Oleh: Dr H Karnadi Hasan, MPd.
Di tengah gencarnya kebijakan Merdeka Belajar era Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, publik dikejutkan dengan datangnya wabah virus corona (Covid-19). Banyak pihak khawatir jika wabah ini melanda di sektor pendidikan, maka diperkirakan banyak peserta didik yang menjadi korban. Pihak pemerintah mengambil langkah cepat dengan mengeluarkan regulasi, mulai peraturan pemerintah, surat edaran menteri, bahkan maklumat sebagaimana dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Apabila dicermati substansi pesan yang tersirat dari relugasi itu hampir semua memuat pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran corona virus disease (Covid-19), termasuk bagaimana memberikan layanan penyelenggaraan pendidikan dalam rangka pencegahan penularan dan penyebaran infeksi corona virus disease (COVID-19) di Jawa Tengah.
Sudah lebih dari empat minggu sekolah diliburkan, tetapi proses belajar mengajar tetap berjalan melalui kegiatan di rumah. Guru mengajar dari rumahnya masing-masing, para siswa belajar di rumahnya masing-masing. Orang tua berperan mendampingi belajar putra-putri mereka di rumahnya masing-masing. Pembelajaran di rumah bisa menggunakan model pembelajaran mandiri, pembelajaran online, pembelajaran berbantu ICT, atau bentuk lain. Ini semua dilakukan karena ingin memutus mata rantai penyebaran dan penularan wabah Covid-19, dimulai dari social distancing, physical distancing, belajar dari rumah, bekerja dari rumah, ibadah di rumah, bahkan penutupan tempat-tempat wisata, tempat hiburan, dan tempat keramaian lain yang dimungkinkan terjadi kerumunan sebagai media penularan virus.
Suasana belajar di rumah telah dirasakan orang tua, betapa kehadiran guru itu menjadi instrumen penting dalam kegiatan belajar putra putri mereka. Guru telah membukakan mata dunia bahwa kehadiranya di sekolah tak bisa tergantikan teknologi sekalipun. Orang boleh mengagungkan teknologi. Orang boleh berkata bahwa kemajuan pendidikan diukur dari sarana yang berbasis teknologi. Namun, baru empat sampai lima minggu ini pembelajaran dengan teknologi, ternyata sudah mulai membosankan. Kegiatan belajar daring di rumah dianggap merepotkan orang tua dan menjenuhkan anak. Kehadiran guru bagi orang tua tak bisa digantikan dengan zoom meeting, video call, whatsapp, facebook, email, dan twitter. Guru adalah ruh pembelajaran di kelas, kehadirannya tetap dinantikan dan dirindukan siswa.
Peluang, tantangan, dan harapan
Pendidikan sebagai proses internalisasi nilai dan pembentukan kepribadian anak didik sulit dilakukan jika hanya melalui pembelajaran daring/online. Ditengah wabah virus saat ini akan mengganggu pencapaian kematangan siswa dalam meraih tujuan belajarnya, baik secara akademis maupun psikologis. Dampak psikologis akan lebih mengkhawatirkan lagi, ketika siswa yang harus tertunda proses pembelajarannya akibat penutupan sekolah sangat memungkinkan terjadinya penurunan semangat (demotivasi) dalam belajar.
Bagaimana pengaruhnya terhadap amal usaha pendidikan Muhammadiyah terutama pendidikan dasar dan menengah? Majelis Dikdasmen PW Muhammadiyah Jawa Tengah telah membuat edaran terkait dengan Pelayanan Penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Muhammadiyah Jawa Tengah melalui Surat Edaran Nomor.097/EDR/II.4/D/2020 tanggal 2 Sya’ban 1441 H/26 Maret 2020 M. Kegiatan yang menyangkut Ujian ISMUBA/UKK/US/UN di Sekolah/Madrasah Muhammadiyah pelaksanaannya mengikuti arahan pemerintah dan Maklumat PP Muhammadiyah, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah yang mengeluarkan surat edaran agar proses belajar mengajar dan ibadah dilakukan di rumah.
Menurut Amirrachman (2020), setidaknya terdapat tiga trend yang menandai upaya transformasi untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19 pada ekosistem pendidikan. Pertama, munculnya inovasi belajar yang tidak terbayangkan sebelumnya. Saat ini, terjadi perubahan yang begitu cepat di mana institusi-institusi pendidikan bergerak mencari solusi inovatif. Para siswa mulai belajar dari rumah menggunakan aplikasi interaktif. Kedua, semakin meningkatnya kolaborasi institusi sektor pemerintah dan swasta. Dalam beberapa minggu terakhir, kita menyaksikan terbentuknya konsorsium pembelajaran yang terdiri dari pemangku kepentingan yang beragam. Termasuk pemerintah, penerbit, profesional di bidang pendidikan, penyedia teknologi, dan operator jaringan. Semua bersama-sama memanfaatkan platform digital sebagai solusi sementara untuk menghadapi krisis ini. Ketiga, ini yang mengkhawatirkan, kesenjangan digital akan semakin melebar. Kualitas pembelajaran sangat tergantung dari level dan kualitas akses digital. Banyak siswa dengan keadaan ekonomi keluarga yang belum begitu mampu mengandalkan pembelajaran dan tugas melalui WhatsApp atau email. Ketika kelas dilakukan secara daring, mereka tidak bisa mengikutinya karena tingginya harga gadget/komputer.
Betapun pembelajaran online di rumah dirasakan oleh sebagian orang tua merepotkan karena harus menfasilitasi HP android, laptop dan sejenisnya, namun sebenarnya mereka bisa mengambil peran maksimal dalam memberikan perhatian belajar putra-putri di rumah. Anak yang kita miliki adalah amanah Allah swt. Agama mengajarkan putra-putri kita merupakan mutiara hidup, permata hati, pelipur dalam kesedihan, tempat berteduh disaat dalam keletihan. Saat yang paling tepat bagi orang tua di masa darurat wabah Covid-19 untuk mencurahkan cinta dan kasih sayang, bimbingan, arahan, dan berbagi kekurangan kepada anak dalam keluarga. Bersinergi peran antara ayah, ibu, dan anak, menunjukkan bahwa membangun rumah tangga diawali dari adanya ikatan lahir-batin anggota keluarga secara utuh dalam bingkai agama. Orang tua yang memiliki paham beragama menurut Muhammadiyah, mereka akan berusaha bagaimana mempedomani hidup Islami sebagaimana dalam PHIWM (Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah) yang merupakan Keputusan Muktamar Muhammadiyah 2001.
Pada saat di sekolah, dimana anak harus berinteraksi sosial melalui kegiatan belajar, sebenarnya sekolah telah mendapatkan kepercayaan (mandat) untuk melaksanakan tugas-tugas pendidikan sesuai dengan tahapan periodesasi usia pertumbuhan dan perkembangan anak. Orang tua telah menitipkan putra-putri mereka di sekolah antara lain karena mempertimbangkan standar mutu sekolah, budaya sekolah, kinerja kepala sekolah, mutu guru dan tenaga kependidikan, sarana-prasarana sekolah, dan mutu lulusan yang dihasilkan sekolah. Dilihat dari aspek ini, Sekolah/Madrasah itu dipilih dan dipercaya oleh orang tua karena manajemen, organisasi, dan kepemimpinan sekolah sesuai standar mutu pendidikan. Keunggulan Sekolah/Madrasah Muhammadiyah ditentukan oleh 9 Standar Nasional Pendidikan, yakni memiliki standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar penilaian, standar guru dan tanaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar ISMUBA (al-Islam, Kemuhammadiyahan, Bahasa Arab) yang bisa menjadi model (best practices) bagi sekolah lainnya.
Peran guru pada saat siswa belajar di rumah mengharuskannya bekerja sama dengan orang tua. Kolaborasi antara guru dan orang tua menjadi niscaya karena akan menentukan keberhasilan output pendidikan yang maksimal. Pada saat ketika tuntutan pembelajaran online menggunakan HP android, peran guru juga turut menentukan pencapaian kompetensi belajar siswa. Guru tidak hanya berperan sebagai falilitator, mediator, motivator, dan administrator, namun harus memiliki dua kecakapan, yakni: (1) kecakapan literasi teknologi dan informasi, dan (2) kecakapan komunikasi dan kolaborasi. Dalam konteks ini, guru diharapkan mampu memperoleh banyak referensi dalam pemanfaatan teknologi dan informasi guna menunjang proses belajar mengajar.
Sebagai catatan akhir, apakah pembelajaran secara online efektif dan bisa menggantikan peran guru sebagai fasilitator di sekolah ? tentu jawabnya, tidak. Jika, peran guru, orang tua dan masyarakat tidak berjalan dengan baik. Orang tua sebagai wali perlu menjalankan perannya sebagaimana seharusnya. Guru juga memiliki peran sebagai fasilitator, mediator, dan motivator siswa perlu tetap menjalankan fungsinya. Kekhawatiran yang terjadi, ketika perubahan yang cepat ini tidak menimbulkan ketidakteraturan (anomie). Seperti dikatakan Durkheim, bahwa ketidakteraturan adalah kondisi tanpa norma dan tanpa arah sehingga tidak adanya keselarasaan antara kondisi sosial yang di harapkan dan kenyaataan sosial yang ada. Seperti kita ketahui bahwa, sifat dari internet ialah borderless (tidak ada batas), artinya kondisinya bukanlah yang dapat selalu dalam pantauan guru atau orang tua. Saat belajar online peserta didik dapat dengan bebas berselancar di dunia maya internet.
Harapannya, pada saat ini merupakan kesempatan kita untuk berinfaq/berdonasi. Program bhakti guru, donasi kemanusiaan, donasi untuk guru dan tenaga kependidikan (GTK) terdampak Covid-19. Guru non-DPK dan belum tersertifikasi, diperolah data lapangan ada Sekolah/Madrasah yang melakukan pengurangan gaji GTK karena uang SPP siswa belum terbayar, ini penting untuk kita galang donasi agar GTK terdampak Covid-19 bisa tersenyum ceria. Majelis Dikdasmen PW Muhammadiyah bersama LazisMU telah mengulirkan Program Bakti Guru, donasi untuk guru terdampak corona. Harapannya ribuan guru swasta di Jawa Tengah yang terancam tidak mendapatkan gaji selama masa darurat wabah Covid-19 bisa tersenyum ceria bersama keluarga. Selanjutnya ke depan pemerintah perlu memberikan prioritas pembangunan infrastruktur digital di berbagai pelosok tanah air. Di samping itu, kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta dalam memperluas akses pendidikan perlu terus ditingkatkan untuk memastikan semua lapisan masyarakat mendapatkan akses digital ini.[]
Dr H Karnadi Hasan, MPd, Sekretaris Majelis Dikdasmen PWM Jawa Tengah