Royyan Mahmuda Al’Arisyi Daulay
Ada sebuah kisah tentang seorang pedagang yang sedang dalam perjalanan panjang. Dia melewati padang pasir yang gersang dan tandus. Di tengah perjalanan, tanpa diduga olehnya, ada segerombolan perampok yang menghadang, lalu menjarah seluruh dagangan dan hartanya. Tidak hanya itu, para perampok itu pun mengikat kaki dan tangan si pedagang, lalu pergi meninggalkannya di tengah panasnya gurun yang gersang.
Pedagang itu tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menangis pasrah dengan kondisinya. Hari semakin larut dan tidak ada satu orang pun yang lewat. Ketika malam mulai datang, si pedagang merasa kedinginan, ditambah hembusan angin malam gurun yang menusuk tulang. Matanya sulit terpejam, karena kondisi tidak memungkinkan. Namun,apa daya, tidak ada yang bisa dilakukan oleh pedagang itu kecuali memaksa diri agar terlelap sembari berharap ada keajaiban esok hari.
Besoknya pun si pedagang masih belum beranjak dari posisinya, masih terikat dan menangis pasrah. Mulutnya tidak pernah berhenti berdzikir memohon pertolongan kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. Maka pertolongan Allah pun segera datang. Ketika hari menjelang siang, datang seekor burung gagak tepat di depan wajahnya.
Dijatuhkanlah remah-remah roti dari mulut burung gagak itu, si pedagang merasa keheranan. Akan tetapi karena saking laparnya, pedagang tersebut berusaha sepenuh tenaga untuk memakan serpihan roti yang dibawa oleh burung gagak tadi ketimbang terheran-heran. Hal demikian terjadi selama tujuh hari berturut-turut. Selama itu pula lah si pedagang dapat bertahan dari rasa lapar.
Pada hari ketujuh, ketika sedang menyantap serpihan roti yang dibawa oleh burung gagak seperti biasanya, datang lah seorang laki-laki dengan lari tergopoh-gopoh. Laki-laki itu bernama Ibrahim bin Adam, ia pria yang kaya dan sedang dalam perjalanan juga. Kemudian saat sedang beristirahat, bekal makanannya dicuri oleh seekor burung gagak.
Ternyata burung gagak yang biasa membawa roti bagi si pedagang itulah si pencuri roti ibrahim, lalu gagak itu pun terbang tinggi ke atas langit hingga tak terlihat. Sedangkan pria yang berlari mengejar itu memandangi pedagang yang sedang terikat tersebut. Kemudian dibebaskan lah pedagang itu oleh ibrahim dan berakhir dengan rasa syukur kepada Allah Swt. Pedagang bersyukur karena sudah dibebaskan, dan Ibrahim bersyukur karena insiden pencurian perbekalannya mendatangkan hikmah yang luar biasa.
Kisah tersebut diabadikan dalam kitab yang sangat terkenal yaitu Al-Mawa’izul Al-Usfuriyah, karangan Syaikh Muhammad Bin Abu Bakar Al ‘Ushfury. Dari kisah ini, ada banyak hikmah dan ibroh yang dapat kita petik. Apalagi jika dikontekstualisasikan pada situasi kita saat ini. Bisa dikatakan kondisi kita saat ini mirip dengan pedagang dalam kisah tersebut.
Kalau si pedagang tadi sedang diuji dengan kondisi merana (kaki dan tangan diikat) di tengah gurun tandus, kita pun sedang diuji dengan mewabahnya virus corona di tengah bulan ramadhan yang berkah ini. Jika si pedagang tadi merasa kelaparan dan tak berdaya untuk berbuat apa-apa, kita pun sama, dihantui perasaan was-was akan badai kelaparan dan tidak banyak yang bisa dilakukan.
Ditambah dengan banyaknya jumlah pegawai, buruh, pengusaha dan profesi lain yang mengalami dampak signifikan serta berakibat pada kelangsungan kesejahteraan hidupnya bersama keluarga. Baik si pedagang maupun kita sama-sama takut dan khawatir dalam menjalani ujian dari Allah Swt. Hal seperti ini sangatlah wajar dan sudah menjadi fitrah kita sebagai manusia. Namun dengan kondisi seperti ini apakah kita hanya akan menyerah dan mengeluh saja?.
Tentu tidak, karena kita punya Allah Yang Maha Kuasa. Sebagai hamba yang beriman pasti kita akan meyakini bahwa Allah tidak akan membiarkan kita sendiri. Selama makhluk masih diberi kesempatan oleh Allah Swt untuk hidup di bumi, maka sudah ada jaminan bahwa Allah Swt yang akan menjamin segala rezekinya. Bahkan dalam surat Hud ayat ke-6 yang, Allah berfirman yang artinya, ” Dan tidaklah ada suatu binatang di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezkinya… “.
Untuk seekor hewan saja Allah sudah menjamin, apalagi kita manusia yang diberikan kelebihan oleh Allah dari makhluk yang lainnya. Maka yang perlu kita lakukan di tengah ujian ini adalah bertahan dengan perasaan sabar dan optimis serta memperbanyak memohon kepada Allah Swt, seperti kisah pedagang yang tidak berhenti berdzikir tadi. Sehingga gagak (kiasan) yang membawa pertolongan Allah kepada kita bisa segera datang.
Wallahu a’lam bisshowab.
Royyan Mahmuda Al’Arisyi Daulay, alumni Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta