Saudaraku, konon ada seorang tokoh Zionis yang mengatakan, “Kita orang Yahudi tidak takut dengan umat Islam, karena umat Islam adalah umat yang tidak gemar membaca. Jika mereka membaca, mereka tidak mengerti, dan jika mereka memahami, mereka tidak bertindak. Mungkin ada di antara mereka yang membaca Al-Qur’an yang menyuruh mereka bersatu dan saling mengasihi, tetapi mereka tetap terus saling bertikai berebut tulang”.
Kita tidak tahu, apakah ungkapan itu benar dari orang Yahudi atau bukan. Yang jelas, ungkapan itu seharusnya menyadarkan kalau ada yang salah dalam diri umat ini. Di berbagai negara, umat Islam menjadi mayoritas. Negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim juga banyak yang menjadi negara super kaya, serta mempunyai cadangan minyak dan sumber energi dunia yang luar biasa.
Namun, status umat Islam tetap saja menjadi pesakitan sejarah. Palestina masih terjajah, ribuan rakyatnya teraniaya tanpa daya. Umat Islam di Rohingya, Myamnar, di Uighur, China, di Angola, masih teraniaya orang lain. Sedangkan yang ada di Suriah, Sudan, Lybya, Irak, Mesir, dan lainnya, justeru sibuk saling bunuh antarsesama saudara seiman.
Dalam konteks Indonesia, suasananya juga masih sama. Umat Islam Indonesia masih sangat mudah untuk diadu domba. Masalah apa pun bisa disulut dan dijadikan pemicu untuk saling memusuhi, dan dijadikan alasan untuk bersimpangan jalan.
Jumlah organisasi masyarakat Islam yang ada di Indonesia sangat banyak, lebih dari 56 ormas. Namun, bagaimana nasib umat Islam Indonesia? Masih tetap berada di buritan peradaban apa pun. Tertinggal dalam masalah pendidikan, terseok di ekonomi, terjerembab di kesehatan, dan selalu babak belur di politik.
Idealnya, semakian banyak ormas yang peduli dengan nasib umat Islam, nasib umat semakin tidak terlantar di bidang apa pun. Andaikan semua ormas yang ada mau berbagi tugas, siapa menangani apa, mungkin nasib umat Islam akan berubah menjadi lebih baik. Namun, sampai hari ini, hal positif itu belum menampakkan hal yang menggembirakan. Mayoritas ormas Islam yang ada di Indonesia kurang menunjukkan semangat saling mendukung dan saling mengisi. Yang ada justeru saling bersaing dan saling menjegal. Semua berkiprah di ruang yang nyaris sama dan memperebutkan ceruk yang sempit.
Energi melimpah yang dimiliki umat Islam justeru banyak dihabiskan untuk hal-hal yang kurang perlu, bahkan tidak perlu seperti berkonflik untuk hal-hal yang bersifat furu’iyah. Perseteruan karena masalah perebutan politik dan kekuasaan warisan zaman pertama Islam sepeti syi’i dan sunni masih saja hendak dilanggengkan sampai sekarang.
Akankah nasib umat Islam akan benar-benar sama dengan yang dikatakan Moshe Dayan (komandan militer dan politisi kawakan Israel). “Apakah kalian pikir orang Islam akan pernah bisa mengalahkan kita? Tidak. Sampai mereka terlebih dulu belajar bagaimana membuat garis lurus ketika akan naik bus. Antre satu per satu dan tidak berebutan serta saling sikut ketika ada kesempatan”.
Benar kiranya yang dikatakan Prof Syafii Maarif, umat Islam sudah terlalu lama mengkhianati Al-Qur’an. Kita mungkin membacanya setiap saat. Namun kita mengingkari apa yang diperintahkan di dalamnya. Pada saat bencana alam menimpa saudara kita yang seiman, selalu saja ada yang menyatakan kalau bencana itu terjadi karena umat Islam yang ada di sana adalah ahli maksiat, tauhidnya rusak, dan lain sebagainya. Seakan-akan kita adalah orang yang paling benar dalam beragama.
Saudaraku, mumpung saat ini sedang berada di dalam Ramadhan, mumpung masih rajin membaca Al-Qur’an, cobalah kita baca Al-Qur’an itu secara benar. Kita selami makna dan ajarannya. Kita ajak Al-Qur’an itu berdialog menyelesaikan semua masalah kita. Jangan sampai kita rajin membaca Al-Qur’an hanya untuk mencari dalil-dalil untuk menyesatkan orang lain dan dijadikan alasan kita tidak rukun dengan sesama saudara satu iman.
Isngadi Marwah Atmadja, Catatan Bulan Suci, Kumpulan Bahan Kultum Ramadhan