TAFSIR IBN KATSIR: Tafsiir Al Qur’an Al ‘Aziim

TAFSIR IBN KATSIR
Tafsiir Al Qur’an Al ‘Aziim
Al Hafiz Imam Abu Al Fidaa Ibn Katsir Al Dimasyqy  (701 – 774 H/ 1300-1373 M)

Oleh: Khairul Amin

Bila tafsir Jalalayn menjadi kitab tafsir ‘kecil’ termasyhur, maka kitab tafsir ini merupakan kitab tafsir ‘besar’ paling populer (masyhur) di Indonesia. Baik, versi asli arab, terjemahan, dan ringkasan terjemahannya beredar luas di Indonesia. Setiap perpustakaan yang memuat buku keagamaan dan masjid-masjid yang punya perhatian literasi,  hampir pasti tidak melewatkan mengoleksi tafsir ini. Kajian yang membahasnya pun juga banyak, melampui kitab-kitab tafsirnya lainnya.

Beliau adalah Al Hafiz Ibn Katsir. Seorang pakar besar dalam Ilmu Al Qur’an Tafsir (mufassir), Hadis (muhaddits), dan Sejarah (mu’arrikh). Beliau juga menguasai berbagai keilmuan lain, seperti bahasa dan fiqh.  Bernama lengkap Abu Al Fidaa ‘Imaduddin Isma’il ibn Umar ibn Katsir Al Qurasyi Al Dimasyqy. Beliau dilahirkan di daerah Mijdal Al Qaryah (kampung halaman ibunya), Bashry, sebelah timur Damaskus pada tahun 700 H/ 1300 M (ada yang mengatakan 701 H). Saat ia berusia 4 tahun ayahnya wafat, kemudian ia diasuh oleh kakaknya Syaikh Abdul Wahhab. Ayahnya, Umar ibn Katsir ialah ulama di daerah tersebut.

Pada usia 15 tahun keluarganya pindah ke Damaskus. Disinilah rihlah ‘ilmiyyah besarnya bermula. Ia menuntut ilmu dari berbagai ulama besar pada zamannya, diantaranya Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah, Ibn ‘Asakir, Ishaq ibn Yahya Al Amidi, Al Mizzi, Abu Ishaq Ibrahim Al Fazary, Imam Abu Zakariya Yahya Al Syaibany, Syamsuddin Abu Nasr Al Syairazy, Syamsuddin Mahmud Al Ashbahany dan masih banyak lagi. Sementara diantara murid bellia yang masyhur, yaitu Muhammadi Isma’il ibn Katsir (anaknya), Muhammad ibn Ahmad Al Jazary, ‘Alauddin Al Hajji Al Syafi’i.

Puluhan karya Imam Ibn Katsir tercatat di berbagai bidang. Dalam bidang ilmu Al Qur’an ia menulis, Tafsir Al Qur’an Al ‘Aziim dan Fadhail Al Qur’an. Dalam bidang hadis ia menulis, Ahadits Al Ushuul, Syarh Shahih Bukhary, Ikhtishar ‘Ulum Al Hadits, Al Takmiil Fi Jarh wa Ta’diil wa Ma’rifat Al Tsiqah wa Al Jaahil, Jaami’ Al Masaanid, Musnad Abi Bakr Al Shiddiq, Musnad ‘Umar ibn Khattab, dan masih banyak lagi. Dalam bidang fiqh ia menulis, Al Ahkaam Al Kubraa, Kitab Al Shiyaam, Al Muqaddimaat fi Ushul Al Fiqh, dan masih banyak lagi. Dalam bidang sejarah ia menulis Al Bidayah wa Al Nihayah, Al Siirah Al Nabawiyah, Thabaqat Al Syafi’iyyah, Manaqib ibn Taimiyyah, Muqaddimah fi Al Ansab, dan masih banyak lagi.

Beliau mendapatkan banyak pujian dari berbagai ‘ulama.  Disebutkan para ulama beliau termasuk ulama yang afadzadz (raksasa/tiada banding) pada masanya, sebagaimana gurunya Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah. Diantaranya Al Hafiz Al Dzahaby, Al Hafiz Al Mahaasin Al Husainy, ‘Allamah Ibn Naashir Al Diin, Ibn Hajar Al Atsqalany, Ibn Rajab Al Hanbaly, Al ‘Ainy, Imam Jaluddin AL Suyuthy, Imam Al Syaukany, dan berbagai ulama lainnnya.

Mengenai penamaan kitabnya, tidak ditemukan penjelasan penamaan dari beliau sendiri, padahal dalam kitab-kitab lainnya beliau berikan nama di muqaddimahnya. Namun ulama setelanya menyandarkan penamaanya kepada beliau menjadi Tafsir Ibn Katsir dan Tafsir Al Qur’an Al ‘Aziim. Mengenai sumber atau landasan penafsirnya, beliau mengutip beberapa sumber penting sebagai tafsir bil ma’tsur, antara lain (1) kitab Samawiyah, Al Qur’an-Taurat-Injil, (2) Kitab-kitab tafsir dan ‘ulum Al Qur’an sebelumnya, (3) Kitab Hadits dan ‘ulum Hadits, baik matan dan syarahnya, (4) Kitab-kitab Fiqh dan Ushul Fiqh, dan (5) Kitab Ilmu bahasa. Landasan ini terbagi dalam kitab-kitab utama berbagai cabang keilmuan dengan jumlah ratusan. Dan beliau sebagai ‘raksasa’ di bidang ilmu, tidak hanya mengutip, tetapi juga menyeleksinya, mengkritiknya (taqnid), menguatkannya (tarjih), dan menjelaskannya (tabyin). Maka, tidak mengherankan karya beliau ini benar-benar menjadi karya terbaik di bidangngnya.

Dalam tafsirnya beliau mengambi metode tahilili (rinci, ayat per ayat) dengan mengikuti urutan mushaf (tartib mushafi). Adapun sistematika penafsiran beliau, yaitu (1) menafsirkan ayat dengan ayat, (2) menafsirkan ayat dengan hadis, (3) menafsirkan ayat dengan pendapat para sahabat, dan tabi’in, (4) menafsirkan ayat dengan pendapat para ulama, dan menafsirkan dengan pendapat beliau/ ijtihad. Dalam kitabnya, sebelum memulai penafsiran, beliau menjelaskan terlebih mengenai Fadhail Al Qur’an yang berisikan tentang sejarah Al Qur’an dan pembahasan poin-poin penting terkait ‘Ulum Al Qur’an.

Dalam penafsirannya beliau mengambil beberapa sikap, terhadap hal-hal yang diperselisihkan. Diantaranya Kisah Isra’iliyyat, penafsiran ayat-ayat hukum, naskh, muhkam-mutasyabih, ayat-ayat tasybih. Mengenai Isra’iliyyat beliau memilah riwayat yang beliau cantumkan dalam tafsirnya. Bahkan yang dicantumkan pun ada yang mendapat bantahan juga dari beliau, seperti riwayat yang berkaitan dengan Q.S Al Ma’idah (5) : 22 , terkait kaum yang gagah perkasa (qaumun jabbaruun). Terkadang juga beliau memberi kritik seperti pada kasus Harut dan Marut pada Q.S Al Baqarah (2): 102.

Mengenai penjelasan ayat-ayat hukum (ahkaam), beliau sebagai seorang pakar hukum, terkadang juga berijtihad selain mengutip berbagai pendapat para ulama. Beliau juga menyajikan pendapat-pendapat para ulama sebelumnya, baik yang berselisih maupun menguatkan pendapat, seperti pada Q.S Al Baqarah (2) : 185 tentang puasa. Mengenai nasakh dalam Al Qur’an, beliau mengikuti mazhab yang menyatakan bahwa ada nasakh dalam Al Qur’an, seperti pada kasus pernikahan anak Adam As pada Q.S Al Baqarah (2) : 106. Dalam persoalan ayat muhkam-mutasyabih beliau mengikuti pendapat Muhammad ibn Ishaq ibn Yasar bahwa adalam ayat muhkam tidak ada perubahan dan pemalsuan, sedangkan dalam ayat mutasyabih tidak ada perubahan dan penakwilan. Terhadap ayat-ayat tasybih beliau mengikuti para ulama salaf awal, yang juga dilakukan oleh gurunya Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah, yaitu tidak menakwilnya.

Diantara contoh gambaran ringkas penafsiran beliau yang kami sarikan dari Q.S Al Baqarah (2): 183 sebagai berikut:

(1) Mengutip ayat, baik rangkaian atau per ayat. Pada kali ini rangkaian dari Q.S Al Baqarah (2) : 183-184.

(2) menjelaskan dengan riwayat.

“Allah Ta’ala berfirman dengan ayat ini sebagai khitab (perintah) bagi orang-orang yang beriman dari ummat ini untuk mengerjakan shiyam (puasa), yaitu menahan dari makan, minum, hubungan (suami-istri), dengan ikhlas karena Allah  ‘Azza wa Jalla, yang bagi perbuatan tersebut merupakan zakat jiwa (pembersihan jiwa) dan penyuciannya serta pemurniannya dari percampuran kejahatan dan akhlaq yang menyimpang. Dan disebutkan bahwasanya sebagaiman diwajibkannya puasa atas mereka (orang beriman), maka hal itu telah diwajibkan juga atas umat sebelumnya, sebagaiman firman Allah SWT (Q.S Al Ma’idah : 48), maka kemudian Allah SWT berfirman kepada kita, yaitu Q.S Al Baqarah (2) : 183. Hal ini sebab di dalam puasa terdapat penyucian bagi jasmani dan menyempitkan jalan-jalan masuknya syaithan, sebagai ditegaskan dalam hadis riwayat Bukhari-Muslim (Hadis tentang Pemuda dan Puasa), kemudian dijelaskan takaran/ ketentuan-ketentuan puasa, bahwasanya bukanlah setiap hari, sebab dapat membuat sulit terhadap jiwa dan membuat lemah saat menjalaninya dan mengadakannya, akan tetapi (dilaksanakan) dalam hari-hari tertentu saja. Maka dulu pada awal mula Islam puasa (disyariatkan) dalam 3 hari, kemudian di nasakh (hapus) dengan Puasa bulan Ramadhan, sebagaiman penjelasan yang sampai pada kita. Diriwayatkan begitulah (3 hari) puasa umat terdahulu sebelum kita setiap bulannya, yaitu riwayat dari Mu’adz, Ibn Mas’ud, Ibn ‘Abbas, ‘Atha, Qatadah, Al Dhahak ibn Mazaahim.” Begitulah diantara contoh penafsirannya.

Mengenai naskahnya, terdapat kurang lebih 16 sumber dari berbagai perpustakaan dan koleksi ulama. Diantaranya dari perpustakaan Baghdad, Al Azhar, dan Makkah. Dalam edisi terbitan, kami sendiri memiliki 4 seri cetakan. Pertama, cetakan Daar Thiibah Al Nasyr wa Al Tauzy’ (Riyadh, 1997 M) yang ditahqiq oleh Saamy ibn Muhammad Al Salaamah dalam 8 jilid. Kedua, cetakan Daar Ibn Al Jauzy (Riyadh-Kairo-Beirut, 1431 H/ 2011 M) yang ditahqiq oleh Abu Ishaaq Al Hawiyny dan diringkas oleh Hikmat ibn Basyir ibn Yaasin dalam 7 jilid. Ketiga, cetakan Daar Ibn Hazm (Beirut, 1420 H/2000 M) dalam 1 jilid tebal. Keempat, cetakan Mu’assasah-Maktabah Awlaad Al Syaikh li Al Turats(Riyadh, 1421 H/ 2000 M) yang ditahqiq oleh Musthafa Sayyid Muhammad, Muhammad Sayyid Rasyad, Muhammad Fadhl ‘Ajmawy, ‘Ali Ahmad ‘Abdum Baaqi, dan Hasan ‘Abbas Quthb dalam 15 jilid.

Demikianlah kitab tafsir ‘besar’ terpopuler, khususnya di Indonesia karya Imam Ibn Katsir. Beliau wafat di usia 73 tahun (ada yang menyebutkan 74 tahun) dan dimakamkan disamping gurunya, Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah. Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan berkah atas kebermanfaatan yang luarbiasa bagi ummat. Begitupun juga gurunya. Aamiin

Khairul Amin, Alumni Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta

Exit mobile version