Muhammadiyah Gerakan Modernisme Islam (3)

Prof Dr H Haedar Nashir, MSi

Pasca dunia modern umat manusia sejagad memasuki fase baru kehidupan posmodern. Dunia posmodern (post-modern) artinya era modern tahap lanjut yang menggambarkan kondisi kehidupan yang lebih pesat dan tidak jarang berbeda sekali dibandingkan dengan era modern. Karakternya tetap modern tetapi lebih progresif, di sejumlah hal lebih radikal atau ekstrem ketimbang fase modern, sebagian ahli menyebutnya lebih liberal. Alam pikiran atau ideologi atau pahamnya disebut posmodernisme atau postmodernism.

Di negara-negara maju terutama di Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Korea Selatan, dan bangsa lain yang telah mengalami modernisme abad ke-20 dan awal abad ke-21 yang cukup maju sebagai kelanjutan dari modernisme abad-abad sebelumnya, kehidupan posmodern telah berlangsung. Terutama dalam pemikiran, kemajuan iptek, arsitektur, seni budaya, dan gaya hidup. Mereka mengalami modernisme tahap lanjut atau posmodern yang sesungguhnya, sehingga seolah hidup di alam baru.

Sebaliknya di negera-negara berkembang seperti Indonesia kehidupan posmodern barulah dimulai. Sejumlah aspek kehidupan terutama dalam pemikiran dan seni arsitektur mulai mengadopsi model posmodern. Dalam pemikiran keislaman berkembang lebih pesat yang dikenal dengan neomodernisme atau posmodernisme Islam, yang sebagian di antaranya bahkan sering disebut pemikiran Islam liberal, meskipun sesungguhnya posmodernisme tidak selalu identik dengan liberalisme dan sekularisme dalam pemikiran.

Kaum Muslimun khususnya Muhammadiyah penting memahami karakter masyarakat posmodern karena secara sosiologis kita berada dalam kehidupan modern tahap lanjut itu. Siapapun tidak dapat mengelak dari kehidupan posmodern. Seraya dengan itu, Muhammadiyah dan gerakan-gerakan Islam lainnya dituntut untuk menghadirkan dakwah dan tajdid yang lebih cocok sekaligus memberi sibghah terhadap masyarakat di era posmodern itu.

Kehidupan Posmodern

Masyarakat posmodern (postmodern society) merupakan fakta sosial yang niscaya sebagai perkembangam dari masyarakat modern. Posmodern (post-modern) merupakan kehidupan pasca modern, yang berbeda dari kehidupan modern sebelumnya. Pada awalnya posmodern merupakan pemikiran di bidang seni, film, dan arsitektur yang bercorak baru. Jika pada era modern coraknya serba baku, pada posmodern cenderung serbamencair dan tanpa pakem. Manakala alam pikiran modern berpatokan pada narasi-narasi besar (grand narratives, meta narratives) maka pada posmodern bercorak narasi-narasi kecil (small narratives, micro narratives).

Kehidupan posmodern di satu pihak merupakan kelanjutan dari modern, tetapi terdapat corak pemikiran atau kehidupan yang berbeda sekali dari alam modern

Dalam ilmu pengetahuan atau pemikiran misalnya mengembangkan konsep deconstruction (dekonstruksi) sebagai antitesis dari konstruksi dan rekonstruksi (alam pikiran modern), sehingga sampai batas tertentu posmodern tampak progresif, membongkar, dan menihilkan modernisme. Dalam kehidupan posmodern terdapat sikap hidup nihilis atau superliberal dalam jargon “any things goes”, apa saja boleh. Dalam ilmu pengetahuan berkembang paradigma atau perspektif “post-structuralism” (postrukturalisme) sebagai antitesis strukturalisme sebagaimana dikembangkan Lyotard dalam filsafat pascapencerahan di Perancis.

Posmodern memiliki enam ciri: (1) Pastiche: menyatukan elemen-elemen gaya dari berbagai konteks dan epos sejarah yang berbeda-beda; (2) Refleksivitas: kapasitas untuk menilai diri sendiri, yang seringkali disertai dengan ironi; (3) Relativisme: ketiadaan standar-standar kebenaran yang objektif; (4) Penentangan terhadap teknik-teknik artistik klasik tertentu seperti narasi dan representasi dalam menggambarkan realitas; (5) Pengabaian dan keinginan untuk melewati batasanbatasan artistik tradisional; (6) Pelemahan terhadap kepercayaan-kepercayaan pada keutamaan penulis sebagai pencipta teks (Abercrombie, 2010).

Intinya posmodern merupakan refleksi kritis atas modernitas yang dipandang terlalu mengagungkan pikiranpikiran tunggal, terstruktur, dan makro untuk digantikan dengan yang serba beragam, mencair, dan mikro. Dalam bahasa sehari-hari posmodern itu “keluar dari pakem” dan “menolak totalitas”. Posmodern juga mengkritisi filsafat metafisika dan positivisme untuk digantikan dengan pemikiran-pemikiran kritis-emansipatoris untuk membongkar kemapanan. Dalam batas tertentu posmodern menjadi “serba nyentrik”, sehingga memiliki watak relativisme yang radikal menjurus nihilisme. Memang tidak mudah memahami posmodernisme karena sifatnya yang sering tak berbentuk atau tidak terstruktur, karena ketidakstrukturan itulah ciri struktur posmodern.

Posmodernisme Islam

Pemikiran posmodernisme berpengaruh terhadap umat manusia saat ini, termasuk di kalangan Umat Islam. Di kalangan akademisi atau dunia pemikiran keislaman berkembang posmodernisme Islam dan neomodernisme Islam. Neomodernisme Islam sering diidentikkan dengan posmodernisme Islam, tetapi terdapat yang membedakannya karena sifatnya tidak seradikal posmodernisme. Pemikiran neomodernisme dipelopori oleh Fazlur Rahman, sang pemikir Pakistan yang bermukim di negeri Paman Sam. Murid Fazlur Rahman di Indonesia ialah Ahmad Syafii Maarif, Nurcholish Madjid, dan Amien Rais yang satu sama lain memiliki orientasi pemikiran Islam yang berbeda meskipun gurunya sama. Ketiganya memiliki pengaruh kuat dalam khazanah pemikiran dan pergerakan Islam Indonesia di era mutakhir.

Kelompok Islam generasi baru banyak lahir dari genre neomodernisme dan posmodernisme Islam seperti Jaringan Islam Liberal (JIL) dan Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), yang sering mengundang kontroversi dengan varian yang berbeda satu sama lain. Pemikiran JIL lebih liberal, sementara JIMM lebih moderat, sehingga keduanya tidak sama dan sebangun. Sebagian menyebutkan lahir pula generasi Postradisionalisme dari kelompok Islam yang dulu dikenal mewakili Islam tradisional, yang pemikirannya lebih liberal baik yang terganung dalam JIL maupun berdiaspora di berbagai lembaga termasuk di jaringan LSM, media, dan tempat-tempat lainnya.

Pemikiran yang lebih mewakili genre posmodernisme Islam kontemporer di dunia akademik adalah Amin Abdullah. Guru Besar UIN Sunan Kalijaga dan pernah menjadi Anggota PP Muhammadiyah (2000-2005) serta Ketua Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam (1995-2000) ini memiliki basis pemikiran yang kuat pada tradisi Islam klasik dan modern. Gagasannya tentang interkoneksitas ilmu dalam Islamic Studies atau Dirasat Islamiyah menjadi rujukan utama di dunia pemikiran keislaman mutakhir di Indonesia. Manhaj Tarjih dengan pendekatan bayani, burhani, dan irfani tidak lepas dari pengaruh tokoh yang satu ini. Sementara sosok lainnya ialah Dr Kuntowijoyo dengan gagasan Paradigma Islam dan Ilmu-ilmu Sosial Profetik, yang juga menjadi rujukan penting dalam pemikiran keislaman kontemporer.

Kini sedang terus bertumbuh generasi baru yang bercorak neomodernisme atau posmodernisme Islam sebagai bagian dari dinamika umat Islam kontemporer menuju kemajuan peradaban Islam di tengah dunia abad ke-21 yang makin mengglobal.

Demikian pula bangkitnya pemikiran Islam dari genre neorevivalisme Islam yang menurut Olivier Roy tampil lebih konservatif. Semuanya sedang berproses, yang tentu saja harus saling belajar memperkaya diri dan berdialog secara terbuka dengan genre pemikiran lain tanpa absolutisme. Sebab, tidak ada satu pemikiran yang bersifat absolut, sejauh hal itu bersifat ranah tafsir dan ijtihad, lebih-lebih dalam dunia pemikiran akademik atau keilmuan Islam.

Bagi Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid dengan manhaj tarjih yang sangat maju dan basis modernisme Islam yang cukup kokoh serta ditopang gerakan praksisnya yang progresif, tentu kehidupan modern abad ke-21 dengan pemikiran posmodern yang menyertainya dalam beragam varian, tidak boleh membuat dirinya larut. Muhammadiyah juga tidak dapat menghindar dari dunia posmodern yang sangat kompleks itu. Muhammadiyah harus mengambil posisi dan peran yang kokoh dalam dinamika lalulintas posmodern itu dengan karakter keislamannya yang membawa panji Islam Berkemajuan atau Islam Progresif yang berwatak tengahan untuk menghadirkan Islam sebagai Din al-Hadlarah: Agama yang membangun kemajuan peradaban semesta yang utama!

Sumber: Majalah SM Edisi 10 Tahun 2016

Exit mobile version