Saudaraku, Islam tidak akan musnah dari muka bumi. Semua orang Islam pasti percaya hal itu. Akan tetapi, siapa yang berani menjamin Islam tidak akan lenyap dari bumi Indonesia? Tidak ada jaminan mengeni hal itu. Meski saat ini Indonesia tercatat sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Allah SwT juga tidak pernah menjamin kalau Islam tidak akan lenyap dari bumi Indonesia.
Sejarah mencatat, pada masa Umayyah Barat, seluruh wilayah yang sekarang kita kenal dengan nama Spanyol (dulu bernama Andalusia), merupakan pusat peradaban Islam. Saat itu, tidak ada yang berpikir, apalagi membayangkan, sinar Islam akan lenyap dari negeri yang pada saat itu dikenal sebagai negara yang tenteram, makmur, dan maju tersebut.
Namun, kenyataannya sekarang seperti itu. Kejayaan Islam yang sempat menaungi wilayah itu selama ratusan tahun nyaris tidak meninggalkan jejaknya. Islam “musnah” di wilayah Andalusia. Apa yang terjadi di bumi Andalusia sangat mungkin terjadi di Indonesia.
Saat sensus terakhir dilakukan tahun 2010, jumah penduduk Muslim di Indonesia masih sekitar 207.176.162 jiwa atau sekitar 87,18% dari total populasi. Masih mayoritas. Namun, kalau kita membaca data statistik tentang jumlah penduduk Indonesia berdasarkan agama, laju pertambahan penganut Islam masih berada di bawah laju pertumbuhan penduduk Indonesia secara nasional.
Dari tahun 2005-2010, laju pertumbuhan penduduk yang beragama Islam hanya 7,8%, sedangkan angka pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 8,5%. Ini berarti ada dua kemungkian. Pertama, angka kelahiran pada penduduk Muslim selalu berkurang sehingga berada di bawah angka rata-rata kelahiran nasional. Kedua, ada warga Muslim yang pindah agama.
Tampaknya, kemungkinan kedua yang lebih mendekati kebenaran. Hal itu dapat dilihat dari angka pertumbuhan penganut agama lain yang melonjak melebihi angka pertumbuhan penduduk secara nasional.
Kalau kita cermati data yang ada, dua agama Nasrani; Katolik dan Kristen, selalu menduduki peringkat pertama dalam laju pertumbuhan penganutnya. Dari angka-angka yang dapat kita baca itu, ancaman kristenisasi merupakan hal yang nyata adanya. Hantu pemurtadan benar-benar ada di Indonesia. Tidak hanya sekarang tetapi sudah berjalan ratusan tahun silam. Sejak bangsa-bangsa Eropa menapakkan kaki mereka di bumi Nusantara.
Dengan membonceng dan mensinergikan kepentingannya dengan kepentingan penguasa Eropa yang menjajah dan mencari kekayaan di bumi Nusantara, para juru dakwah Kristiani mewartakan agama Nasrani ke para penduduk Bumiputera. Jawa yang sudah ratusan tahun (sejak zaman Demak) mengidentikkan diri dengan Islam mulai digoyahkan oleh penetrasi para misi dan zending ini.
Kecerdasan dan ketekunan mereka dalam menginjilkan tanah Nusantara memang harus diacungi jempol. Dengan jargon melayani dan semangat kasih yang terlihat tulus, mereka mulai merebut simpati umat. Dengan memakai filosofi kelapa sawit, mereka terus berkembang.
Kelapa sawit adalah tanaman asing di negeri ini. Sebelumnya, tanaman ini belum pernah dikenal di Indonesia. Namun, karena kelapa sawit membuktikan diri mempunyai banyak manfaat dan memakmurkan para pemiliknya, tanaman ini berkembang sangat pesat. Menggusur tanaman asli yang lebih kaya manfaat. Terutama menggusur tanaman kelapa yang merupakan bahan baku minyak goreng.
Pada masa tahun 1880, kita juga pernah mendengar Kiai Tunggulwulung di Jawa Timur dan Kiai Sadrach di Jawa Tengah yang luar biasa dalam mewartakan ajaran Injil ke kaum Bumiputera. Dengan idiom-idiom Jawa yang khas, mereka mampu membelokkan kesadaran bangsa Jawa. Bahwa Jawa tidak harus Islam. Ada pilihan baru yang mereka tawarkan. Bahwa Jawa bisa saja Nasrani. Tidak hanya kelapa yang dapat diperas menjadi minyak goreng. Kelapa sawit yang asing justeru lebih banyak menghasilkan minyak goreng. Nasrani tidak hanya cocok untuk bangsa Eropa. Nasrani bisa saja menjadi agama orang Jawa.
Sementara itu, semangat juru dakwah Islam sejak era Kolonial terus mengalami penurunan. Akhir-akhir ini, Islam malah terus mengalami degradasi citra. Kalau misi Nasrani sejak zaman kolonial hingga sekarang selalu berwujud sebagai gerakan sosial yang melayani, menolong, dan memberdayakan umat, misi dakwah Islam cenderung terlihat suka mengatur, serba melarang, dan menertibkan. Kalau perlu dengan kekerasan.
Inilah yang mungkin secara perlahan jumlah umat Islam terus menyusut, sementara jumlah umat Nasrani terus melonjak fantastis. Para juru dakwah Nasrani memang sangat gigih. Mereka menyatu dengan umat. Bahkan tak segan membimbing umat mencari jalan keluar dari setiap permasalahan yang ada. Di daerah yang miskin air, mereka berupaya mencari alternatif dengan mengubah air hujan menjadi air minum. Di daerah yang rawan pangan, mereka mencarikan solusi dengan memodifikasi cara pertanian.
Apa yang mereka lakukan bukanlah proyek jangka jangka pendek atau obor blarak semata. Namun, semua itu berkelanjutan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Bukan pengabdian demi proyek yang jika anggarannya habis mereka ditinggal pergi ke daerah lain yang masih ada anggarannya dari para bandar.
Saudaraku, mungkin hari ini kita juga perlu bertanya tentang apa yang telah kita lakukan agar Islam tidak hilang dari negeri ini? Dalam hal ini, ada suatu riwayat yang perlu kita pikirkan maknanya. Yaitu, ketika ada orang yang berbicara akan memberikan nyawanya untuk membangun kejayaan Islam, Kyai Dahlan hanya tersenyum dan berkata, “sisihkan saja sebagian hartamu untuk menyantuni kaum fakir-miskin dan anak-anak yatim yang terlantar, itu lebih bermanfaat bagi Islam saat ini.”
Isngadi Marwah Atmadja, Catatan Bulan Suci, Kumpulan Bahan Kultum Ramadhan