Oleh Dr Betania Kartika
Ramadan kali ini benar-benar lain dibanding tahun-tahun sebelumnya. Inilah kali pertama kita menjalani bulan suci di tengah pandemi. Covid-19 sejak beberapa bulan terakhir mewabah di mana-mana dan meluhlantakkan hampir semua penduduk negara di seluruh dunia. Seluruh negeri isolasi menutup diri.
Namun, umat beriman tentu tidak patah arang. Setiap ujian harus menjadikan kita kembali kepada Sang Maha Segalanya, selalu hidup bersama Tuhan, sehingga kita tidak pernah merasa sendirian di setiap kondisi dan keadaan. Ciri kaum beriman itu, kebahagiaan dan penderitaannya menjadi kebaikan. Rasulullah SAW sendiri yang pernah memujinya.
Sebagai individu dari umat beriman, terus berprasangka baik sambil tetap bersyukur adalah pilihan terbaik. Dan syukurnya diwujudkan dalam perbuatan amal soleh sebagai refleksi dari hikmah yang ia dapatkan di balik semua kejadian. Bahkan, rasa syukur itu sendiri juga merupakan hikmah. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji, maka dalam hidup ini hanya ada dua pilihan: syukur dan sabar. Semua pasti berlalu jua. Tidak ada istilah putus harapan di hati kita yang mengaku percaya padaNya. Karena dalam setiap kesulitan diyakini pasti terselip kemudahan. Dalam setiap penyakit sudah tersedia obatnya. Tugas kita adalah berusaha sekuat daya disertai doa. “Tuhanku, tempatkan aku di tempat tinggal yang Engkau berkahi. Sungguh Engkaulah sebaik-baik Dzat Maha Pemberi tempat tinggal,” begitu bunyi doa yang diajarkan Al-Qur’an.
Di antara hikmah yang tampak dengan pandemic di bulan suci ini supaya kita merasakan suasana Ramadhan pada zaman Nabi SAW, ketika segala kegiatan berpusat di rumah, termasuk solat tarawih yang juga di laksanakan di rumah masing masing. Rasulullah SAW memang pernah dua atau tiga kali tarawih di masjid, tetapi kemudian kembali solat tarawih di rumah sampai beliau wafat, pada saat itu tujuan beliau supaya setelah sepeninggalnya, umat Islam tidak menjadikan solat tarawih di masjid sebagai kewajiban.
Kinilah saatnya kita jadikan rumah kita benar-benar sebagai sumber gerakan spiritual. Jika ini kita manfaatkan sebaik-baiknya, impian rumahku surgaku akan benar-benar terwujud. Rumah bukan lagi sekadar menjadi tempat singgah, melainkan sudah menjadi jannah alias surga. Kalau biasanya rumah hanya sesekali disapa untuk berjeda dari segala rutinitas kerja, kini menjadi wasilah utama untuk menuju Ridho Allah dan JannahNya. Untuk mewujudkan suasana surga buat keluarga, kita sendiri harus mampu menjadikan diri kita sendiri sebagai surga dengan menjadi sumber kebahagiaan, ketenangan dan kenyamanan buat sesama. Sifat surgawi tidak mengenal kalimat kasar dan keluhan, misalnya, maka kita juga harus menjadi pribadi yang lembut dan tidak gampang mengeluh. Baru setelah itu kita boleh mengajak seluruh penghuni rumah untuk bersama-sama membangun suasana surga. Pilar utama dalam rumah surgawi kita adalah Taqwa, masing masing dari anggota keluarga bersama beramal soleh untuk meraih ridho Allah SWT. Bahkan tujuan utama di wajibkan kita berpuasa pada bulan Ramadhan juga untuk meraih Taqwa, rasa takut akan kehilangan Rahmah, Mahgfiroh dan Barokah dari Allah SWT. Jika niat kita memperbaiki ibadah kita karena Allah, maka rejeki kita pasti dijamin olenNya dan kesudahan yang baik tetap diberikan kepada yang bertaqwa, seperti yang ditegaskan pada surah Taha 132, “Dan perintahkanlah keluargamu mengerjakan solat dan hendaklah engkau tekun bersabar menunaikannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, (bahkan) Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan (ingatlah) kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Kalau kita tidak mampu memaknai cobaan di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, maka tinggal di rumah hanya menumpuk saldo keluhan. Stres karena tidak dapat melakukan aktivitas sebagaimana biasa, lalu sesama penghuni rumah tidak harmonis. Hari-hari penuh kegalauan. Pandemi bukan menjadi sarana introspeksi dan mawas diri, melainkan justru menyulut api konflik. Keluarga bagaikan neraka karena tidak tersisa kasih sayang di dalamnya. Ini bukanlah model sebuah keluarga dari umat beriman. Jangan sampai kita menjadi neraka dengan menebarkan ketidaknyamanan di tengah musibah, sebab sikap demikian jelas merupakan bentuk sikap ingkar yang tidak pernah direstui Tuhan. Simaklah surah Taha: 120, “Siapa yang ingkar dari ingatan dan petunjuk-Ku, maka sesungguhnya adalah baginya kehidupan yang sempit.” Tidak ada kebahagiaan bagi kaum ingkar itu, kecuali dia akan dibutakan dan dilupakan oleh Allah. Ketika kelak kemudian bertanya kenapa bisa demikian, jawab Allah, “Demikianlah keadaannya! Telah datang ayat-ayat keterangan Kami kepadamu, lalu engkau melupakan serta meninggalkannya” (QS Taha: 126)
Berikut ini kiat-kiat praktis untuk menjadikan rumah kita sebagai surga dengan mengambil inspirasi dari As-Syarh: 5-8. Pertama, harus benar-benar kita tanamkan dalam hati bahwa tiap-tiap kesukaran disertai kemudahan. Dalam surah ini sampai ditegaskan hingga dua kali. Ini karena memang Allah mustahil akan menyengsarakan dan menyia-nyiakan hamba-Nya. Kedua, kita harus semakin giat beramal saleh. Kemudian apabila telah selesai dari sesuatu amal saleh, maka bersungguh-sungguhlah mengerjakan amal saleh yang lain. Jangan berhenti. Jangan bosan berbuat baik. Tidak ada istilah nganggur. Adapun amal saleh dapat dipilih sesuai kemauan dan kemampuan masing-masing. Yang penting harus dilandasi rasa ikhlas dan tidak keluar dari rambu Syariah. Ciri amal saleh, di antaranya, adalah sesuai aturan agama dan bermanfaat bagi sendiri dan sesama, diridhoi Allah SWT, inilah tujuan Syariah diturunkan. Ketiga, hanya kepada Tuhan kita terus langitkan doa dan berharap. Jangan putus berdoa. Dalam setiap aktivitas kita. Apalagi di dalam bulan suci ini. Perbanyaklah doa. Karena di antara doa yang tidak ditolak adalah doa orang berpuasa. Dimana saja dan kapan saja. Dengan doa dan keyakinan, segalanya mudah. Tidak ada yang mustahil jika Allah berkehendak.
Kemudian, semua ini harus tetap kita syukuri. Sebesar-besarnya musibah, masih besar nikmat yang kita terima. Syukur yang sebenarnya harus diwujudkan dalam tindakan. Belajar dirumah adalah salah satu wujud syukur, adakah kita sudah mengkaji ilmu Allah yang banyak itu? Bahkan semua pohon dialam ini kalau dijadikan pena dan air samudra untuk dijadikan tinta, ilmu Allah masih sangat luas dan tak akan ada habisnya.
Marilah memperbanyak aktivitas positif untuk dikerjakan dalam melalui ujian pandemi ini dengan penuh ridha dan takwa. Semoga kita semua tidak hanya beroleh surga kelak di hari akhirat, namun sudah mampu membangun surga dunia sejak dalam rumah dan keluarga kita masing-masing. Bulan suci di tengah pandemi ini, dan pada masa masa yang akan datang, marilah kita bersama-sama meraup berkah Ilahi.
Dr Betania Kartika, Head Halal Awareness, Information, and Outreach di International Islamic University Malaysia (IIUM) dan Penasihat Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Malaysia