TAFSIR ABU LAITS
Bahr Al ‘Ulum Li Al Samarqandy
Imam Abu Laits Ibrahim Al Samarqandy (w. 375 H)
Oleh: Khairul Amin
Al Faqih Abu Laits merupakan seorang ulama besar bermazhab Hanafi. Beliau juga dikenal dengan nama Imam Al Hadi. Ia dilahirkan di Samaqand, sebuah kota di daerah Khurasan (sekarang masuk Uzbekistan). Kota ini merupakan salah kota penting dalam silk road (jalur sutra) pada abad pertengahan. Kota ini juga menjadi salah satu pusat keilmuan pada masanya, sehingga banyak ulama dilahirkan di tempat ini. Diantaranya Al Hakiim Al Samaqandi, Muhammad ibn Ahmad Al Samarqandi, Ishaq Al Samarqandi, dan masih banyak lagi.
Al Hafiz Syamsuddin Al Dawaawudi menyebutkan dalam Thabaqat Al Mufassiriin, bahwa beliau wafat pada hari selasa 11 Jumadil Akhir tahun 393 H. Namun beliau juga menyebutkan pendapat lain mengatakan bahwasanya beliau wafat pada 375 H, dan ada juga yang berpendapat pada375 H. Dari cetakan tahqiq yang kami miliki, di disebutkan pendapat terkuat adalah 375 H.
Ia dilahirkan dengan nama lengkap Nasr ibn Muhammad ibn Ibrahim Al Samarqandi Al Tauzi Al Balkhi, Mengenai tahun kelahirannya, tidak ditemui catatan oleh para ulama. Ia dijuluki sebagai Al Faqih sebab penguasaanya terhadap berbagai ilmu. Beliau memiliki banyak karya dalam berbagai cabang keilmuan, sehingga juga digelari Al ‘Allamah. Diantaranya Al Bustan (bahasa), Thibb (kedokteran), Falsafah (filsafat), Al Mabsut fii Fiqh al Hanafi, Al Nawaazil fii Al Fataawa, dan sekitar 10 karya (fiqh), Tanbihul Ghafilin, Bustan Al ‘Aarifiin, Qurratul ‘Uyuun, (Akhlak), Bayaan Aqidah Al Ushul dan sekitar 6 karya lagi (Ushuluddin), serta tentu saja karya Tafsirnya yang berjudul Bahr Al ‘Uluum.
Diantara guru-guru beliau, yaitu ayahnya sendiri-Muhammad ibn Ibrahim Al Taudzy, Abu Ja’far Al Balkhi, Khalil ibn Ahmad Al Qadhi Al Sajzi, Muhammad ibn Al Fadhl Al Balkh Al Mufassir. Diantara murid-murid beliau yang paling terkenal, yaitu Luqman ibn Hakim Al Farghani, Nu’aim Al Khatib Abu Maalik, Muhammad ibn ‘Abdurrahman Al Zubairy, Ahmad ibn Ahmad Abu Sahl, Thaahir ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Nasr Abu ‘Abdillah Al Hadaadi.
Al Dawaawudi menyebutkan beliau memiliki Tafsir Al Qur’an Al ‘Aziim sebanyak 4 jilid. Namun dari berbagai sumber yang kami dapatkan, Tafsir yang sampai ke tangan kita adalah Bahr Al ‘Uluum. Dalam terbitan yang kami dapatkan, kitab ini terbagi menjadi 3 jilid dengan total hampir mencapai 1500 halaman isi. Terbitan yang kami temui adalah cetakan Daar Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut-Lebanon tahun 1413 H/ 1993 M. Kitab ini di tahqiq (dikoreksi) dan di ta’liq (dikomentari) oleh Syaikh ‘Ali Muhammad Mu’awwad, Syaikh ‘Aadil Ahmad ‘Abdul Maujud, dan Dr. Zakariya ‘Abdul Majid Al Nauti. Ketiganya merupakan cendekiawan Muslim dari fakultas Al Lughah Al ‘Arabiyyah Universitas Al Azhar.
Manuskrip kita ditemui di tiga tempat, yaitu dua Daar Al Mishriyyah, Universitas Al Azhar dan satu perpustakaan Universitas Edinburgh. Manuskrip yang lengkap berada di Universitas Al Azhar, yaitu satu berbentuk satu cetak berisi 3 jilid dan 3 jilid besar secara terpisah. Sedangkan yang berada di perpustakaan Edinburgh tidak lengkap, yaitu kurang 4 surah (Al Hijr/15, Al Nahl/16, Al Isra’/17, dan Al Kahfi/18).
Dalam tafsirnya ini beliau menggabungkan penafsiran bil ma’tsur/ riwayah dan bil ra’yi/dirayah. Dalam Tafsir bil ra’yi ia mengambil 4 sumber penafsiran, yaitu tafsir Al Qur’an dengan Al Qur’an, tafsir nabi, tafsir sahabat, dan tafsir tabi’in. Selain itu juga belliau mengutip kisah-kisah Isra’iliyyat dari Ahlul Kitab. Namun dalam pengutipan riwayat beliau tidak menyebutkan sanad sebagaimana yang dilakukan oleh Imam Ibn Jarir Al Thabari. Beliau juga tidak melakukan tarjih dari berbagai riwayat yang beliau kutip yang juga dilakukan oleh Imam Ibn Jarir Al Thabari.
Beliau juga memberikan perhatian analisa bahasa pada tafsirnya. Beliau mengatakan dalam tafsirnya: “Tidak boleh bagi seorang pun menafsirkan Al Qur’an dengan akalnya tidak mengetahui segi-segi bahasa Arab (wujuh al lughah al ‘arab) dan sebab keadaan turunnya ayat (ahwaal al tanziil). Dalam analisa bahasa beliau menempuh beberapa langkah, yaitu (1) membahas teks dan konteks bahasa yang berbeda; (2) merujuk penggunaan orang Arab kuno lewat syair apabila tidak menemui makna di analisa pertama; (3) mengutip anaisa-analisa para pakar bahasa dengan menyebut nama; (4) mengutip anaisa-analisa para pakar bahasa dengan menyebut nama, (5) menggunakan analisa ilmu sharaf, dan (6) menggunakan analisa ilmi nahwu. Terkadang juga beliau menukil analisa-analisa ilmu bayani dari pakar Balaghah.
Dalam tafsirnya juga beliau menyelipkan pembahasan-pembahasan ‘Ulum al Qur’an (ilmu Al Qur’an). Diantaranya pembahasan ilmu qira’at (ragam bacaan), Penjelasan makki-madani (periode turunnya wahyu), nasikh-mansukh (sejarah turun terkait status ayat), dan hukum-hukum fiqh. Namun pembahasan-pembahasan ini tidak menyeluruh pada ayat-ayat yang ditafsirkan, hanya pada ayat-ayat tertentu saja.
Secara khusus sebenarnya Imam Abu Laits Al Samarqandi terkenal bukan karena tafsirnya, utamanya di Indonesia. Kitab Imam Abu Laits yang sering dibahas dan dipelajari ialah Kitab Tanbihul Ghafilin (berisi tentang hadis-hadis tentang peringatan terhadap seorang muslim) dan Qurratul ‘Uyuun (berisi tentang hubungan suami-istri dalam rumah tangga). Kedua ini biasa di kajian di pesantren-pesantren tradisional. Wal akhir, semoga Allah SWT berikan keberkahan dan ganjaran yang setimpal kepada beliau, Imam Al Faqih Al Mufassir Al Muhaddits Abu Laits Al Samarqandy. Aamiin.
Khairul Amin, Alumni Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta