TAFSIR AL TSA’LABY: Al Kasyf Wa Al Bayaan Fii Tafsiir Al Qur’an

TAFSIR AL TSA’LABY: Al Kasyf Wa Al Bayaan Fii Tafsiir Al Qur’an

Foto Dok Ziyad

TAFSIR AL TSA’LABY
Al Kasyf Wa Al Bayaan Fii Tafsiir Al Qur’an
Al Tsa’laby Al Naisabury (Wafat 427 H/ 1035 M)

Oleh: Khairul Amin

Dalam sejarah Islam dikenal dua tafsir terkenal yang disandarkan kepada nama Al Tsa’laby. Pertama, tafsir karya Al Tsa’laby Al Naisabury Al Syafi’i yang berjudul asli  Al Kasyf wa Al Bayaan fii Tafsiir Al Qur’aan. Kedua, tafsir Al Tsa’laby karya Al Tsa’laby Al Maghribi Al Maliki yang berjudul asli Al Jawaahir Al Hisaan fii Tafsiir Al Qur’an. Yang pertama ulama abad ke 5 H, sedangkan yang kedua abad ke 9 H. Pada artikel sederhana ini yang dibahas merupakan ulama yang pertama. Ia lahir di kota Naisabur (nisapur), salah satu kota peradaban Islam pada abad pertengahan. Banyak sekali ulama yang dilahirkan di kota ini, termasuk penyusunan Shahih Muslim, Imam Hajjaj ibn Muslim Al Naisabury.

Bernama lengkap Abu Ishaq Ahmad ibn Ibrahim Al Tsa’laby Al Naisabury, beliau dikenal sebagai ulama besar, utamanya dalam bidang tafsir al Qur’an dan qira’at. Ibn Khalikan dalam Wafayaat al ‘Ayaan menyebutkan beliau sebagai seorang mufassir masyhur, dan termasuk nomor satu dalam ilmu tafsir pada zamannya. Hal ini juga ditegaskan oleh Al Shafdy dalam Al Waafi bi Al Wafaayat, Yaaqut dalam Mu’jam Al Udbaa, Ibn Katsir dalam Al Bidayah wa Al Nihayah, Al Subky dalam Thabaqaat Al Syafi’i Al Kubra, dan Ibn Al ‘Amaad Al Hanbali dalam Syadzaraat Al Dzahab.

Al Sam’ani menyebutkan bahwa Al Tsa’labi adalah laqab (julukan), bukan nasab. Beliau adalah seorang hafiz yang alim, unggul dalam penguasaan bahasa Arab secara luas. Beliau ini juga ditegaskan seorang imam Al Qusyairi penyusun Risalah Qusyairiyah dan Imam Al Wahidi penyusun Asbab Al Nuzul Al Wahidi yang juga mengambil ilmu darinya. Beliau juga dikenal orang yang benar penuqilan-nya dan terpercaya dalam ilmu penuqilan, singkatnya beliau ialah seorang ahli riwayat yang diantaranya mengambil ilmu riwayat Ibn Khuzaimah, sehingga beliau juga digelari al Hafiiz sebagai disebutkan dalam Tarikh Al Naisabur.

Kitab ini setidaknya disandarkan pada beberapa manuskrip (makhtuthat). Diantaranya manuskrip di Al Mar’isy, Najaf, Qom (salah satu kota di Iran); Isfabahan (Isfahan); Damsyiq (Damaskus, Syria), dan Irlandia. Hal ini sebagaimana informasi yang tertera pada tahqiq dari kitab yang kami miliki, yaitu cetakan penerbit Daar Ihyaa Al Turats Al ‘Araby (Beirut-Lebanon), tahun 2002 M/ 1422  H yang terdiri dalam 10 Jilid. Terbitan ini ditahqiq oleh Al Imam Abi Muhammad ibn ‘Asyur.

Tafsir Al Tsa’laby punya kedudukan penting di kalangan ulama, utamanya sebagai tafsir yang mengutip berbagai riwayat dalam penafsirannya. Namun, mengenai perihal kekayaan riwayatnya ini menyebabkan karya ini mendapat kritik dari berbagai ulama. Sebab utamanya adalah banyak kutipan riwayat Israiliyyat dan tidak cermat dalam pemilihan hadis dalam tafsirnya. Diantara yang mengkritik adalah Syaikh Al Islam Ibn Taimiyah dalam Muqaddimah fi Ushul Al Tafsiir. Ibn Taimiyyah menyebutkan, “Bahwa Al Tsa’labi dalam dirinya ditemui kebaikan juga keberhutangan, yaitu di dalam karyanya terdapat riwayat yang shahih, dhai’f, dan maudhu’.” Hal ini juga disampaikan oleh Al Kattani dalam Risalah Al Mustathrafah bahwa di dalam tafsirnya terdapat hadis maudhu’ (palsu), dan kisah-kisah yang bathil.

Namun, menurut Imam Husain Al Zahabi dalam Tafsir al Mufassiruun, menjelaskan bahwa Al Tsa’laby sebenarnya tidak banyak menggunakan/mengutip hadis maudhu’, hanya saja memang ia tidak mampu memilah/memisahkan (laa yastati’ an Yamiiza) antara hadits maudhu’ dan selain maudhu’, diantaranya hadis maudhu’ dari syi’ah mengenai ahlul bait yang terkenal pemalsuannya. Inilah yang kemudian diperingkatkan oleh ulama. Walaupun begitu senyatanya, kebanyakan tafsir bil ma’tsur tidak lepas dari kekurangan terhadap kualitas riwayat, termasuk Tafsir Al Thabari sekalipun yang penulisnya adalah pakar sejarah dan menguasai hadis.

Walaupun begitu karya Al Tsa’laby ini tetap sangat berharga sehingga menjadi rujukan para ulama setelahnya, sebab memiliki kelebihan, termasuk varian riwayat tadi dan penjelasan qira’atnya. Maka, para ulama selanjutnya berusaha untuk meneliti riwayat-riwayat tersebut sehingga terpisah antara yang benar dan bathil. Puncaknya adalah peringkasan tafsir ini dengan perbaikan yang sangat baik oleh Imam Al Baghawy, yang akhirnya dikenal sebagai tafsir Ma’aalim Al Tanziil yang dibahas sebelumnya, dimana kitab ini mendapatkan pengakuan dan penerimaan yang luarbiasa dari para ulama. 

Tafsir Al Kasyf wa Al Bayan mengggunakan metode tafsir tahlili, yaitu menjabarkan/menjelaskan ayat per ayat sesuai tartib mushaf. Adapun sistematika penyajian sebagai berikut : (1) beliau menyebutkan latar belakang penamaan dan hal yang berkaitan dengan surah yang dibahas, (2) menyebutkan asbabun nuzulnya, (3) mengutip ayat per ayat lalu dijelaskan, (4) memberikan analisa bahasa, ragam qiraa’at, (5) mengutip syair-syair arab untuk menjelaskan makna dan penggunaan kata dan konteksnya, dan (5) mengutip riwayat-riwayat yang berkaitan dengan penafsiran baik dari nabi, sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in.

Wal akhir, kitab tafsir Al Tsa’laby ini sangat berharga sebagai sebuah khazanah. Kekayaan riwayat dan ketajaman analisanya mampu menginspirasi para ulama setelahnya, baik untuk mengkritik, memperbaiki, dan menyempurnakan buah tulisannya, sehingga kajian tafsir bertambah luas, dalam, dan kaya.  Dalam konteks kajian sejarah inteletktual, karya Al Tsa’laby dapat diposisikan one of triggers to making intellectual dialectic (salah satu pemicu terjadinya dialektika intelektual) yang menjadi salah satu syarat berkembangnya keilmuan. Semoga Allah SWT berikan beliau keberkahan dan rahmat atas segala ikhtiar muliannya dalam memahami kitab suci guna memberikan kemanfaan bagi umat. Aaamiin.

Khairul Amin, Alumni Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta

Exit mobile version