan bahwa Tafsir Thabari merupakan salah seorang pelopor dalam ilmu tafsir. Kitabnya memiliki ciri khas dan meneguhkan otoritasnya. Syaikh Muhammad Ali Al Shabuni dan Syaikh Manna’ Al Qaththan menyebutkan sebagai salah satu karya paling agung dan rujukan penting soal riwayat dalam penafsiran. Alhamdulillah, sebagai kabar gembira tafsir legendaris telah di terjemahkan oleh Pustaka Azzam (2002). Namun tetap perlu guru/ pendamping yang mumpuni dalam membacanya sebab bagaimanapun terjemahan, sedikit banyak meniscayakan reduksi makna.
Wal akhiir, Semoga Allah SWT berikan beliau rahmat dan limpahan atas usaha jerih payah beliau lewat karya-karyanyanya (beliau adalah salah satu ‘ulama yang menjomblo/ al ‘uzzab), wa bil khusus, karya tafsirnya yang mencerahkan ummat Islam dalam memahami wahyu dari Allah SWT.
Khairul Amin, Alumni Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta